Seorang mahasiswa yang menjadi pendiri dan
pembina sebuah Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) di sebuah SMA swasta di Purwokerto
Jawa Tengah sedang mengalami ujian berat. Ia bersama anak buahnya sudah
terlanjur merencanakan kegiatan besar berupa seminar akbar tentang pangan dan gizi dalam rangka Hari Pendidikan Nasional. Untuk ukuran sebuah sekolah yang baru
meluluskan siswa 2 kali, kegiatan itu dianggap terlalu ambisius. Apalagi modal
kegiatan ini hanyalah dukungan dari Kepala Sekolah dan siswa anggota KIR
tersebut, serta dukungan seorang dokter dan ahli nutrisi yang siap jadi
pembicara tanpa perlu dikasih honor. Tak ada dana sepeserpun untuk kegiatan
itu.
Ia bersama para siswa menghadap kepala dinas
pendidikan, kepala yayasan pemilik sekolah, beberapa perusahaan dan tokoh
masyarakat. Namun menjelang jadwal yang ditentukan, hanya 1 perusahaan kecil
yang bersedia mendukung pencetakan brosur dan makalah. Sampai 2 minggu
menjelang acara, belum ada dukungan yang sesuai harapan. Ada pemikiran untuk dibatalkan
saja, tapi kepala sekolah mengatakan, “tidak mungkin, ini kegiatan yang baik,
harusnya banyak yang mendukung”.
Suasana benar-benar kritis. Tiba-tiba muncul
gagasan mencetak kaos berlogo kelompok ilmiah remaja untuk dijual ke para siswa
dan guru. Gagasan ini langsung diimplementasikan. Hasilnya mulai tampak. Hari
berikutnya ada kabar dari pengelola gedung pertemuan bahwa usulan menggunakan
gedung secara gratis diterima. Pada hari yang sama ada surat tembusan dari
Dinas Pendidikan yang mengimbau kepada sekolah di beberapa kabupaten untuk
mengirimkan siswanya mengikuti seminar. Dua hari itu panitia sibuk menerima
pendaftaran peserta. Keajaiban tiba-tiba muncul.
Hari selanjutnya, diperoleh kabar bahwa
ibu-ibu yayasan pemilik sekolah akan menyumbangkan konsumsi untuk semua peserta
seminar. Ibu Dharma Wanita dan pengurus Posyandu ikut membantu mengundang anggotanya untuk ikut
seminar. Seorang wartawan lokal siap akan membawa teman-temannya untuk ikut
meliput kegiatan seminar.
Menakjubkan, acara berjalan sukses, peserta
membludak sampai 300an orang. Bahkan
kegiatannya dimuat di media terkemuka di Jawa tengah, Yogyakarta, RRI dan satu majalah nasional. Sungguh aneh,
dalam kondisi kritis ada saja jalan keluar. Bukan hanya itu, seminar ini tak
hanya mengangkat reputasi SMA, tapi juga anak-anak anggota memiliki kepercayaan
diri bersaing dengan SMA negeri. Hasil yang tak kalah menyenangkan, para
anggota bersama-sama mengadakan studi tour dengan menggunakan dana hasil
seminar itu. Yang lebih menyenangkan lagi adalah bahwa ternyata mahasiswa itu
adalah saya sendiri, di tahun 1989.
Ini adalah fenomena Mestakung, kata Yohanes
Surya. Mestakung singkatan dari Semesta Mendukung. Menurutnya, dalam kondisi
kritis, manusia dapat melakukan banyak hal yang jauh di atas kemampuan normal.
Umpamanya, saat dikejar seekor anjing galak, seorang anak dapat lari 2 kali
lebih cepat dari biasanya. Seorang ibu bisa memiliki keberanian menerobos
kobaran api untuk menyelamatkan anaknya dari kebakaran rumah. Para prajurit
Indonesia yang melawan penjajah, mampu berjalan ratusan kilometer dengan
kondisi perut lapar.
Sebuah eksperimen fisika menunjukan, pada tekanan sekitar
218 tekanan udara normal dan suhu 374 derajat celcius, air berada pada kondisi
kritis. Pada kondisi ini wujud air tidak bisa dibedakan antara cair dan gas.
