MUTIARA KEHIDUPAN

header ads

Sikapmu Menentukan Kesuksesanmu

Teruslah belajar, bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan teknis, tapi agar bisa memiliki sikap yang lebih baik.

Jalan-jalan di kota Teknologi Shenzen, China

Perjalanan ke kota Teknologi Shenzen, China, 1 Mei 2019 dalam rangka Shenzen International Pet Fair.

Launching buku Menggali Berlian di Surabaya

Buku Menggali Berlian di Kebun Sendiri karya Bambang Suharno diluncurkan di acara Grand City Convex Surabaya, di tengah acara pameran internasional Indolivestock Expo.

Meraih sukses

Jika sukses harus diraih dengan kerja keras banting tulang siang malam, itu namanya sukses dengan mesin manual. Anda perlu belajar meraih sukses dengan mekanisme sukses otomatis (Suksesmatic.com).

Pengalaman Naik Kereta TGV di Perancis

Perjalanan ke Rennes Perancis dalam rangka menghadiri pameran internasional, naik kereta TGV dari Paris ke Rennes.

Guru Yang Memberi Cahaya


Di sebuah sekolah menengah yang baru saja menyelenggarakan try out (uji coba) ujian akhir nasional, seorang guru senior merasa kecewa dengan hasil yang diperoleh oleh siswanya yang ternyata sangat jauh dari harapan. Di hadapan para siswa, guru itu menyampaikan pesan-pesannya.

“Baiklah anak-anak sekalian. Kalian telah melihat hasil uji coba ujian akhir nasional. Ternyata hasilnya sangat mengecewakan kita semua,” ujar pak Guru dengan raut muka serius.

Saya tidak mengerti kenapa kalian mendapat nilai yang sangat mengecewakan. Padahal sebagai guru saya sudah memberikan semuanya kepada kalian. Kenapa kalian membalas kebaikan kami dengan cara demikian? Kalau sudah seperti ini, saya tidak tahu lagi apa yang harus saya katakan. Masa depan kalian sudah bisa saya gambarkan. Suram!” tambahnya.

Seluruh ruangan senyap. Gesekan kertas dan suara angin menjadi terdengar jelas. Semua siswa diam seribu bahasa. Mereka yang dalam keadaan kecewa melihat hasil try out yang  jauh dari harapan, menjadi kian panik.

Sementara itu di sekolah lain yang juga baru selesai menyelesaikan uji coba dengan hasil yang kurang lebih sama buruknya, suasana kelas tampak berbeda. Seorang guru memberikan tanggapannya dengan wajah yang lebih tenang.

“Baiklah anak-anak semuanya. Kalian tentu telah melihat hasil try out ujian akhir nasional. Hasilnya memang belum sesuai harapan kita semua, bahkan mungkin ada di antara kalian yang sangat kecewa. Namun saya percaya ini bukanlah hasil terbaik yang kalian tampilkan,” nadanya terdengar bijak.

Ini baru uji coba, baru pemanasan. Kami pihak guru yakin bahwa jika kalian dapat memperbaiki cara belajar dengan serius, maka kita akan menuai sukses. Kita semua akan benar-benar diuji pada saat ujian akhir nasional. Jadi kalian harus mempersiapkan diri sebaik mungkin, dan kami para guru, dengan senang hati membantu kalian agar bisa sukses pada ujian akhir nasional. Oke! Kita sekarang bersama-sama sepakat untuk meraih kesuksesan pada saat ujian akhir nasional!”

Kejadian pertama adalah contoh guru yang hanya sekedar pengajar, bukan pendidik. Dia bisa jadi seorang guru yang pintar dan cerdas namun belum memiliki kemampuan memotivasi siswa. Sebaliknya guru yang kedua adalah guru yang mencerahkan, yang memberi cahaya ketika situasinya terasa gelap. Ia memberi motivasi dengan cara membingkai ulang peristiwa (reframing).

Zulfiandri, seorang pakar  quantum teaching, dalam bukunya Qualitan Teaching, mengatakan, dalam memotivasi siswa, seorang guru disarankan menggunakan teknik ini ketika melihat prestasi yang kurang bagus pada anak didiknya. Ada dua jenis reframing, yaitu context reframing(membingkai ulang peristiwanya) dan meaning reframing (membingkai ulang maknanya).

