Dalam dunia kompetisi termasuk di dunia olah raga, sang pemenang adalah bintang yang
senantiasa dijadikan teladan dan idola bagi
masyarakat. Mereka adalah simbol kerja keras, simbol pantang menyerah
dan simbol kesuksesan. Itu hal
yang lumrah.
Hal yang berbeda
terjadi di arena olimpiade
bulan oktober 1968.
Seorang pelari yang kalah, bahkan menjadi pelari “paling
lambat” di kelasnya dibanding para pesaingnya, justru menjadi inspirator keberhasilan
bagi dunia. Waktu itu
berlangsung nomor lomba lari marathon di stadion olimpiade Mexico City. Lebih dari satu jam sebelumnya pelari Ethiopia Mamo Wolde sudah mencapai garis finish dan
sudah disahkan sebagai juara,
tapi sebagian penonton masih setia menunggu pelari terakhir asal
tanzania yang bernama John
Stephen Akhwari. Hari mulai gelap dan dingin.
Saat yang dinanti-nanti penonton olimpiade itu akhirnya
tiba. John lari terhuyung-huyung
mencapai garis finish
dalam kondisi kaki berdarah akibat luka. Orang bersorak-sorai
dan bertepuk tangan
melihat semangat John untuk tetap menyelesaikan pertandingan itu. Sebagian
penonton tak kuasa menitikan air mata.
Di arena ini, meski Juara olimpiade Mamo Wolde, tapi John Stephen Akhwari tak kalah
populer. Bukan karena ia berada di paling belakang, melainkan karena
kegigihannya untuk mencapai garis finish dengan keadaan berdarah-darah (dalam
arti sebenarnya). Ia disanjung seperti pahlawan perang yang tetap maju melawan
musuh sampai titik darah penghabisan.
Wartawan mengerubuti John dan sudah pasti pertanyaannya
adalah “Mengapa John yang sudah pasti kalah dan dalam keadaan berdarah-darah
tetap menyelesaikan lari hingga garis finish?”
Dengan peluh di sekujur tubuh dan luka yang berdarah, John
menjawab, "Negara
saya tidak mengirim saya untuk mendapat medali, melainkan untuk menyelesaikan pertandingan"
***
Inspirasi kesuksesan rupanya bukan hanya datang dari kemenangan,
begitu kesimpulan saya membaca cerita di atas. Memang benar kemenangan adalah
tujuan, dan untuk itulah ada “sejuta teknik” meraih kemenangan. Sejuta teknik
ini tatkala dilaksanakan tidaklah selalu berjalan mulus. Seperti kita mau
melakukan perjalanan jauh. Meskipun sudah dipersiapkan segala sesuatunya, kita
tidak dapat memastikan semuanya dapat berjalan dengan lancar. Bisa saja terjadi
ban kempes di jalan sepi di tengah malam. Atau bisa saja kehilangan barang
ketika istirahat. Itu semua harus disikapi dengan sikap terbaik. Rintangan
dalam perjalanan hidup ini juga begitu aneka rupa dan tidak mudah untuk
ditebak. Dalam berbisnis, kita berupaya menggali bermacam ilmu agar produk laku
di pasaran. Itu juga tidak menjamin barang tersebut langsung laris manis.
Kadang ada proses benturan dinding yang memusingkan kepala entah itu penolakan
oleh agen, distribusi tidak lancar ataupun penyebab lainnya.
Untunglah, lingkungan kita tidak melupakan orang-orang
yang bekerja keras dan tuntas meski belum menghasilkan medali kejuaraan. Coba
kita ingat di sekitar kita. Tak sedikit seorang tokoh organisasi yang kalah
dalam pemilihan ketua umum, justru mendapat pujian hebat lantaran ia segera
mengakui kekalahan dan mendukung program-program pesaingnya yang kini jadi pemenang.
Pimpinan yang kalah ini membuat masyarakat sangat menghargainya.
Demikian pula halnya dengan John Stephen Akhwari yang tidak
memenangkan nomor lari marathon, namun menunjukan kegigihan untuk menyelesaikan
pertandingan. Ia menjadi simbol kegigihan menjalankan tugas hingga tuntas.
John C Maxwell dalam bukunya The Success Journey mengatakan dalam hidup ini tujuan kita adalah menyelesaikan
pertandingan, dengan melakukan
yang terbaik yang bisa kita lakukan.
Maxwell mengatakan, John
Stephen Akhwari adalah orang
yang tetap konsisten dalam memandang tujuan. Ia menggunakan istilah “berfokus
pada gambar besarnya”. Gambar besar di sini adalah menyelesaikan pertandingan,
bukan “meraih medali”. Jika pelari Tanzania ini
fokus pada perolehan medali semata, maka dengan kondisi kaki terluka dan
berdarah, ia memilih untuk berhenti di tengah jalan. Buat apa meneruskan,
bukankah sudah jelas ia tak mungkin dapat medali di kejuaraan olimpiade ini?
Pelari
ini juga tidak mencari-cari alasan untuk berhenti di tengah jalan meski ia
berhak untuk melakukannya. “Sembilan puluh sembilan persen kegagalan datang
dari orang yang mempunyai kebiasaan membuat alasan,” demikian kata George
Washington Carver. Orang-orang yang sulit meraih sukses, umumnya pintar membuat
alasan atas kekurangberhasilan yang mereka peroleh. Sebaliknya orang sukses
tidak suka mencari-cari alasan atas kegagalannya meskipun ia berhak untuk
melakukannya.
Dari
kisah John Stephen Akhwari, saya lebih paham arti sebuah kegigihan dalam menyelesaikan kompetisi hidup.
Bahwa kegagalan bukanlah peristiwa yang memalukan, buktinya
John menjadi simbol orang sukses di dalam peristiwa “kegagalannya”. ***Bambang Suharno.
Masih tersedia buku kumpulan artikel
motivasi dan refleksi “Jangan Pulang Sebelum Menang” karya Bambang Suharno.
Dapatkan di Gramedia, atau pesan ke GitaPustaka, telp: 021.7884 1279.