MUTIARA KEHIDUPAN

header ads

Sikapmu Menentukan Kesuksesanmu

Teruslah belajar, bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan teknis, tapi agar bisa memiliki sikap yang lebih baik.

Jalan-jalan di kota Teknologi Shenzen, China

Perjalanan ke kota Teknologi Shenzen, China, 1 Mei 2019 dalam rangka Shenzen International Pet Fair.

Launching buku Menggali Berlian di Surabaya

Buku Menggali Berlian di Kebun Sendiri karya Bambang Suharno diluncurkan di acara Grand City Convex Surabaya, di tengah acara pameran internasional Indolivestock Expo.

Meraih sukses

Jika sukses harus diraih dengan kerja keras banting tulang siang malam, itu namanya sukses dengan mesin manual. Anda perlu belajar meraih sukses dengan mekanisme sukses otomatis (Suksesmatic.com).

Pengalaman Naik Kereta TGV di Perancis

Perjalanan ke Rennes Perancis dalam rangka menghadiri pameran internasional, naik kereta TGV dari Paris ke Rennes.

Tampilkan postingan dengan label MEA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MEA. Tampilkan semua postingan

SERIBU CERMIN



Seekor anjing kecil yang selalu bermuka muram sedang berjalan-jalan sambil cemberut.
Tiba-tiba  ia tertarik untuk masuk ke suatu rumah yang pintunya terbuka. 
Ia tidak tahu bahwa di dalam rumah itu terpasang 100 cermin.  Begitu anjing masuk ke dalam rumah, betapa kagetnya ia!  Ternyata di dalam rumah itu ada 100 anjing dengan ekspresi terkejut memandang ke arahnya!  Karena merasa terancam, ia pun menyalak ke arah 100 anjing tersebut.  Rupanya salakan tersebut dibalas dengan salakan juga oleh 100 anjing yang tidak lain adalah pantulan dirinya sendiri di 100 cermin.  Karena takut, anjing kecil itu pun lari keluar dari rumah tersebut.

Hati kecilnya berkata, "Rumah i
tu sungguh mengerikan!".

Selang beberapa lama, seekor anjing yang selalu berhati riang berjalan-jalan di sekitar tempat itu.  Ia melihat rumah 100 cermin yang pintunya terbuka, dan sambil tersenyum kecil ia pun mengendap masuk.  Betapa senangnya ia, begitu masuk, ia melihat ada 100 anjing yang juga sedang tersenyum kecil menatap dirinya!

Ia pun mengibas-ngibaskan ekornya dan melompat dengan riang. 
Rupanya, 100 anjing di hadapannya juga ikut-ikutan mengibaskan ekornya dan melompat.  Ketika ia mencoba berjoget, di depannya terlihat 100 ekor anjing ikut berjoget riang gembira.

Dalam hatinya ia berkata, "Wah..., menyenangkan sekali
rumah ini ..... "

******
Apa yang tampak dalam kehidupan ini adalah cermin dari apa yang ada di dalam pikiran kita.  Apakah Anda saat ini sedang mengeluh terhadap situasi ekonomi yang bergejolak,  atau sebaliknya Anda tengah melihat peluang-peluang baru untuk berkembang lebih baik karena para pesaing sedang tiarap, kedua-duanya benar karena itulah cermin yang Anda lihat. Apakah Anda sedang melihat situasi politik nasional sebagai kelanjutan dari situasi negara yang makin terpuruk, atau sebaliknya Anda melihat sebagai situasi menuju perbaikan, dua-duanya benar. Karena jika sebagian masyarakat Indonesia berpikir Indonesia akan makin terpuruk karena skandal korupsi dan hukum yang bisa dibeli, maka sebagian masyarakat akan tidak peduli lagi akan perbaikan taat hukum,  sebagian besar akan menganggap percuma melakukan perbaikan, sebagian akan menganggap menyogok pejabat adalah hal lumrah, dan begitu seterusnya.  Dengan pola pikir seperti itu, maka persepsi bahwa negara makin terpuruk akan menjadi kenyataan.  Dari satu pikiran buruk akan memantul situasi buruk para seratus atau seribu cermin.

Begitupun sebaliknya, jika masyarakat berpikir  bahwa semua proses yang terjadi adalah proses menuju sesuatu yang lebih baik, maka sebagian masyarakat akan berupaya melakukan perbaikan. Akan ada dan terus bertambah pemimpin birokrasi yang memberi teladan dalam melayani masyarakat. Akan muncul cara-cara baru untuk mengontrol pelanggaran pejabat maupun pelanggaran oleh masyarakat. Akan muncul perbaikan yang menular ke masyarakat lainnya. Pikiran baik menghasilkan tindakan yang baik dan memantulkan kebaikan pada lingkungannya, seakan ada seribu cermin di depan sana.

 Ketika berpikir bahwa kehidupan itu sulit, maka akan bertambah susahlah kita. Kita akan melihat orang jahat menjadi banyak. Realita seperti itulah yang akan ditemukan.

Tahun 2015 ini Indonesia mengalami ujian ekonomi yang berat dengan  melemahnya nilai tukar rupiah, sementara itu terjadi anomali cuaca akibat El Nino berupa musim kemarau yang lebih lama dari biasanya. Di beberapa daerah terjadi bencana asap yang  ternyata tidak mudah penanganannya.