Teknik membingkai ulang peristiwa dilakukan dengan memberikan pandangan alternatif terhadap sebuah kejadian. Dalam kasus di atas, guru mengatakan “ini baru uji coba”. Kata-kata “baru uji coba” merupakan teknik membingkai ulang peristiwa yang dapat memberi motivasi ke siswa bahwa ujian yang sesungguhnya adalah ujian akhir nasional, sehingga harus dilakukan persiapan yang lebih baik.

Guru pada contoh kedua juga menerapkan teknik membingkai ulang pada maknanya, dengan mengatakan “saya yakin ini bukanlah hasil terbaik yang kalian bisa tampilkan”. Jelas sekali kata-kata ini sangat positif dampaknya bagi para siswa yang tengah gelisah melihat hasil uji coba ujian yang jelek.
Teknik reframing sering kita dengar dari para orang tua dan para pemimpin yang bijak. Ini adalah cara mengambil pelajaran dari sebuah kejadian dengan cara yang tidak menggurui. Perlu dipahami, dua teknik reframing ini tidak selalu dapat digunakan dalam satu waktu.
Umpamanya ada seseorang yang kesal mengalami penundaan pesawat yang disebabkan oleh kerusakan mesin.  Bagi orang yang sedang terburu-buru dan ingin segera sampai tujuan, tidaklah tepat  membingkai ulang peristiwa dengan mengatakan, “nikmati saja penundaan ini dengan menikmati suasana bandara, berkeliling dan berbelanja oleh-oleh”. Kalimat yang terkesan bijak ini sangat mungkin malah membuat dia emosi karena sedang terburu-buru malahan disuruh menghabiskan waktu yang tidak jelas.
Oleh karena itu cara yang tepat adalah dengan membingkai ulang maknanya (meaning reframing), umpamanya dengan mengatakan bahwa lebih baik kerusakan diketahui sekarang dan diperbaiki sekarang juga saat masih di darat, daripada ketahuan rusak ketika pesawat sedang terbang.
Dengan membingkai ulang makna dari kejadian kerusakan mesin pesawat, penumpang dapat langsung membayangkan betapa berbahayanya jika kerusakan pesawat baru diketahui pada saat pesawat sudah berada di angkasa. Perubahan pemahaman ini akan dapat membuat penumpang yang tadinya gelisah dapat menjadi lebih tenang.
Pada situasi lebaran, kita bisa saja kecewa dengan kemacetan mudik meskipun sebelumnya sudah mengatur jadwal perjalanan agar terhindar dari kemacetan. Menghadapi situasi itu banyak pemudik yang memaknai situasi macet ini sebagai bagian dari perayaan lebaran itu sendiri.  Untuk itu kemacetan dapat diisi dengan kegiatan memotret pemandangan indah dan unik di sepanjang perjalanan atau kegiatan lainnya yang lebih bermakna.
Kita perlu mengupayakan segalanya berjalan sesuai harapan. Manakala yang terjadi jauh dari harapan, kita dapat memandang dengan makna yang positif dan melakukan tindakan yang lebih baik di waktu selanjutnya. Salah satunya dengan teknik reframing. Bukankah kita ingin seperti guru yang dapat memberi “cahaya” untuk muridnya? Selamat mencoba.***

Email: bambangsuharno@yahoo.com.

Filosofi Kematian Dari Steve Jobs



Jika kita hidup setiap hari seperti hari terakhir bagi kita, maka kita akan menciptakan sesuatu yang benar-benar besar. (Steve Jobs).
Dunia baru saja kehilangan seorang legenda teknologi computer bernama  Steve Jobs. Seingat saya, baru kali ini kematian seorang pengusaha diberitakan sedemikian heboh dan menginspirasi.

Ini membuat saya penasaran ingin tahu riwayat hidup Steve Jobs. Banyak orang mengelu-elukannya dan menyebutnya sebagai seorang penemu, pebisnis dan inspirator dunia modern.
Di antara berbagai artikel mengenai Steve Jobs, ada  dua tulisan yang sangat bagus yaitu pidato Steve Jobs di acara Wisuda Universitas Stanford  tahun 2005, dan artikel biografi singkat yang ditulis oleh Davit Putra (davitputra.net).

Steve Jobs lahir dari rahim seorang mahasiswi muda yang hamil di luar nikah dengan seorang lelaki yang tidak tamat SMA.  Steve Jobs kecil diadopsi seorang pengacara hingga kemudian dapat menikmati bangku kuliah yang cukup bergengsi, di Reed College.

