MUTIARA KEHIDUPAN

header ads

Sikapmu Menentukan Kesuksesanmu

Teruslah belajar, bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan teknis, tapi agar bisa memiliki sikap yang lebih baik.

Jalan-jalan di kota Teknologi Shenzen, China

Perjalanan ke kota Teknologi Shenzen, China, 1 Mei 2019 dalam rangka Shenzen International Pet Fair.

Launching buku Menggali Berlian di Surabaya

Buku Menggali Berlian di Kebun Sendiri karya Bambang Suharno diluncurkan di acara Grand City Convex Surabaya, di tengah acara pameran internasional Indolivestock Expo.

Meraih sukses

Jika sukses harus diraih dengan kerja keras banting tulang siang malam, itu namanya sukses dengan mesin manual. Anda perlu belajar meraih sukses dengan mekanisme sukses otomatis (Suksesmatic.com).

Pengalaman Naik Kereta TGV di Perancis

Perjalanan ke Rennes Perancis dalam rangka menghadiri pameran internasional, naik kereta TGV dari Paris ke Rennes.

Tampilkan postingan dengan label leadership. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label leadership. Tampilkan semua postingan

Belajar dari Banyuwangi (Dahlan Iskan)

Ada satu kelompok orang miskin yang tidak mungkin dientas. Mereka janda, atau duda. Sudah tua. Tidak punya keluarga. Rumah juga tiada.
Diberi modal pun tiada guna. Apalagi diberi penataran. kata mutiara kehidupan

Perkiraan saya jumlahnya 5 juta. Di seluruh Indonesia.

Bagi kelompok ini, yang penting adalah jaminan bisa makan. Setidaknya dua kali sehari. Kalau sakit bisa berobat. Gratis. Punya baju meski tidak baru. Punya selimut. Atau sarung yang multi guna.

Tapi yang terpenting sebenarnya keperluan jenis ini: teman bicara. Teman ngobrol. Teman curhat.

Inilah sebenarnya tujuan panti jompo. Agar punya banyak teman sebaya. Tapi dari namanya saja sudah begitu menghina. Siapa yang mau terhina tinggal di sana.

Di Banyuwangi saya melihat contoh ideal. Saat saya ke sana. Sabtu-Minggu kemarin. Bupati Banyuwangi Azwar Anas sudah punya datanya: 2.000 sekian. Lengkap dengan nama dan alamatnya.

Anas juga punya solusi: kirim makanan dua kali sehari. Tiap kali satu rantang berisi tiga.

Dia tahu birokrasi tak akan mungkin menanganinya. Maka dia tunjuk warung-warung terdekat.

Misalnya warung bu Fatimah. Saat saya ke warung itu rantang sedang dipersiapkan. Ada warna merah dan hijau. Untuk pengiriman sore.

Untuk makan malam. Bu Fatimah punya dua ‘loper’. Yang mengantar rantang itu. Sekaligus mengambil rantang kosong.

Setiap bulan Bu Fatimah menerima pembayaran dari Pemda. Serantang Rp 18.000. Juga bertanggungjawab atas mutu makanan.

Sore itu saya kunjungi Bu Tampani. Seorang janda. Umur 80 tahun. Punya tiga anak. Tapi semua meninggal sebelum umur dua tahun.

Suaminya, seorang nelayan, juga sudah meninggal. Lebih dari 40 tahun lalu.

Tapi fisik Bu Tampani cukup baik. Pendengarnya masih ok. Ingatannya masih segar. Bicaranya masih jelas. Tidak pikun. Tidak tremor.

Dialah salah satu penerima rantang itu. Kebetulan tetangga-tetangganya masih sering mengajak dia ngobrol.

Saya yakin ada Pemda lain yang memiliki program seperti Banyuwangi. Hanya saja saya tidak tahu.

Tapi Pemda yang melakukannya seperti tidak mendapat nama. Seolah kurang berhasil dalam menangani kemiskinan.

Meski telah tertangani, tetap saja mereka masuk kelompok miskin. Mereka tidak menjadi faktor pengurang angka kemiskinan.

Mungkin ada baiknya dilakukan begini: mereka yang sudah tertangani dari kelompok ini dikeluarkan dari angka kemiskinan. Bikinkan kategori khusus.

Mereka memang tidak mungkin dientas. Dalam pengertian dibuat kaya. Yang penting kebutuhan mereka terpenuhi.

Banyuwangi memang punya ribuan terobosan. Salah satunya pembentukan ‘smart kampung’. Anas melakukan revolusi digital mulai dari kampung.

Inilah kabupaten yang majunya sangat nyata. Dulu Banyuwangi sulit maju karena jauh dari mana-mana.

Anas bangun bandara. Kini sudah ada penerbangan langsung Jakarta-Banyuwangi. Tiga kali sehari. Juga dari Surabaya. Tak lama lagi dari Singapura dan Kualalumpur.

Banyuwangi yang bisa berbuat begini. Ekonominya tumbuh 6,7 persen. Angka yang sulit dicapai nasional. Bupati memang juga harus pabrik ide. Dan CEO yang handal.

Bahkan hal sepele pun dia perhatikan. Misalnya omongan yang bersifat tahayul. Tapi meluas. Menjadi kepercayaan umum. Merusak mental. Maklum Banyuwangi juga dikenal sebagai ibukota santet nasional. Dulu. Tidak pernah damai. Kisruh terus. Demo terus.

Masyarakat sudah sampai tingkat percaya Banyuwangi sulit maju. Kantor bupatinya saja menghadap makam besar. Taman makam pahlawan. Di halaman makam itu ada patung pedang dan tombak. Itu yang membuat kabupaten berdarah-darah.

