Alkisah,
di sebuah desa di Negeri Tiongkok hiduplah sepasang suami istri bersama
ibu dari sang suami. Ibu ini bagi sang menantu putri adalah seorang
mertua yang kejam. Sebaliknya bagi sang ibu mertua, menantunya adalah
seorang anak yang kurang berbakti pada ibu mertuanya, apalagi setelah
menikah beberapa tahun, belum juga ia memberikan seorang cucu. Kerap
kali keburukan sang menantu ia ceritakan kepada tetangganya.
Begitulah,
apapun yang dilakukan oleh sang menantu, ibu mertuanya hampir selalu
mencelanya. “Berbuat sopan, dicemooh, apalagi berbuat tidak baik,”
demikian anggapan sang menantu putri itu.
Karena sudah sedemikian jengkel dan emosi terhadap
mertuanya itu, ia tanpa pikir panjang memutuskan untuk membunuh ibu
mertuanya dengan cara memberi racun. Diam-diam, ia pergi ke sebuah toko obat untuk membeli racun dengan harapan esok hari ibu mertuanya
meninggal.
“Tuan,
tolonglah saya. Saya sudah tidak tahan lagi hidup bersama ibu mertua
saya. Tiap hari saya dimaki, apapun yang saya lakukan, selalu dianggap
salah. Tolong berikan saya racun yang dapat membunuh mertua saya,” ujar
ibu muda ini kepada pemilik toko obat.
“Saya
mengerti apa yang kamu rasakan. Saya akan memberikan racun kepadamu
agar keinginanmu terwujud,” jawab sang pemilik toko obat. Legalah hati
sang menantu ini.
Tapi,
kata pemilik toko obat melanjutkan,” jika saya memberi racun yang
langsung bereaksi, pasti kamulah yang dituduh membunuh mertuamu. Saya
akan memberimu racun yang reaksinya sekitar 6 bulan. Mulai hari ini,
abaikanlah apa yang dikatakan ibu mertuamu. Berbuat baiklah kepadanya.
Tiap pagi dan sore, berilah ia minum teh kesukaannya, dan campurkan
serbuk racun ini ke dalamnya. Saya yakin jika 6 bulan lagi ibu mertuamu
meninggal, tak ada yang mencurigaimu sebagai pembunuhnya.
“Baiklah tuan, saya siap melaksanakan saran tuan,” kata ibu muda tadi. Dan bergegaslah ia pulang dengan wajah gembira.
Mulai
hari itu ia berusaha berbuat baik kepada ibu mertuanya. Tiap pagi dan
sore, ia menghidangkan teh kesukaannya, disertai “racun” yang dibelinya
di toko obat. Pada awalnya tentu saja, ibu mertua mencibir kebaikan
menantunya. Tapi lama-kelamaaan ia melihat bahwa menantunya selalu sabar
dan ramah, meski mendapat omelan. Satu bulan berlalu, ibu mertua
menyadari bahwa menantunya adalah orang yang sabar dan patuh pada suami.
Iapun mulai berubah menjadi baik dan makin menyayangi menantunya.
Jika
sang mertua ke pasar, tak lupa ia membeli makanan kesukaan menantu.
Demikian sebaliknya sang menantu sering menyisihkan uangnya untuk
membeli makan dan pakaian untuk ibu mertuanya.
Singkat
cerita tibalah saatnya 6 bulan berlalu. Sang menantu mencoba merenungi
perjalanan hidup selama 6 bulan bersama mertuanya, yang ternyata telah
berubah drastis. Ibu mertuanya kini berubah menjadi sangat menyayangi
dirinya. Ia tak lagi membeberkan keburukan dirinya kepada tetangga,
malah sebaliknya ia sering memuji menantu putrinya kepada tetangganya.
Beberapa temannya yang datang dan melihat kebaikan mertuanya selalu
bilang ,” bersyukurlah kau punya seorang ibu mertua yang baik dan
menyayangimu,”.
Malam
itu dikala merenung, ia menangis, menyesali perbuatannya. Ia mohon
ampun kepada Tuhan karena ia telah memberi racun. Ia tidak rela ibu
mertuanya meninggal. Ia menangis, dan menangis.
Maka
pagi harinya, secara diam-diam ia pergi ke toko obat. “Tolonglah tuan.
Sesuai dengan saran tuan, saya telah memberi racun setiap hari ke ibu
mertua saya. Sekarang sudah 6 bulan. Tapi ibu mertua saya sekarang
sangat menyayangi saya. Tolonglah saya diberi penawar racun supaya ibu
saya tidak meninggal,” ujar ibu muda itu.
“Anak
muda, saya tahu bahwa akhirnya kalian berdua akan saling menyayangi.
Jadi tak usah khawatir, yang saya berikan 6 bulan lalu bukanlah racun,
tapi obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Jadi mulai sekarang,
teruskanlah menjaga hubungan baik dengan mertuamu,” kata pemilik toko
yang bijak tersebut.
Sungguh
menyentuh kisah kuno yang saya kutip dari talkshow motivator Andrie
Wongso ini. Sebuah cerita yang mengandung pesan mengenai hubungan antar
manusia yang selalu diliputi berbagai kesalahpahaman dan perselisihan.
Tak
hanya di kehidupan keluarga kasus seperti di atas terjadi. Dalam
kehidupan antar karyawan, pebisnis, pejabat, politisi, artis atau
siapapun kesalahpahaman yang menjadi perselisihan dan pertengkaran dapat
dan sering terjadi.
Pernah
terjadi perselisihan antar percetakan dengan penerbit mengenai lamanya
waktu mencetak. Pihak percetakan mengatakan sanggup mencetak buku selama
4 hari. Pada hari keempat penerbit menagih janji hasil cetakan.
Jawabannya ,” ya, buku sudah selesai dicetak, tinggal dijilid saja,
besok dikirim”
Rupanya
terjadi kesalahpahaman tentang istilah “selesai cetak”. Bagi percetakan
selesai cetak adalah selesai dari mesin cetak, belum dijilid. Sedangkan
bagi penerbit “selesai cetak” maksudnya adalah sudah selesai sampai
dijilid dan diantar ke alamat pemesan.
Acapkali
penyelesaian terhadap masalah seperti itu berlarut-larut karena bukan
pokok masalahnya yang diselesaikan tetapi dengan bertengkar soal
komitmen, atau bahkan fokus pada sifat personal.
Ternyata
cara penyelesaian semacam ini sangat boros energi dan waktu. Banyak
orang menyelesaikan masalah dengan perasaan marah pada satu orang,
sehingga inti persoalannya tidak terpecahkan. Padahal seorang pakar SDM
mengatakan, jika anda memfokuskan diri pada solusi, maka terjadi
penghematan energi dan waktu yang sangat banyak.
Fokus
pada solusi akan membuat masalah segera terpecahkan. Seandainya tidak,
minimal hati jadi lebih tenang. Dalam kasus di atas, pemilik toko obat
tahu bahwa masalahnya bukan pada mertua yang kejam, tapi pada cara
mereka berhubungan. Solusinya adalah menantu harus berkomunikasi dengan
baik dengan sang mertua. Jika itu yang dilakukan niscaya terjadi
perbaikan hubungan.
Maka berbuat baiklah pada ibu mertua, dan juga pada orang lain.***
dikutip dari buku karya Bambang Suharno JANGAN PULANG SEBELUM MENANG.