Selama kuliah 6 bulan, Steve Jobs tidak merasa tenang hatinya karena telah menghabiskan uang tabungan orang tua angkatnya untuk bisa kuliah di Perguruan Tinggi mahal. Ia kemudian memutuskan keluar dari bangku kuliah dan mengambil jalur non formal di kampus yang sama, yaitu kursus kaligrafi selama 18 bulan. Steve Jobs rela hidup prihatin dengan tidur di lantai asrama teman-temannya, menukarkan botol cola agar mendapatkan 5 sen untuk membeli makanan, dan berjalan sejauh 10 km seminggu sekali untuk memperoleh makanan yang baik di Candi Hare Krishna.

Di depan mahasiswa Stanford, Steve Jobs mengaku, ketika belajar kaligrafi, ia tidak memiliki pikiran bahwa suatu saat ilmu ini akan bermanfaat bagi perjalanan karirnya. Akan tetapi sepuluh tahun kemudian, ketika ia mendesain komputer Macintosh pertama, ilmu kaligrafi yang didalaminya seperti datang kembali kepadanya untuk memberikan gagasan baru mengenai komputer. Komputer itu merupakan komputer pertama yang didesain dengan tipografi yang indah.  

Saya baru ingat sekarang bahwa sekitar 10 tahun lalu para praktisi disain grafis sering membangga-banggakan komputer machintosh (Mac) yang harganya selangit  dan dapat menghasilkan disain dengan tipografi yang sangat bagus. Waktu itu para desainer grafis merasa ketinggalan jika komputer yang dipakai adalah PC biasa yang harganya murah. Belakangan saya baru tahu bahwa itu adalah karya Steve Jobs.  

“Jika saya tidak pernah mengambil kursus kaligrafi sewaktu drop out di kampus, komputer Mac mungkin tidak mempunyai beragam tipe huruf atau spasi huruf-huruf yang proporsional dan indah,” ujar Steve Jobs dalam pidatonya.

Steve Jobs berpendapat bahwa menghubungkan beberapa momen kehidupan sangat penting dalam mengambil keputusan. Contoh kongkritnya adalah mempelajari kaligrafi dengan mengembangkan teknologi computer, dua hal yang dulunya dianggap tak berhubungan sama sekali.

Ketika Apple menjadi perusahaan besar beromset $2 miliar dengan 4000 pekerja, Steve Jobs dipecat oleh CEO atas persetujuan Dewan Direksi. Kedengarannya aneh bahwa ada pendiri perusahaan yang dipecat oleh CEO nya sendiri karena perbedaan pandangan ke depan. Tapi itulah kenyataannya. 

Beberapa bulan setelah dipecat Steve tidak tahu harus berbuat apa. Untunglah ada satu hal yang dia ingat, yaitu ia masih mencintai bidang pekerjaannya. Karena masih sangat mencintai bidangnya, maka pelan-pelan bangkit kembali dan mendirikan perusahaan baru, NeXT Computer dan Pixar Animation. Pixar menghasilkan karya besar berupa film animasi komputer pertama yang sukses—Toys  Story, dan menjadi studio animasi film terbaik di dunia saat itu. Apple kemudian membeli  Perusahaan NeXT dan Steve Jobs kembali lagi ke Perusahaan Apple. Teknologi yang dikembangkan di NeXT Computer kemudian menjadi jantung teknologi Apple.
Dari sini Steve Jobs sempat berujar dalam pidatonya , “Saya yakin semua tidak akan pernah terjadi jika saya tidak dipecat oleh Apple. Ini merupakan obat mujarab yang sangat pahit, tapi saya pikir setiap pasien membutuhkannya. Kadang-kadang kehidupan menghancurkan anda dengan amat kejam. Janganlah hilang kepercayaan. Saya yakin bahwa satu hal yang bisa membuat saya bertahan adalah bahwa saya mencintai apa yang saya lakukan. Kita harus mencari apa yang sebenarnya kita cintai”.

Di sini kelihatan bahwa seburuk apapun yang menimpa dirinya, Steve Jobs tak kehilangan energi positif untuk menyikapi semuanya..

Ada satu pesan penting dari Steve Jobs yang sangat berharga bagi siapapun. Yaitu soal kematian. Setiap kita pasti takut kalau bicara kematian. Namun yang pasti kematian adalah hal yang akan dialami setiap makhluk hidup. Apa yg akan kita lakukan jika Malaikat memberi tahu bahwa esok hari nyawa kita akan dicabut? Tentu kita akan melakukan hal yang terbaik dalam hidup.