Tentu Anas tidak percaya yang begituan. Tapi meluasnya kepercayaan seperti itu harus dibasmi. Bukan dengan khotbah atau kecaman. Tapi tindakan.

Patung senjata itu dia bongkar. Halaman makam itu dia mundurkan. Menjadi luas. Lalu dia hutankan. Dengan pohon sawit. Rapat. Rindang. Dia buat plaza di bawahnya. Dia pasangi wifi.

Kini makam itu tidak terlihat dari luar. Yang tampak adalah hutan sawit yang rimbun dan indah. Anak-anak muda berwifi ria di naungannya.

Belum cukup. Dua kanon meriam dia pasang di depan kantor kabupaten. Meriam besar. Menghadap makam. Senjata yang lebih besar untuk menangkis pedang dan tombak yang sudah tidak ada.

Sudah tujuh tahun tidak ada demo di Banyuwangi.

Bukan karena makamnya sudah ditutup hutan sawit. Tapi Anas membuat masyarakat sibuk berkarya.

Lebih 150 festival dia buat setiap tahun. Mulai dari tari ‘gandrung seribu’ sampai lari ke gunung Ijen.

Aneh sekali kalau kawasan Toba tidak bisa bangkit seperti Banyuwangi. Bandara Silangit harus bisa jadi bandara Banyuwangi. Tapi memang. Memang. Harus ada Azwar Anas di sana.

Itu pula yang membuat saya menyarankan pada bupati Sambas, Kalbar, H Atbah Romin Suhaili LC.

Saat beliau ke rumah saya. Mencari cara membangun Sambas. Yang begitu jauh. Yang bertetangga dengan Serawak.

Bangunlah bandara. Manfaatkan nilai jual tetangga: kota Singkawang.

Bekerjasamalah dengan walikota Singkawang. Jangan bersaing. Apalagi bertengkar. Hanya demi gengsi.

Begitu banyak orang ingin ke Singkawang. Apalagi saat Cap Go Meh. Atau Imlek. Atau ceng beng. Terlalu tersiksa untuk ke Singkawang. Harus lewat Pontianak.

Banyuwangi literatur hidup untuk semua itu.*** Kata mutiara kehidupan

Mencari Format Kurikulum Fakultas Peternakan di Era Digital

Dari kiri : Bambang Suharno, Budi Purnomo, Yusuf Subagyo (wakil dekan), Ismyowati (dekan), Ibnu Hari Sulistyawan (wakil dekan)
Tepat seminggu yang lalu, 29 Oktober 2017, saya menghadiri temu alumni tahunan Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang berlangsung di Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian (PPMKP), Ciawi, Bogor,

Seperti tahun-tahun sebelumnya, acara dihadiri oleh lebih dari 200 orang alumni dari berbagai daerah di Indonesia, serta utusan dari pimpinan Fakultas. Hadir juga perwakilan Keluarga Alumni Unsoed.

Melihat antusias dan kekompakan para alumni Fapet, sungguh saya bersyukur dan merasa bangga sebagai alumni Fapet Unsoed. Bersyukur bahwa saya pernah menempuh ilmu di sebuah fakultas yang sejak masa kuliah selalu kompak dan penuh kekeluargaan. Ketua Keluarga Alumni Unsoed Haiban Hajid pun pernah berujar, Kafapet Unsoed adalah keluarga alumni paling kompak dan aktif dibanding Keluarga Alumni dari fakultas lain di Unsoed.

Warna Warni Tipe Berpikir

Kemampuan membina hubungan antar manusia adalah kunci utama mencapai kebahagiaan (penelitian Harvard University).


Sejak tahun 1938 Harvard University melakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan, tentang apa yang sebenarnya membuat manusia sehat dan bahagia. Tahukah Anda, apa kesimpulan dari penelitian tersebut ? Sederhana saja kesimpulannya; good life built with good relationship. Kehidupan yang baik dibangun dengan hubungan yang baik. Itu artinya, kemampuan membina hubungan antar manusia adalah kunci utama mencapai kebahagiaan.

Ngomong-ngomong soal membina hubungan yang baik, Agus E Purwanto seorang certified trainer Emergenetics International-Asia membuka rahasia tentang cara memahami tipe berpikir manusia sebagai modal awal untuk bisa berhubungan dengan orang lain, baik di rumah, di kantor, di dalam pergaulan bisnis maupun sosial. Pada seminar yang diselenggarakan PT Gallus Indonesia Utama (Penerbit Infovet, Info Akuakultur, Cat&Dog) beberapa waktu lalu, Agus mengungkapkan, banyak orang yang gagal membina hubungan baik dengan rekan kerja bahkan dengan pasangan hidupnya, karena belum memahami ragam tipe berpikir manusia. Dengan mengenal tipe berpikir maka kita akan mudah menjalin hubungan dengan orang lain baik yang tipe berpikirnya sama maupun yang berbeda dengan kita.

Agus mengenalkan tipe berpikir manusia dengan konsep Emergenetics yang diciptakan oleh Geil Browning dari Colorado Amerika Serikat. Browning melalui lembaganya, The Browning Group International  telah membuat perubahan yang signifikan dalam kehidupan ratusan ribu orang di berbagai negara melalui konsep Emergenetics.

Menurut Browning, siapa diri kita sekarang merupakan hasil watak tertentu yang emerged (muncul) dari pengalaman kehidupan kita, ditambah genetics (ciri-ciri genetis) kita. Interaksi antara nature dan nurture ini merupakan dasar Emergenetics.
Sebelumnya kita mengenal pembagian cara berpikir otak menjadi dua, yakni otak kiri yang identik dengan cara berpikir logis dan analitis, sedangkan otak kanan adalah identik dengan cara berpikir kreatif, tidak logis dan spontan.

