MUTIARA KEHIDUPAN

header ads

Bahasa Positifnya, Politik Itu Sangat Dinamis

Tulisan ini untuk Anda yang berusia di bawah 40 tahun agar mengerti apa itu perilaku Politikus di tanah air Indonesia. Saya kutip dari sebuah broadcast melalui whatsapp. Saya tidak tahu siapa yang menulis.  Buat Anda yang menulis ini, saya mengucapkan terima kasih, karena datanya lengkap dan mencerminkan orang yang cermat mengamati kejadian politik di negeri ini. Saya memberi judul tulisan ini dengan bahasa positif "Politik Itu Sangat Dinamis" hehe



Fakta data : Pemilih terbanyak usianya di bawah 40 tahun pada saat pilpress dan pileg di 2019 dan dari data 60% adalah di usia ini. Makin kebawah usianya makin banyak hal yang mereka kurang informasi akan perilaku politikus sebelumnya.

Berbeda dengan yang di atas 55 tahun dimana mereka kenal 6 jaman, jaman Soeharto, Habibie, Gusdur, Mmegawati, jaman SBY dan jaman Jokowi.

Kita refresh mengingatkan sedikit :
Fadli Zon yang sering dihujat oleh pengemar pak Jokowi itu juru kampanye pemenangan Pak Jokowi dan Pak Ahok dengan baju kotak-kotak nya di pilgub DKI 2012.

Pak Anies baswadan itu tim sukses Jokowi-JK plus mantan Menteri Pendidikan kabinet Kerja. sebelumnya Pak Anies juga peserta capres versi konvensi Partai Demokrat. Anies Baswedan sekarang dekat dengan Jk dan nempel sama Pak Prabowo dan PKS. Padahal dulu Anies sering dituding Syiah oleh PKS. Masih ingat khan semua ini?

Di tahun 2012, Ahok itu yang menjadikan wakil gubernur adalah Gerindra  berpasangan dengan Jokowi. Ahok yang kemudian ditahun pilgub 2017 oleh pasukan 212 di Serang, didukung Gerindra juga 212 nya.  2012 disayang, 2017 diserang.

Kita lanjut.

SBY  bagaimana? SBY itu mantan Menterinya Megawati  maju nyapres di tahun 2004 bareng pak JK yang juga menteri  Megawati, didukung Pak Surya Paloh. Sekarang Surya Paloh dan JK dekat sekali dengan Ibu Mega. 2004 saling serang 2014 saling dukung JK sama megawati.

Tentang Prabowo, dulu adalah calon Wapres pasangan Bu Mega ketika Pilpres 2009 berseberangan dengan SBY.

Pilpres 2009  Pak JK  juga nyapres bareng Pak Wiranto melawan Pak SBY dan Pak Boediono yang di dukung Aburizal Bakrie . Lalu kemana Pak Aburizal Bakrie setelah 2014? Sekarang Aburizal temenan sama Pak Prabowo yang dulu kompetitornya di pilpres 2009.

Kalau Amien Rais.? Ini aneh lagi. Menggulingkan Gus Dur sehingga Bu Mega naik padahal sebelumnya paling tidak sudi Bu Mega jadi Presiden. Dia berusaha keras agar Gus Dur jadi Presiden mengantikan Habibie di rapat MPR tahun 1999 pokoknya bukan Megawati. Eh lalu digulingkan Gusdur  setelah 1 tahun sebelum nya digadang-gadang oleh Amien Rais dan naikin Megawati. Yang setahun sebelumnya Amien alergi sama Mega.

Kalo di pikir-pikir Bu Mega itu  memiliki hutang besar atas jasa Amein Rais menjadikannya presiden Indonesia ke 5.

Pilpres berikutnya Amien Rais  melawan SBY. Amien juga berseberangan dengan Prabowo di Pilpres 2004 dan 2009. Sekarang Pak Amien Rais akrab dengan Pak Prabowo di kubu oposisi. Padahal dalam agenda tahun 1998 Pak Amien ini target Letnan Jenderal Prabowo untuk“diamankan”. Sekali lagi, prabowo “meng-aman kan” amien!.