Jika sistem ini diganggu sedikit saja (misal dengan menaikan suhu sedikit
saja), secara serentak, seluruh molekul mengatur dirinya merubah wujud air
menjadi gas. Mestakung mengubah
kondisi kritis, mengubah air menjadi gas dalam seketika. “Dalam fisika kejadian
ini disebut fenomena kritis (critical
phenomena),” kata Surya. Untuk Anda ketahui, Prof Yohanes Surya adalah ahli
fisika yang berhasil membawa pelajar Indonesia juara olimpiade fisika.
Alam semesta,
kata Surya, telah didesain oleh Sang Pencipta sedemikian rupa sehingga mampu
membantu kita keluar dari kondisi-kondisi kritis. Semesta mempunyai cara-cara
yang unik (melalui self organizing atau
pengaturan diri) untuk membantu kita melewati masa-masa sulit ini. “Jangan
takut dengan keadaan kritis, bahkan untuk mencapai sukses, anda harus berani
menciptakan keadaan kritis. Alam semesta selalu mendukung siapapun yang ingin
melepaskan diri dari kondisi kritis,”kata Yohanes Surya.
Mestakung terjadi dimana-mana. Pasir mengatur diri ketika dituangkan ke atas lantai. Mula-mula pasir membentuk satu bukit. Tapi ketika bukit pasir mencapai ketinggian tertentu yang kita namakan ketinggian kritis, pasir yang jatuh mulai mengatur diri. Mereka menempati posisi-posisi sedemikian sehingga kemiringan bukit tetap sama.
Angsa-angsa yang bermigrasi berada pada kondisi kritis (lingkungan tidak sesuai lagi untuk hidup mereka), secara alamiah akan bermestakung. Mereka akan mengatur dirinya, terbang membentuk formasi huruf V. Dalam formasi ini angsa dapat terbang ribuan kilometer tanpa terlalu lelah.
Saya meyakini, para pembaca pasti pernah mengalami kejadian “lolos dari kondisi kritis”. Kejadian ini bisa berupa keberanian menyatakan “tidak” pada orang yang paling ditakuti, keberhasilan menjadi panitia tujuhbelasan, keberanian menghadapi calon mertua, atau apapun, dimana saat itu anda dalam kondisi kritis dan mampu melewatinya dengan sangat baik. Kejadian tersebut sangat pantas menjadi sumber motivasi ketika suatu saat menghadapi hal serupa.
Mestakung terjadi dimana-mana. Pasir mengatur diri ketika dituangkan ke atas lantai. Mula-mula pasir membentuk satu bukit. Tapi ketika bukit pasir mencapai ketinggian tertentu yang kita namakan ketinggian kritis, pasir yang jatuh mulai mengatur diri. Mereka menempati posisi-posisi sedemikian sehingga kemiringan bukit tetap sama.
Angsa-angsa yang bermigrasi berada pada kondisi kritis (lingkungan tidak sesuai lagi untuk hidup mereka), secara alamiah akan bermestakung. Mereka akan mengatur dirinya, terbang membentuk formasi huruf V. Dalam formasi ini angsa dapat terbang ribuan kilometer tanpa terlalu lelah.
Saya meyakini, para pembaca pasti pernah mengalami kejadian “lolos dari kondisi kritis”. Kejadian ini bisa berupa keberanian menyatakan “tidak” pada orang yang paling ditakuti, keberhasilan menjadi panitia tujuhbelasan, keberanian menghadapi calon mertua, atau apapun, dimana saat itu anda dalam kondisi kritis dan mampu melewatinya dengan sangat baik. Kejadian tersebut sangat pantas menjadi sumber motivasi ketika suatu saat menghadapi hal serupa.
Ketika suatu
hari Anda merasa terjepit suatu masalah berat, ingatlah kejadian mestakung masa
lalu. Anda akan mendapatkan energi baru untuk bangkit dan sukses. ***
Bambang Suharno
Artikel ini dikutip dari buku "Jangan Pulang Sebelum Menang" karya Bambang Suharno.
bambangsuharno@gmail.com
Artikel ini dikutip dari buku "Jangan Pulang Sebelum Menang" karya Bambang Suharno.
bambangsuharno@gmail.com