Melalui penelitian tipe berpikir manusia selama puluhan tahun Geil Browning akhirnya menemukan empat kuadran tipe berpikir, dimana kuadran bagian kiri terdiri dari tipe berpikir analitycal (analitis) dan struktural, sedangkan bagian kanan terdiri dari tipe sosial dan konseptual.

Mari kita cermati empat warna pikiran manusia berikut ini.

Pertama, warna berpikir biru.
Melambangkan tipe berpikir analitis. Sesuai namanya, orang yang memiliki tipe berpikir analitis akan sangat suka berpikir tentang data dan alasan-alasan logis.  Jika berdiskusi untuk mengambil keputusan, mereka akan bertanya mana datanya, apa alasan logisnya. Kelompok ini biasanya tertarik pada iklan yang di dalamnya menyebutkan informasi mengenai alasan yang logis tentang mengapa produk yang diiklankan perlu anda beli.

Kedua, warna berpikir hijau.
Menggambarkan tipe berpikir struktural. Orang yang cara berpikirnya struktural menyukai peraturan yang jelas dalam organisasi, komposisi produk, agenda kegiatan yang rapi, jadwal deadline yang jelas, Standard Operating Procedure (SOP), keputusan rapat dan sejenisnya. Kelompok ini menyukai iklan yang menampilkan komposisi sebuah produk.

Ketiga, warna berpikir merah.
Menggambarkan tipe berpikir sosial. Orang-orang yang tipe berpikir merah lebih suka mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan empati dan relasi dengan orang lain. Misalkan akan melakukan PHK terhadap karyawan, pertimbangan utamanya bukan pada tata aturan perusahaan melainkan pertimbangan bagaimana dampaknya bagi keluarga karyawan yang di-PHK. Kelompok ini mudah terpengaruh oleh iklan yang menggambarkan hubungan antar manusia. Misalkan iklan susu untuk anak dengan foto keluarga harmonis.

Keempat, tipe berpikir kuning
Menggambarkan tipe bepikir konseptual. Tipe kuning mengutamakan intuisi dan imajinasi. Mereka suka pada ide-ide baru, tentang imajinasi dan suka berbicara tentang masa depan. Mereka dengan mudah berpikir tentang impian pergi ke bulan atau berwisata ke tempat yang aneh-aneh alias di luar mainstream. Misalkan liburan ke Pulau Nusakambangan, melihat situasi sel teroris, lokasi hukuman mati teroris atau ke pulau Buru tempat tawanan PKI.

Jika Anda akan memberi hadiah pada karyawan dengan tipe ini, mereka akan senang dikasih hadiah yang unik. Kelompok ini menyukai iklan yang unik, tidak perlu menonjolkan produk. Anda pernah melihat sebuah iklan yang menggambarkan produk susu tapi gambarnya beruang dan naga? Sangat mungkin iklan ini ditujukan untuk konsumen dengan tipe berpikir konseptual. Bagi kelompok yang tipe analitis, tentu akan bertanya, “ini iklan kok nggak nyambung, tidak ada penjelasan mengapa produk itu harus saya konsumsi?”. Sementara bagi tipe konseptual, akan berkomentar ,” wow ini baru iklan kreatif”.

Dengan memahami aneka warna cara berpikir manusia, dan terlebih memahami tipe berpikir kita sendiri, maka cara berhubungan dengan orang lain akan menjadi semakin baik dan hidup menjadi lebih bahagia.

Ternyata untuk meraih kebahagiaan, bisa dimulai dengan mengenal warna warni tipe berpikir manusia.***

Training emergenetics, Hubungi Gita Organizer 021. 7829689, 7884 1279  email gallusindonesiautama@gmail.com

Antara Rambo dan Jenderal Soedirman

Tahun 1980-an, film Rambo yang dibintangi oleh Sylvester Stalone sangat terkenal dan laris manis di berbagai negara. Karena laris, film ini dibuat sekuel, Rambo 1,2 ,3, kalau nggak salah sampai 4. Tokoh ini digambarkan sebagai veteran perang Vietnam yang kecewa dengan negerinya sendiri yang tidak menghargai para prajurit yang telah menyabung nyawa di belantara perang Vietnam yang kejam. Di perang ini, AS boleh dibilang dipermalukan oleh musuh bebuyutannya saat itu yakni Uni Soviet.

Soempah Pemoeda. Satu Bahasa, Bahasa Indonesia

Hari ini 27 Oktober adalah Hari Blogger Nasional. Besok 28 Oktober adalah Hari Soempah Pemoeda.
Saya ingat satu hal tentang sumpah pemuda. Pada tahun 2003 di pameran International Poultry Expo (IPE) di Atlanta Georgia USA, saya bertemu seorang wartawan Poultry International yang pernah ke beberapa kali berkunjung ke kota penting di Indonesia antara lain Jakarta, Surabaya, Makasar, Jogya, Bali.

Dia mengaku sangat terkesan dengan Indonesia
. Dia bilang begini:

"Negara Anda sangat luar biasa. Sangat luas, berpulau-pulau, punya aneka ragam budaya, memiliki ratusan Bahasa Daerah , tapi mampu menyepakati satu Bahasa, Bahasa Indonesia. Banyak negara harus perang saudara karena ribut soal Bahasa. Tapi Indonesia bisa menyepakati satu bahasa."

Sebelumnya saya ingat sumpah pemuda tapi merasa bahwa sumpah yang ketiga itu kurang keren, biasa saja. yang hebat adalah yang pertama dan kedua, Berbangsa satu, Bangsa Indonesia, bertanah air satu Tanah air Indonesia. Sedangkan yang ketiga, "Menjunjung tinggi Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia", sepertinya biasa saja.