Kalau  PKS? Semua juga udah tahu ceritanya.Para kadernya menyerang dengan “black campaign”  menjatuhkan Pak Prabowo di pilpres 2009 dan Pilkada DKI 2012. Lalu sekarang? Berteman akrab sama Gerindra yang selama jaman Pak SBY, PKS adalah musuh bebuyutan Gerindra.

Di jaman SBY  PDIP & Gerindra oposisi,sementara PKS masuk koalisi di Satgab jaman SBY. Sekarang di “klaim” Gerindra PKS mitra lama.  Bingung ngak tuh?

Sekarang di 2018 penulis fatwa MUI menjadi calon wapres yang tadinya seakan berada di kubu berseberangan sekarang menjadi satu perahu. Bahkan para pihak sudah menganggap selesai masa lalu (Ahok 2017) , sekarang sudah saling memaafkan antara pak Ahok dan pak Ma’ruf. Dan hal seperti ini biasa saja di dunia politik.

Ikut angin lalu ubah layar dan “Miring” ke yang lagi akan menang menurut “feeling”nya mereka itu hal biasa. Tadinya lawan karena kepentingan jadi kawan itu biasa. Tadinya saling serang kemudian saling rangkul itu biasa.

Yang kasihan kan para fans,  para kaum yang saling serang dengan memberi label seperti cebonger dan kampreter. Mereka sering jadi  bingung dengan drama apa di mainkan para elite dari tahun ke tahun ini.

Para fans jadi emosional menjadi murka begitu pujaannya “tidak punya marah yang sama” dengan diri mereka. Para fans masih menggenggam marah, para elite sudah “cikar kanan” vaya con dios cari laen (posisi).

Sebel sama putusan Jokowi ambil pak Makruf yang fatwanya menjerujikan Ahok, namun tak lama kemudian logika otak mencari pembenaran mulai muncul setelah minum kopi. Akhirnya menemukan lagi alasan untuk membela pujaan dan mencari lagi bahan untuk mencela lawannya. Mulai saling serang lagi.

Karena dasarnya punya marah jadi otak harus terus cari alasan untuk bisa menyerang. Dan nanti kira-kira setelah pilpres baru nyahok. Baru nyadar, oh ternyata pujaannya kalah dan gabung dengan lawan juga dari pada ngak ada jatah.

Lucu khan? Para fans saling serang tetapi  elite bisa salaman dan ketawa ketiwi seperti di acara ulang tahun Akbar tanjung kemarin Om sandiaga bergandengan akrab dengan Airlangga dan petinggi golkar. Memang tidak ada apa-apa di acara tersebut. Tapi disini melihatkan, begitu ada angin salah satu menang. Maka kepentingan mulai main. Ikut angin!

Sandiaga menang, golkar merapat ke pemerintahan baru. Minta posisi.  Koalisi menang om sandiaga jangan kaget ditawari menteri peridustrian?. Terus kita harus marah gitu? Harus kecewa gitu?

Begitulah sedikit info wahai sahabat muda yang usianya di bawah 40 tahun yang merasa pujaannya akan selalu sama memiliki “rasa” seperti kalian. Jawabnya TIDAK.

Begitu TGB pujaan kalian memiliki pendapat yang berbeda dengan “marah” kalian, langsung memaki pujaan tersebut. Lah yang aneh siapa ya? Jangan pernah berharap pujaan hati kita akan selalu memiliki “marah” yang sama dengan kita.

Misalnya marahnya saya kepada Rinso dan kesalnya saya pada pejabat yang setuju hutang China Tiongkok adalah marahnya saya pribadi. Dengan alasan pribadi. Jadi jangan terkaget-kaget kalau saya ditawari kredit tanpa bunga 10 triliun agar saya diam tidak nulis di FB saya terima. Atau nanti FPI 212 mendukung pak Jokowi. Jangan kaget lho ya?.

Kalau nanti LBP tetap tetap menjabat Menko ketika Prabowo presiden jangan misuh-misuh loh ya?  Om Sandiaga jadi menteri pak Jokowi kalau menang dua putaran jangan kecewa loh ya.

Kita  rakyat yang di bawah sudah terlalu sering di obok obok perasaannya persis seperti sapi tiap hari susunya di peres-peres tapi “ngak di kawin-kawin”  coba bayangin. Pada ngerti ya sekarang. ***

0 Comments:

Posting Komentar