Di bidang perunggasan terjadi kelebihan pasokan DOC yang menyebabkan kelebihan pasokan ayam. Sementara itu akibat melemahnya nilai tukar rupiah, barang impor menjadi lebih mahal, bahan baku pakan impor lebih mahal, dan harga pakan mengalami kenaikan, di saat peternak belum mendapat keuntungan.

Di usaha peternakan sapi, diwarnai dengan kisruh harga daging sapi yang melambung tinggi dan berujung pada pemeriksaan Bareksrim terhadap beberapa pengusaha penggemukan sapi yang dituduh “menimbun” sapi yang sejatinya sedang dalam proses penggemukan.  Pemeriksaan Bareskrim yang sangat menyita waktu dan tenaga menimbulkan frustasi para pelaku penggemukan sapi yang selama ini telah menjalankan usaha secara normal.

Kini kita mengakhiri tahun 2015 sekaligus mengawali tahun baru dengan memasuki era baru berupa MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Mungkin bisnis semakin sulit. Tapi semua itu tidaklah tepat menjadikan kita  murung, cemberut, sering komplain, mengeluh dan pesimis. Karena di depan kita ada seribu cermin yang siap memantulkan wajah kita.

Yang paling bagus adalah memasang wajah optimis , berusaha memperbaiki mental dan sikap, berpikir positif, bersyukur dan selalu menebar kebaikan.   Seribu cermin siap memantulkan sikap optimis kita. Dan hidup menjadi lebih dinamis dan indah.

Selamat bercermin dan Selamat tahun baru 2016.***
Artikel karya Bambang Suharno ini telah dimuat di majalah Infovet edisi Desember 2015

Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Daya Saing Kita

Dalam sebuah diskusi dengan kalangan pelaku bisnis peternakan unggas, saya bertanya kepada seorang peternak, "apakah Anda bisa memelihara ayam dengan standar produksi yang sama dengan yang dilakukan oleh Peternak Thailand?"

Jawabnya dengan mantap," Ya, bisa. kalau di Thailand satu meter persegi menghasilkan ayam hidup 10 kg dalam 25 hari, saya bisa. Kalau di Thailand konversi pakan 1,8, saya bisa. Bukan hanya Thailand, mau diadu dengan negara lain dengan parameter teknis yang sama, kami siap".

"Lho, kalau begitu kita nggak usah takut globalisasi dong, apalagi MEA (masyarakat Ekonomi ASEAN," kata saya.

"Ya, seharusnya tidak, karena setiap teknologi baru di   bidang peternakan, kita bisa langsung mempraktekannya. yang jadi masalah adalah faktor-faktor di luar urusan peternak. Misalnya rantai pemasaran yang panjang, biaya distribusi yang lebih mahal, bahan baku pakan lebih mahal. Juga pungutan-pungutan yang nggak jelas,"urainya berapi-api.

Sementara itu di beberapa forum yang membahas daya saing Indonesia, para pejabat dan birokrat berulang-ulang berbicara soal indeks kualitas SDM, dimana Indonesia pada posisi yang rendah. Untuk mengukur indek kualitas SDM ini digunakan parameter antara lain tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah. Melalui ukuran indeks SDM ini, lantas mereka--para pakar--menjadi memaklumi bahwa Indonesia layak kalah dengan negara tetangga. Karena para pakar memaklumi jika kita kalah bersaing, maka psikologis masyarakat menjadi kalah, menjadi pemegang "mental kalah" bukan mental pemenang.

Sangat disayangkan pula bahwa dalam analisa itu disampaikan, karena peternak rata-rata tingkat pendidikannya rendah, maka tidak mampu bersaing dengan peternak negara lain.

Semestinya kita memilah dulu peta persaingan. Di bidang peternakan unggas, permasalahan utamanya justru bukan di tingkat pelaku budidaya alias peternak. Mereka sudah mampu beternak sekelas peternak luar negeri. Bahkan bisa lebih efisien dari mereka. Soalnya adalah faktor di luar itu.

Jadi gimana? Menurut saya, yang utama adalah pemerintahnya, di pusat maupun di daerah. Apakah mereka bisa mengambil terobosan agar bahan baku pakan melipah dan harganya bersaing dengan bahan baku impor. Apakah pemerintah bisa lebih kreatif dalam membuat kebijakan yang mendorong rantai pemasaran dari kandang ke konsumen lebih efisien. Apakah infrastruktur khususnya jalan dari kandang ke konsumen bisa dijamin tidak rusak, sehingga lebih lancar dan tingkat kerusakan dan kematian ternak di perjalanan menurun?

Jika itu semua bisa dilakukan, peternak siap bertanding di laga ASEAN.

Oya, tahun lalu saya berkunjung ke acara pameran peternakan di Perancis (SPACE 2014) . Saya berkesempatan berkunjung ke peternakan sapi dan ayam. Perjalanan dari kota Rennes (tempat pameran) ke peternakan ditempuh dalam waktu 1 jam, dengan bus ukuran besar. Jalannya halus mulus tanpa lubang, sampai di halaman peternakan. Bagaimana dengan jalan menuju peternakan kita?

Jangankan ke peternakan, jalan menuju perumahan di tengah kota saja banyak yang hancur hehehe.

Tetang semangat.