Sungguh Aneh Dr Marwah Daud Ibrahim

Sungguh Aneh Dr Marwah Daud Ibrahim. Seorang pakar, cendekiawan, aktivis dengan pergaulan yang luasm, tiba-tiba muncul di media sebagai sosok yang aneh, Ketua Yayasan yang didirikan Dimas Kanjeng Taat Pribadi.

Saya pernah ketemu di kantor ICMI daerah Warung Buncit Jakarta Selatan beberapa tahun lalu secara tidak sengaja, dan berkenalan. Ia waktu itu sedang sibuk dengan kegiatan training untuk generasi muda masa depan, sebuah kegiatan yang patut diacungi jempol.

Tapi tentang Yayasan Dimas Kanjeng? Hmmm sungguh bertolak belakang dengan citra yang selama ini terbentuk di publik.
Dalam beberapa wawancara di TV ia berusaha mengaitkan kepintaran Dimas kanjeng dengan ilmu lintas dimensi yang konon kini menjadi kajian ilmiah di berbagai negara. Sayangnya penjelasan itu sangat kurang memuaskan. Publik tetap melihat Dimas Kanjeng bukanlah orang yang layak dibela oleh orang sekelas Marwah Daud Ibrahim. Mudah-mudahan Bu Marwah segera menyadarinya.

Menteri Eko Sandjojo Yang Saya Kenal

Eko Putro Sandjojo
"Mas,  benarkah Eko Sandjojo yang jadi Menteri Menteri PDT (Pembangunan Daerah Tertinggal) Desa dan Transmigrasi, itu yang dulu bosnya Sierad Group?" tanya seorang eksekutif perusahaan perunggasan di tengah-tengah acara Indolivestock Expo di Jakarta Convention Center 27-19 Juli lalu.

Hari itu, 27 Juli 2016, saat acara pameran peternakan internasional di JCC baru dibuka, kabar tentang reshuffle kabinet bersliweran di media sosial dan di perbincangan antar para pengunjung dan peserta pameran. Ada tiga pertanyaan penting yang banyak bermunculan. Pertama adalah tentang sosok Eko Putro Sandjojo sebagaimana pertanyaan di awal artikel ini. Kedua, kenapa Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman kok masih bertahan (hehehe maaf pak menteri Amran, memang banyak pihak di industri peternakan yang menganggap Menteri Pertanian layak ikut di-reshuffle). Ketiga, kenapa Prof Muladno yang dikenal publik sebagai Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang berkarakter baik dan kompeten justru diberhentikan.

Eko Sandjojo bagi masyarakat perunggasan adalah tokoh yang tidak asing. Ia dikenal publik perunggasan sejak mulai berkarir di PT Indonesia Farming (Indofarm) di tahun 1990, kemudian menjadi eksekutif di Subur Group, sebuah perusahaan perunggasan terintegrasi yang melejit di era 1990an.  Berikutnya ketika terjadi krisis ekonomi 1998, ia pindah menjadi eksekutif di Sierad Group. Sempat menjadi Direktur Humpus Group kemudian balik lagi ke Sierad Group. Pada usia 30an tahun ia sudah berada di posisi top meejemen di perusahaan level nasional. Penyandang Bachelor Degree University of Kentucky 1991 ini sebelum pulang ke Indonesia, sempat berkarir di perusahaan di negeri Paman Sam. Konon ia kembali ke Indonesia atas permintaan ayahnya yang menjadi salah satu pemegang saham PT Indonesia Farming.

Di perusahaan perunggasan itulah, ia belajar agribisnis mulai dari kandang ayam. Ketika saya mewawancarainya sekitar tahun 1996, Eko menceritakan bagaimana ia mulai belajar masuk kandang, mempelajari cara kerja budidaya ayam, breeding farm, proses produksi pabrik pakan dan berbagai aspek manajemen lainnya. Dari situ ia baru bisa mendapat gambaran bagaimana strategi mengembangkan perusahaan perunggasan yang modern.

JOKOWI DAN PRABOWO; SIAPAKAH PEMIMPIN LEVEL 5?

Saat ini, media masa Indonesia sedang begitu bergairah memberitakan 2 pasangan Capres-Cawapres untuk berlaga di Pilpres yang akan berlangsung 9 Juli 2014. Sebagian masyarakat sudah yakin akan pilihannya, sebagian lagi masih bimbang mau memilih Jokowi-JK atau Prabowo-Hatta.

Memilih pemimpin bukan perkara mudah bagi sebagian orang. Ada sebagian memilih berdasarkan panutannya atau kelompoknya, ada juga yang benar-benar mencermati track recordnya.

Untuk anda yang masih belum menentukan piihan, mari kita simak,  seorang pakar bernama Jim Collins yang telah mencurahkan sebagian waktunya untuk mendalami perusahaan-perusahaan yang maju dan kepemimpinannya.

Jim dan tim risetnya meneliti 1.435 perusahaan di Amerika untuk dilihat rekam jejak 40 tahun perjalanan perusahaan. Dari perusahaan sebanyak itu, Jim  dan kawan-kawan menemukan 11 perusahaan yang dikategorikan sebagai perusahaan hebat. Sebagai contoh Walgreens, dulunya dikenal di AS sebagai perusahaan yang biasa-biasa saja. Pada tahun 1975, terjadi “keajaiban”.  Walgreens menanjak, menanjak dan terus menanjak. Saham Walgreens mengalahkan bintang teknologi Intel hampir dua kali, General Electrics dengan hampir lima kali, Coca-Cola dengan hampir delapan kali, dan pasar saham umum NASDAQ dengan hampir 15 kali.