Filosofi  kematian inilah yg dianut oleh Steve Jobs. Setiap pagi ia berdiri di depan cermin dan bertanya pada diri sendiri , “Jika hari ini adalah hari terakhir saya, apakah saya akan melakukan apa yang seharusnya saya lakukan?” Ketika jawabannya ‘tidak’, ia tahu bahwa ada sesuatu yang harus ia rubah.

Steve Jobs pernah divonis dokter terserang kanker pankreas dan diprediksi dapat bertahan hidup hanya 6 bulan. Ternyata selama 8 tahun ia masih bertahan dan tetap menghasilkan karya-karya besar.  Produk-produk iPhone, iPod Touch, iPad, Macbook Air, dirancang dan digarap saat ia telah didiagnosa mengidap kanker pankreas.
Pesan Steve Jobs tentang kematian sangat jelas dan menyentuh hati para pengagumnya, yaitu, “Jika kita hidup setiap hari seperti hari terakhir bagi kita, kita akan menciptakan sesuatu yang benar-benar besar di kemudian hari.”
Selamat jalan Steve Jobs.
Kami mengenang karya dan petuahmu.***


Kemanakah Uang Mengalir?


Ya, kemanakah uang mengalir? Tepatnya, kemanakah uang “halal” mengalir? Pertanyaan ini barangkali sering anda lupakan. Kita yang bergulat dengan kewirausahaan terus menerus belajar, membaca buku, mendengarkan radio, ikut training, seminar, pameran dimana sebagian besar tujuannya untuk menambah penghasilan. Penghasilan adalah aliran rejeki, dan sebagian rejeki berupa uang.

Maka, sebelum belajar lebih jauh mengenai kiat sukses mendapatkan kekayaan, mendapatkan passive income atau apapun namanya, kita perlu terlebih dahulu memahami dari mana dan kemana uang mengalir. Dengan pemahaman ini kita akan lebih mudah mengelola kiat meningkatkan penghasilan. Berikut pendapat saya mengenai aliran uang.

Pertama, uang halal mengalir kepada mereka yang selalu berusaha mengalirkan uang ke orang yang membutuhkan. Pernahkah anda menemukan pengusaha bangkrut karena bersedekah? Saya percaya tidak ada. Mental entrepreneur hakekatnya adalah mental “tangan di atas” alias mental memberi. Dalam keseharian mental ini terlihat dari cara-cara mengelola uang. Mereka yang bermental “tangan di bawah” sering bangga apabila mendapat sesuatu secara gratis. Mereka bangga jika ditraktir makan, bangga dikasih kaos gratis, bangga diberi hadiah, bantuan atau apapun yang gratis. Sebaliknya mental entrepreneur akan merasa bangga bila sudah mentraktir makan, memberi sumbangan, memberi hadiah.

Orang-orang yang selalu berusaha memberi akan mencari cara supaya dapat terus memberi. Alhasil secara logis, anda yang suka memberi akan selalu berusaha memiliki, dan dampaknya tentu saja akan dialiri rejeki yang tak terbatas. Maka, sedekahlah. Jangan tunggu kaya baru sedekah. Justru karena masih susah mendapatkan uang, mulailah menyisihkan uang untuk diberikan ke orang lain. Niscaya kelak akan banyak uang mengalir ke kantong anda. Teruslah perbanyak sedekah, rejeki akan terus mengalir. Begitu kita bersedekah, mental kita berubah menjadi ”tangan di atas”, dan pada saat yang sama kita menjadi bermental kaya.

Kedua, uang mengalir kepada para pencipta atau kreator. Anda yang pandai menciptakan sesuatu, akan lebih mudah mendapatkan uang. Menciptakan yang dimaksud bukan selalu yang tampak canggih seperti mesin mobil hemat energi, mobil berbahan bakar air atau lainnya, tapi juga menciptakan sistem dalam bisnis, menciptakan standar tertentu, program komputer tertentu, menulis buku dan sebagainya. Pencipta akan selalu dikenang sebagai pemenang. Dalam bisnis, kita boleh meniru pada awalnya, sedangkan untuk berkembang perlu melakukan inovasi.