Dari analisanya, Jim menyimpulkan ada enam elemen kunci yang menyebabkan perusahaan biasa-biasa saja kemudian dapat bertransformasi menjadi perusahaan hebat, salah satunya adalah faktor leadership (kepemimpinan). Jim menyebutkan bahwa perusahaan-perusahaan yang hebat memiliki kepemimpinan level 5, sebuah kategori kepemimpinan yang menurutnya sebagai kategori kepemimpinan terbaik.

Ya, dari analisa hasil risetnya ini Jim menyimpulkan adanya 5 level kepemimpinan yang kini menjadi referensi penting bagi siapapun yang ingin menjadi pemimpin hebat.
Menurut Jim, level pertama kepemimpinan adalah highly capable individual, yaitu kepemimpinan yang berupa  individu yang sangat produktif, terampil dan kerja bagus. Dalam kacamata saya, mereka adalah orang-orang yang cenderung memimpin diri sendiri. Orang ini kalau memimpin banyak orang cenderung pusing tujuh keliling karena melihat anak buahnya tidak seterampil dia. Orang ini sangat trampil bekerja, tapi belum tentu mampu memajukan sebuah institusi akibat cara-cara memimpinnya yang justru lebih menyibukkan diri sendiri dibanding memberdayakan orang lain.

Level kedua adalah contributing team member. Pemimpin yang masuk kategori ini adalah Individu-individu yang  bekerja efektif dalam satu group. Jelas, level ini lebih baik dari yang pertama, tapi belum cukup untuk membuat institusi  hebat. Ia hanya mampu bekerja dalam satu tim untuk suatu tugas.

Selanjutnya Level ketiga yaitu competent manager, sekelompok orang yang efektif meraih goal. Lumayanlah, kalau kita punya manajer seperti ini. Tata kelola kegiatan sudah mulai bagus, ada perencanaan, aksi dan evaluasi. Tapi yang inipun hanya mampu membuat sebuah institusi yang dia pimpin menjadi baik, bukan institusi super alias hebat.

Level keempat lebih bagus, yaitu effective leader, pemimpin yang komitmen pada tujuan sangat bagus, punya standar luar biasa. Keunggulan pemimpin ini adalah banyak orang berminat untuk menjadi pengikutnya. Mereka yang termasuk kategori effective leader mampu secara efektif merumuskan cita-cita besar perusahaan dan meyakinkan banyak orang untuk ikut berkontribusi. Sayangnya, menurut Jim, pemimpin semacam ini hanya efektif selama ia memimpin saja, setelah ia pensiun perusahaan terancam mengalami banyak kesulitan.

Nah level kelima inilah yang membuat sebuah lembaga yang biasa bisa berkembang menjadi luar biasa. Mereka disebut sebagai  good to great leader. Mereka adalah  pemimpin yang mampu membangun kejayaan, tapi dengan kombinasi kesederhaan, personal humility dan keinginan profesional yang sangat kuat. Ciri khas kepemimpinan level 5 adalah sederhana dan rendah hati. Mereka  adalah orang-orang yang tampil biasa-biasa saja. Tapi, punya kemampuan hebat dalam melakukan perubahan dari institusi  yang tadinya biasa-biasa saja menjadi institusi yang hebat.

Bedanya level 4 dengan level 5 adalah pada kemampuan regenerasi. Pemimpin level keempat, jika dia pensiun, institusi tempat ia mengabdi bisa goncang, sedangkan pemimpin level 5 sangat memperhatikan upaya agar institusi dapat berjalan lama dan terus berkembang meskipun dia sudah berhenti. Pemimpin kategori ini adalah seperti seorang panutan yang menginspirasi dan mampu membangun sistem kaderisasi yang mantap. Ia menjadi pemimpin yang rendah hati, tidak menampilkan diri sebagai pemimpin yang kuat dan ambisius, serta  tidak membuat  institusi yang dipimpin bergantung 100% pada dirinya.

Perusahaan yang masuk kategori good to great sangat fokus pada hasil, memiliki kapasitas eksekusi yang baik (good executor) dan cenderung low profile.

Sekarang, silakan Anda menilai, siapakah Capres yang masuk pemimpin kategori level 5?


INILAH PIDATO PENGUNDURAN DIRI ANAS URBANINGRUM

Setelah KPK menetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang, Jumat malam 22 februari 2013, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengundurkan diri dari posisinya. Anas Urbaningrum mengumumkan pengunduran diri dalam konferensi pers di Kantor DPP Partai Demokrat di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (23/2).

Saat menggelar konferensi pers, Anas Urbaningrum didampingi sejumlah pimpinan DPP Partai Demokrat yang juga loyalis Anas. Seperti Ketua Divisi Komunikasi Publik I Gede Pasek Suardika dan Wakil Direktur Eksekutif DPP Partai Demokrat, M. Rahmad. Anas berpidato cukup panjang. Setelah berpidato pengunduran diri dan mencopot jaket biru kebesaran Partai Demokrat, Anas mendapat pelukan dari kader-kader Partai Demokrat. Berikut isi lengkap pidato pengunduran diri Anas Urbaningrum, dikutip dari Metrotvnews 
 

Anas Urbaningrum
Assalamualaikuam warrahmatullahi wabarukatuh. Terima kasih dan selamat datang kepada rekan-rekan wartawan. Hari ini saya akan menyampaikan sikap, pikiran dan pandangan terkait status sebagai tersangka. Seperti diketahui bersama tanggal 22 Februari 2013 KPK sudah mengumumkan bahwa saya dinyatakan berstatus tersangka. Atas pengumuman KPK itu, saya menyatakan akan mengikuti proses hukum sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Karena saya masih percaya bahwa lewat proses hukum yang adil dan obyektif dan transparan, kebenaran dan keadilan bisa saya dapatkan.