Ketiga, uang mengalir kepada yang menciptakan nilai tambah. Jika anda punya warung makan bersebelahan dengan warung makan lain yang lebih laris, anda wajib melihat nilai tambah yang dia miliki. Begitu anda memiliki nilai tambah dibanding warung lain, anda akan tenang karena rejeki akan mengalir ke kantong anda.

Keempat, uang mengalir kepada yang pintar meningkatkan produktivitas uang. Saya menyebutnya mental entrepreneur, yakni mental mengeluarkan uang untuk menjadi uang yang lebih banyak. Robert T Kiyosaki memperkenalkan istilah ”uang bekerja untuk kita” bukan kita bekerja untuk uang. Pesan saya, jika rekening anda ada tambahan uang, mulailah berpikir kemana uang tersebut akan dialirkan. Sebagian untuk sedekah, sebagian untuk pengembangan usaha, sebagian untuk investasi, sebagian lagi untuk keperluan konsumtif. Sebagian dari kita, jika mendapatkan uang langsung berpikir yang konsumtif seperti membeli mobil baru, motor baru dan hal-hal lain yang justru menimbulkan pengeluaran baru.

Beberapa waktu lalu saya pergi ke daerah pemukiman transmigrasi di Lampung. Mereka mulai menghuni di sana sejak tahun 1983, dimana pemerintah menyediakan 2 Ha lahan dan biaya hidup untuk 1,5 tahun. Apa yang terjadi 20 tahun kemudian? Ternyata kepemilikan lahan sudah berubah total. Ada yang sudah memiliki 10 Ha, ada juga yang lahannya dijual dan dia sebagai petani penggarap. Hal ini terjadi karena sebagian ada yang produktif mengelola uang, sebagian lagi lebih memilih menjual tanah untuk memperbaiki rumah atau beli kendaraan, dimana dalam beberapa tahun kemudian mereka mengalami kesulitan pendapatan.

Perhatikanlah, uang tidak berhenti bergerak. Ia terus mengalir dari satu tempat ke tempat lain. Entrepreneur bukanlah yang menumpuk uang, melainkan mengalirkan uang. Jika anda punya restoran, anda bekerja dengan cara membeli bahan baku, mengolah menjadi masakan, lantas masakan dijual, beli bahan baku lagi, dan begitu seterusnya, dimana jika aliran lancar maka aliran uang akan semakin besar.

Maka pahamilah kemana uang mengalir.

Salam sukses.
Note: telah dimuat di majalah Pebisnis

Keputusan Setengah Hati (Bambang Suharno )


Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih
Jika tidak (mengalir), kan keruh menggenang.
……………(Imam Syafii)

Saya baru saja selesai membaca sebuah novel best seller berjudul Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi yang konon kabarnya akan segera diangkat ke layar lebar.  Kalimat indah di atas saya kutip dari salah satu halaman di buku tersebut.

Novel yang berbasis pada kisah nyata ini, berkisah tentang Alief Fikri, seorang anak baru lulus Madrasah Negeri setingkat SMP di sebuah desa di Maninjau, Sumatera Barat. Ia lulus dengan nilai terbaik di sekolahnya. Nilai yang diraihnya adalah tiket untuk mendaftar ke SMA terbaik di Bukittinggi. Tiga tahun ia diperintahkan orang tuanya untuk sekolah agama, sudah waktunya baginya untuk masuk ke jalur non agama. Setelah selesai SMA ia berniat meneruskan ke UI atau ITB dan selanjutnya ke Jerman seperti Habibie. Kala itu tahun 1980an Habibie adalah idola anak muda. Habibie adalah “motivator” bagi anak-anak muda untuk tidak kalah cerdas dengan bangsa lain.


Di saat impian masuk SMA Negeri terbaik sudah ada di genggaman tangan, orang tuanya yang juga seorang guru, bersikeras meminta Alief meneruskan ke sekolah agama. “Engkau harus menjadi tokoh agama yang hebat seperti Buya Hamka,” ujar ibundanya.

“Tapi saya tidak berbakat dengan ilmu agama. Saya ingin menjadi insinyur dan ahli ekonomi,” tangkis Alief sengit. Mukanya merah dan matanya terasa panas. Hari itu adalah pertama kalinya Alief bersitegang dengan orang tua yang disayanginya. Selama ini ia sangat patuh pada Ibundanya.