Saya garis bawahi, saya masih percaya lewat proses hukum yang adil, obyektif, dan transparan berdasarkan kriteria-kriteria dan tata laksana yang memenuhi standar, saya yakin kebenaran dan keadilan masih bisa ditegakkan. Karena saya percaya negeri kita ini berdasarkan hukum dan keadilan, bukan berdasarkan prinsip kekuasaan.

Yang kedua, saudara-saudara sekalian, lewat proses hukum yang obyektif dan transparan itu saya akan melakukan pembelaan hukum sebaik-baiknya. Dan lewat proses hukum itu, berdasarkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang kredibel, saya meyakini betul sepenuh-penuhnya bahwa saya tidak terlibat di dalam proses pelanggaran hukum yang disebut sebagai proyek Hambalang itu. Ini saya tegaskan karena sekali lagi, sejak awal, saya punya keyakinan yang penuh tentang tuduhan-tuduhan yang tak berdasar itu.

Saya meyakini bahwa kebenaran dan keadilan pangkatnya lebih tinggi dari fitnah dan rekayasa. Kebenaran dan keadilan akan muncul mengalahkan fitnah dan rekayasa, sekuat apapun dibangun, sehebat apapun itu dibangun, serapi apapun itu dijalankan. Itu keyakinan saya.

Saudara-saudara sekalian, saya ingin sampaikan, sejak awal saya meyakini bahwa saya tidak akan punya status hukum di KPK. Mengapa? Karena saya yakin KPK bekerja independen, mandiri, dan profesional. Karena saya yakin KPK tidak bisa ditekan oleh opini dan hal-hal lain di luar opini, termasuk tekanan dari kekuatan-kekuatan sebesar apapun itu.

Saya baru mulai berpikir saya akan punya status hukum di KPK ketika ada semacam desakan agar KPK segera memperjelas status hukum saya. "Kalau benar katakan benar, kalau salah katakan salah." Ketika ada desakan seperti itu, saya baru mulai berpikir jangan-jangan, saya menjadi yakin, saya menjadi tersangka setelah saya dipersilakan untuk lebih fokus berkonsentrasi menghadapi masalah hukum di KPK. Ketika saya dipersilakan untuk lebih fokus menghadapi masalah hukum di KPK berarti saya sudah divonis punya status hukum yang dimaksud, yaitu tersangka.

Apalagi saya tahu, beberapa petinggi Partai Demokrat yakin betul, hakkul yakin, Anas menjadi tersangka. Rangkaian ini pasti tidak bisa dipisahkan dengan bocornya apa yang disebut sebagai sprindik (surat perintah penyidikan). Ini satu rangkaian peristiwa yang pasti tidak bisa dipisahkan. Itu satu rangkaian peristiwa yang utuh. Sama sekali terkait dengan sangat erat. Itulah faktanya, itulah rangkaian kejadiannya. Dan tidak butuh pencermatan yang terlalu canggih untuk mengetahui rangkaian itu. Bahkan masyarakat umum dengan mudah membaca dan mencermati itu.

Saudara-saudara sekalian, kalau mau ditarik agak jauh ke belakang sesungguhnya ini pasti terkait dengan Kongres Partai Demokrat. Saya tidak ingin bercerita lebih panjang. Pada waktunya saya akan bercerita lebih panjang.

Tetapi inti dari kongres itu ibarat bayi yang lahir. Anas adalah bayi yang lahir tidak diharapkan. Tentu rangkaiannya menjadi panjang. Dan rangkaian itu saya rasakan, saya alami, dan menjadi rangkaian peristiwa politik dan organisasi di Partai Demokrat. Pada titik ini, saya belum akan menyampaikan secara rinci. Tapi ada konteks yang sangat jelas menyangkut rangkaian-rangkaian peristiwa politik itu.

Saudara-saudara sekalian, ketika saya memutuskan terjun ke dunia politik dan saya masuk menjadi kader Partai Demokrat, saya sadar betul bahwa politik kadang-kadang keras dan kasar. Dalam dunia politik, tidak sulit untuk menemukan intrik, fitnah, dan serangan-serangan. Itu saya sadari sejak awal.

Dan karena itu, saya tahu persis konsekuensi-konsekuensinya. Maka saya sampaikan saya tidak akan pernah mengeluh dengan keadaan ini. Saya tidak akan pernah mengeluh tentang perkembangan situasi ini. Dan saya punya keyakinan kuat dan semangat untuk terus menghadapinya, termasuk dengan risiko dan konsekuensi. Itu hal yang lazim saja.

Saya anggap sebagai sebuah kelaziman, tidak ganjil, tidak aneh. Apalagi di dalam sistem demokrasi kita yang masih muda, termasuk Partai Demokrat yang tradisinya masih muda.

Saudara-saudara sekalian, karena saya sudah punya status hukum sebagai tersangka, meskipun saya yakin posisi tersangka itu lebih karena faktor nonhukum, tetapi saya punya standar etik pribadi. Standar itu mengatakan "kalau saya punya status hukum sebagai tersangka, maka saya akan berhenti sebagai Ketua Umum Partai Demokrat." Ini bukan soal jabatan atau posisi, ini soal standar etik.

Standar etik pribadi saya itu, Alhamdulillah cocok dengan pakta integritas yang diterapkan di Partai Demokrat. Saya sendiri di tempat ini, seminggu lalu kurang lebih, sudah menandatangani pakta integritas. Dengan atau tanpa pakta integritas pun, standar etik pribadi saya mengatakan hal seperti itu: "Saya berhenti sebagai Ketua Umum Partai Demokrat."

Terkait dengan itu, saya ingin menyampaikan terima kasih yang tulus pada kader-kader Partai Demokrat. Yang telah memberikan kepercayaan dan mandat politik kepada saya untuk memimpin Partai Demokrat sebagai Ketua Umum periode 2010-2015. Saya mohon maaf kalau saya berhenti di awal 2013. Saya tidak merencanakan untuk berhenti di tahun 2013. Sejauh perjalanan yang saya tempuh, saya jalankan, saya tunaikan, sebagai ketua umum, sepenuhnya saya bersungguh-sungguh menjalankan mandat dan amanat politik partai itu.

Tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Tentu ada capaian prestasi dan masih ada bolong-bolongnya, ada lubang-lubangnya. Tapi saya menegaskan semua itu saya jalani dengan sungguh-sungguh, serius, penuh konsentrasi karena itu bagian dari panggilan jiwa politik saya.

Alhamdulillah saya bersyukur di dalam proses menunaikan tugas kurang lebih hampir tiga tahun, dua setengah tahun lebih, semuanya saya jalankan dengan penuh kesungguhan dna konsentrasi.

Terimakasih pada kader-kader Demokrat yang selama ini sama-sama menjalankan dan menunaikan tugas sesuai dengan kewenangan, otoritas, dan tugas masing-masing. Pengurus Dewan Pimpinan Pusat, pengurus DPD, DPC, kader-kader di seluruh Indonesia, Dewan Pembina, Majelis Tinggi, Komisi Pengawas, saya sampaikan terimakasih yang selama ini bersama-sama menjalankan tugas.

Meskipun saya sudah berhenti menjadi Ketua Umum, saya akan tetap menjadi sahabat bagi kader-kader Partai Demokrat. Saya ketika melepas tentu tidak punya kewenangan organisatoris karena saya sudah lepas. Tetapi saya menjaminkan satu hal, yaitu ketulusan persahabatan dan persaudaraan. Saya jamin ketulusan itu kepada kader-kader Partai Demokrat di seluruh Indonesia, apapun nanti tugas langkah yang akan saya tempuh, termasuk saya ada di dalam atau di luar, apakah saya menjalani proses hukum, apakah proses hukum itu berjalan adil, obyektif, transparan atau tidak, saya menyatakan, menegaskan, menggarisbawahi, saya menjamin ketulusan persahabatan dan persaudaraan. Loyalitas sebagai sahabat merupakan bagian yang indah dan menyegarkan dalam dinamika politik partai yang kadang-kadang keras dan agak panas.

Karena itulah saya yakin betul, saya akan tetap berkomunikasi sebagai sahabat dengan kader-kader Partai Demokrat di seluruh Indonesia. Tidak dalam posisi sebagai Ketua Umum, tetapi sebagai teman dan sahabat.

Saya juga berharap siapapun yang nanti menjadi Ketua Umum Partai Demokrat bisa menunaikan tugas, bahkan jauh lebih baik dari apa yang sudah saya tunaikan bersama teman-teman pengurus. Saya yakin pasti akan datang ketua umum yang lebih baik. Saya percaya itu, karena sejarah selalu melahirkan pemimpin pada waktunya.

Selanjutnya, saudara-saudara sekalian, apa yang akan saya lakukan ke depan adalah tetap dalam kerangka memberikan kontribusi dan menjaga momentum bagi perbaikan peningkatan dan penyempurnaan kualitas demokrasi di Indonesia. Apapun kondisi dan keadaan saya.

Kondisi dan keadaan saya itu bukan faktor. Faktornya yang penting adalah bahwa saya akan tetap bersama-sama dalam sebuah ikhtiar untuk membuat Indonesia ke depan makin baik dan makin bagus.

Hari-hari ini dan ke depan, akan diuji pula bagaimana etika Partai Demokrat. Partai yang etikanya bersih, cerdas, dan santun. Akan diuji oleh sejarah apakah Demokrat partai yang bersih atau tidak bersih. Partai yang bersih atau korup. Akan diuji partai yang cerdas atau partai yang tidak cerdas. Partai yang solutif menawarkan gagasan cerdas dan bernas atau partai yang tidak seperti itu.

Juga diuji apakah Demokrat akan menjadi partai yang santun dan sadis. Apakah yang akan terjadi kesantunan politik atau sadisme politik? Tentu ujian itu akan berjalan sesuai dengan perkembangan waktu dan keadaan.

Tetapi yang paling penting saya garis bawahi, bahwa tidak ada kemarahan dan kebencian. Kemarahan dan kebencian itu jauh dari rumus politik yang saya anut. Dan mudah-mudahan juga dianut siapapun kader-kader Partai Demokrat.

Di atas segalanya, saya ingin menyatakan barangkali ada yang berpikir bahwa ini adalah akhir dari segalanya. Barangkali ada yang meramalkan dan menyimpulkan ini adalah akhir dari segalanya. Hari ini, saya nyatakan ini baru permulaan. Hari ini saya nyatakan ini baru sebuah awal langkah-langkah besar. Hari ini saya nyatakan ini baru halaman pertama. Masih banyak halaman-halaman berikutnya yang akan kita buka dan baca bersama. Tentu untuk kebaikan kita bersama.

Saya sekali lagi dalam kondisi apapun akan tetap berkomitmen berikhtiar memberikan sesuatu yang berharga bagi masa depan politik kita, demokrasi kita. Jadi, ini bukan tutup buku. Ini pembukaan buku halaman pertama. Saya yakin halaman-halaman berikutnya akan makin bermakna bagi kepentingan kita bersama.