“Menjadi pemimpin agama lebih mulia daripada insinyur nak,” tegas Ibunya.
“Tapi aku tidak mau,” Alief bersikeras.
“Pokoknya Ibu tidak rela Alief masuk SMA,” ibunya tak kalah keras.
Ketegangan makin memuncak.

Anak yang menginjak remaja ini pada posisi yang tanpa pembela. Ayahnya tidak ikut bersitegang, tapi secara halus menyarankan agar menuruti saja apa maunya ibunda. Alief masuk kamar dan membanting pintu. Selama tiga hari ia mogok bicara.

Beberapa hari kemudian datanglah surat dari paman Gindo yang sedang menuntut ilmu di Timur Tengah. Selama ini Paman Gindo adalah salah satu yang sering memberi banyak pengetahuan dan wawasan padanya.
“Saya punya banyak teman di Mesir yang lulusan Pondok Madani di Jawa Timur. Mereka pintar pintar. Bahasa Inggris dan Arabnya sangat fasih.  Di Pondok Madani itu mereka tinggal di asrama dan  diajarkan disiplin untuk bisa berbahasa asing tiap hari.  Kalau tertarik, mungkin sekolah ke sana bisa menjadi pertimbangan………”

Entah kenapa, dalam kegalauan pikiran, Tuhan sepertinya mengirimkan jalan tengah. Usul paman Gindo di Timur Tengah sama dengan kehendak Ibundanya, masuk sekolah agama. Bedanya, ini harus merantau ke Jawa dan mempelajari bahasa asing yang sangat menarik baginya.

Alief memberanikan diri keluar dari kamar. “Ibu, kalau memang harus sekolah agama, saya ingin masuk ke Pondok di Jawa saja. Saya tidak mau di Bukittinggi atau Padang.”

Kedua orang tuanya yang berada di ruang tamu menoleh. Sejenak timbul keheningan.

“Apa sudah dipikirkan masak –masak?” tanya ayahnya menyelidik. Sepertinya dia terkejut mendengar keputusan anak belianya  yang sangat dramatis; merantau ke Pulau Jawa. Padahal selama ini perjalanan paling jauh hanya ke Kota Padang.

“Sudah ayah”.

“Kalau itu memang maumu, kami lepas dengan berat hati,”

Mendengar persetujuan orang tuanya, bukannya gembira, tapi ada rasa nyeri yang aneh bersekutu di dadanya. Ini bukan pilihan utama. Bahkan sesungguhnya ia sendiri belum yakin betul dengan keputusan itu. Ini keputusan setengah hati.
***

Ya, keputusan setengah hati. Dalam saat tertentu, kadang kita perlu mengambil keputusan dalam suasana batin yang ragu. Itu sebabnya cerita ini saya kutip. Setidaknya untuk pelajaran dari kita mengenai makna sebuah keputusan.

Dalam hidup ini, tidak selamanya kita dapat mengambil keputusan dalam suasana batin dan pikiran yang tenang. Yang terjadi adalah situasi serba mengkhawatirkan dan kita dituntut mengambil keputusan segera. Bagi saya, keputusan Alief dalam novel ini sangat bermakna. Secara tidak sengaja ia mengurung diri di kamar, yang sejatinya mencoba mencari ketenangan. Dalam situasi ini, apa yang akan terjadi dapat memberi inspirasi untuk mengambil keputusan.

Saat dalam kesulitan itu, Tuhan mengirim bantuan. Antara lain datangnya surat Paman Gindo di Timur Tengah. Dan Bismillah, keputusan pun ia ambil.

Dalam novel ini, keputusan setengah hati untuk pergi menuntut ilmu ke “negeri seberang” di kemudian hari sangat ia syukuri, karena di pondok Madani itulah ia mendapatkan pengalaman belajar yang sangat luar biasa, yang kemudian membawa kesuksesan bagi Alief, si tokoh utama. Seakan-akan petuah “merantau” yang saya kutip di awal tulisan ini telah ia laksanakan dengan baik.

Mari kita renungkan, betapa banyak calon mahasiswa harus memilih jurusan yang bukan impiannya, yang kemudian ternyata itulah yang membawanya pada dunia sukses. Tak sedikit pula, keputusan untuk mengambil pekerjaan tertentu dalam keadaan bimbang, tapi kemudian ternyata itulah yang terbaik.

Jika anda pernah mengambil keputusan bimbang, ambillah tanggungjawab atas keputusan itu. Kelak kemudian hari, anda akan bersyukur atas apa yang telah anda putuskan. ***