Inilah saudara-saudara sekalian, beberapa hal yang ingin saya sampaikan pada kesempatan siang hari ini. Saya akan terus menjadi sahabat-sahabat kalian. Karena banyak buku yang akan kita baca bersama. Buku-buku itu jangan dipahami dalam perspektif yang ngeres, tetapi positif dan konstruktif, kebaikan dan kemaslahatan yang lebiih besar. Itulah yang menjadi titik orientasi kita.

Saya akan melepas jaket biru kebesaran, dan saya akan menjadi manusia yang bebas dan merdeka. Bukan berarti selama ini tidak bebas dan merdeka. Tapi tentu ini ada maknanya secara etik dan organisatoris. Selamat berjuang kader-kader Demokrat di seluruh Indonesia, berjuang sesuai pilihan yang merdeka. (Rrn/Dor)

sumber: Metrotvnews.
Bambang Suharno 021 70228877

Menanggapi Keluhan Marzuki Ali; Ketua DPR Tidak Bisa seperti CEO Perusahaan

Marzuki Ali
Kamis, 3 Januari 2013 Sindo Radio Jakarta 104.75 fm menyiarkan wawancara langsung dengan Ketua DPR Marzuki Ali. Saya tidak sempat mendengarkan secara utuh wawancara tersebut, namun ada hal menarik yang layak kita cermati dari orang nomor satu di DPR kita ini.

Marzuki menyampaikan "keluhannya" sebagai seorang Ketua DPR yang tidak dapat berfungsi sebagaimana CEO perusahaan. Sebagai Ketua DPR ia tidak dapat memberi sanksi kepada anggotanya karena ketua DPR bukanlah atasan mereka.
Ia memberi contoh ketika ia punya ide menjalankan training ESQ (Emotional Spiritual Quotient) untuk anggota DPR bersama tokoh ESQ Ary Ginanjar.Ary Ginanjar menyanggupi untuk mentraining ESQ selama 3 hari untuk anggota DPR secara gratis. Karena masalah teknis, Marzuki minta 2 hari saja.

Ketika ide ini dilontarkan, banyak yang tidak setuju. Akhirnya bersama Ketua DPR lain ia memutuskan agara training ini sifatnya sukarela. Anggota DPR yang berminat silakan ikut. Singkat cerita, acara dapat berlangsung dengan peserta 100an orang yang ikut, namun yang benar-benar ikut full 2 hari  hanya 30an orang.

"Inilah bedanya sebagai Ketua DPR dengan CEO perusahaan. Saya tidak dapat memberi sanksi, karena fungsi ketua DPR hanya sebagai kordinator saja," kata Marzuki.

Begitulah Marzuki Ali. Saya tertarik untuk mengomentari keluhan Ketua DPR yang sangat terhormat karena sebelumnya saya juga mendengar keluhan serupa ketika ia diwawancarai sebuah stasiun TV. Intinya ia mengatakan, "saya kan sebagai Ketua DPR tidak dapat berbuat banyak, karena saya bukan atasan mereka".

Saya perlu mencatat beberapa hal terhadap pernyataan Marzuki Ali sesuai pemahaman saya mengenai leadership dan manajemen. Saya kurang begitu kenal siapa Marzuki Ali sebelum jadi ketua DPR. Kabarnya ia eksekutif perusahaan. Yang saya tahu, ia bukan berlatar belakang seorang pemimpin organisasi sekelas Akbar Tanjung yang matang di Golkar, atau Gus Dur di NU dan PKB ataupun Amien Rais di Muhammadiyah dan PAN.

Dengan begitu saya jadi maklum terhadap pernyataan Marzuki Ali. Siapapun tahu bahwa Ketua DPR memimpin ratusan orang dari berbagai latar belakang. Ia lebih banyak berperan sebagai ketua Sidang sebagaimana Ketua Sidang PBB. Juga tak jauh berbeda dengan pimpinan sidang di kongress ormas dan organisasi politik. Leadership sebuah lembaga terhormat sekelas DPR adalah kepemimpinan rapat tingkat nasional yang hasilnya akan berdampak ke seluruh rakyat Indonesia. Namun tetap hakekat leadership adalah soal visi misi untuk membangun arah tujuan yang sama dan memotivasi anggota untuk bersama-sama menuju visi yang disepakati.  So, dengan demikian yang dibutuhkan Marzuki adalah kemampuan mengelola sidang. Terus terang saya belum melihat kehebatan Marzuki dalam memimpin sidang. Untuk itu menurut saya lebih baik Marzuki terus meningkatkan kapabilitas lobby dan negosiasi dengan lintas partai dan lintas fraksi. Dan sebagai pemimpin, sebaiknya pantang mengeluh di muka publik termasuk wawancara di radio.

Pernyataan di radio tadi pagi adalah keluhan yang menurut hemat saya sangat tidak layak bagi seorang Ketua DPR. Seandainya saya penyiar radio, saya akan langsung bertanya," bukankah anda tahu sebelumnya bahwa menjadi Ketua DPR memang berbeda dengan manager atau direksi perusahaan?" Bukankah tugas anda yang utama adalah sebagai pemimpin bukan manager?

Ketua DPR sepemahaman saya memang bukan manager atau CEO yang tugasnya menegur, memberi sanksi, memecat dan merekrut anggota tim. Apakah Marzuki ingin seperti itu? Bukankah itu akan merendahkan derajatnya sebagai Ketua Umum Dewan yang sangat terhormat di negeri ini?

Maafkan saya Pak Marzuki, saya harus katakan bahwa anda perlu mendalami soal leadership dan manajerial. Dua hal yang sangat berbeda tapi sering campur aduk. Dua hal yang harus ada dan bersinergi untuk mengembangkan institusi manapun, baik lembaga politik, DPR maupun korporasi.

Bagaimana pendapat anda?

Bambang Suharno