Eko Putro Sandjojo |
Hari itu, 27 Juli 2016, saat acara pameran peternakan internasional di JCC baru dibuka, kabar tentang reshuffle kabinet bersliweran di media sosial dan di perbincangan antar para pengunjung dan peserta pameran. Ada tiga pertanyaan penting yang banyak bermunculan. Pertama adalah tentang sosok Eko Putro Sandjojo sebagaimana pertanyaan di awal artikel ini. Kedua, kenapa Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman kok masih bertahan (hehehe maaf pak menteri Amran, memang banyak pihak di industri peternakan yang menganggap Menteri Pertanian layak ikut di-reshuffle). Ketiga, kenapa Prof Muladno yang dikenal publik sebagai Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang berkarakter baik dan kompeten justru diberhentikan.
Eko Sandjojo bagi masyarakat perunggasan adalah tokoh yang tidak asing. Ia dikenal publik perunggasan sejak mulai berkarir di PT Indonesia Farming (Indofarm) di tahun 1990, kemudian menjadi eksekutif di Subur Group, sebuah perusahaan perunggasan terintegrasi yang melejit di era 1990an. Berikutnya ketika terjadi krisis ekonomi 1998, ia pindah menjadi eksekutif di Sierad Group. Sempat menjadi Direktur Humpus Group kemudian balik lagi ke Sierad Group. Pada usia 30an tahun ia sudah berada di posisi top meejemen di perusahaan level nasional. Penyandang Bachelor Degree University of Kentucky 1991 ini sebelum pulang ke Indonesia, sempat berkarir di perusahaan di negeri Paman Sam. Konon ia kembali ke Indonesia atas permintaan ayahnya yang menjadi salah satu pemegang saham PT Indonesia Farming.
Di perusahaan perunggasan itulah, ia belajar agribisnis mulai dari kandang ayam. Ketika saya mewawancarainya sekitar tahun 1996, Eko menceritakan bagaimana ia mulai belajar masuk kandang, mempelajari cara kerja budidaya ayam, breeding farm, proses produksi pabrik pakan dan berbagai aspek manajemen lainnya. Dari situ ia baru bisa mendapat gambaran bagaimana strategi mengembangkan perusahaan perunggasan yang modern.
Kepiawaiannya dalam memimpin perusahaan dan gagasan-gagasannya yang cerdas untuk kepentingan perunggasan nasional, membuat ia dipercaya memimpin asosisasi perunggasan. Ia pernah menjadi Ketua GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas) dan GAPPI (Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia). Di asosiasi ini ia dikenal memiliki kemampuan menjembatani kepentingan pengusaha, pemerintah maupun peternak.
"Kalau di usaha tanaman padi ada Bulog yang berperan menstabilkan harga, mestinya di usaha ayam juga sangat diperlukan, karena daging ayam cepat rusak, produksinya cepat dan masal. Diperlukan manajemen logistik yang bagus, agar harga ayam tudak terlalu fluktuatif," kata Eko dalam sebuah forum diskusi antar pelaku perunggasan. Hingga saat ini masalah utama perunggasan khususnya ayam pedaging, adalah soal fluktuasi harga yang sangat tajam. Belum ada solusi permanen untuk mengatasi masalah ini. Gagasan Bulog perunggasan yang dilontar Eko Sandjojo meski banyak didukung pemangku kepentingan, hingga kini belum dapat terealisir. Salah satu alasannya, biaya menyimpan daging ayam sangat mahal. Pemerintah belum punya dana. (Alasan klasik yang biasa saya dengar)
Di tengah kesibukannya sebagai eksekutif perusahaan, ia juga aktif di partai politik sejak era reformasi, yakni di PKB. Di group Sierad, saya mengenal 2 orang yang aktif di partai, yakni Eko Sandjojo dan Ketut Tastra Sukata. Di kalangan perunggasan, umumnya masyarakat kurang begitu tahu bahwa Eko aktif di partai. Sedangkan Ketut sudah tampak aktif di Partai sempat berpindah-pindah dari PDIP, Partai pelopor dan kini di Partai Hanura.
Suatu hari di tahun 2000an saya sempat diundang makan siang oleh seorang staf ahli Menteri Pertanian. di situ ada pengurus PKB dan juga hadir Eko Sandjojo. Diskusi berlangsung akrab, membahas perunggasan dan pertanian. Gagasan-gagasan Eko Sandjojo tampak sangat memikat beberapa peserta diskusi. Seorang pengurus PKB waktu itu berkomentar "wah saya baru tahu Pak Eko begitu cerdas dan menguasai masalah pertanian. Soalnya di PKB saya jarang melihat Pak Eko berbicara" . Peserta diskusi yang kurang dari 10 orang itu tertawa dan bertepuk tangan.
Pernah pula Eko diundang berbicara di forum leadership Partai Hanura dimana Ketua Partai Hanura Jenderal Wiranto ikut aktif di dalam forum tersebut. Waktu itu diskusi dipimpin oleh Ketut Tastra Sukata, seorang dokter hewan yang juga petinggi di partai Hanura, yang juga aktif di Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). Eko menyampaikan pernyataan menarik.
"Pak Wiranto jika Bapak memimpin negeri ini, saya mau kasih usulan program 100 hari pertama di bidang pertanian. Yang paling mudah dan berdampak besar adalah menanam jagung. Dalam 100 hari sudah panen dan sangat membantu peternak, karena masalah utama di peternakan adalah kekurangan jagung," kata eko, disambut tepuk tangan hadirin. Eko lantas menjelaskan bagaimana perkembangan bisnis unggas, jumlah tenaga yang terserap, dampak ekonominya yang luas, penyediaan protein yang murah dan sebagainya, dimana para peserta yang sebagian besar bukan orang pertanian, sangat terkagum-kagum dengan penjelasannya yang gamblang. Mereka umumnya baru tahu bahwa perunggasan adalah bisnis yang sangat besar dan berkembang pesat.
Dalam perjalanan karirnya kemudian, Eko tampaknya semakin melejit baik di bisnis maupun di politik. Nama Eko tidak asing di lingkaran Presiden Jokowi. Ketua Dewan Pimpinan Pusat PKB ini adalah Deputi Tim Transisi Jokowi. Dia juga membawahi kelompok kerja di bidang perdagangan domestik, peningkatan ekspor, ekonomi kreatif, dan percepatan ekonomi di Papua.
Menurut sebuah sumber, penunjukan Eko sebagai sebagai Menteri PDT Desa dan Transmigrasi menggantikan Marwan Jafar, dilatari posisi Eko yang pernah menjabat sebagai Ketua Tim Asistensi Menakertrans Tahun Anggaran 2010.
Eko yang sudah matang di dunia bisnis dan politik mudah-mudahan dapat menjalankan amanah sebagai Menteri PDT Desa dan Transmigrasi dengan baik. Saat ini sedang gencar disosialisasikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dimana setiap desa menerima dana 1 miliar per tahun, salah satunya untuk mengembangkan BUMDes. Di sebuah diskusi yang saya ikuti beberapa waktu lalu mengenai BUMdes, banyak kepala desa yang masih bingung mau diapakan dana untuk BUMDes ini. Usaha apa yang cocok? Apa harus berbentuk PT atau Koperasi? Ada beberapa desa yang berhasil mengembangkan BUMDes dengan sukses, namun tak sedikit yang masih bingung mulainya dari mana.
Pengalaman Eko di dunia bisnis , diharapkan dapat menggerakan Bumdes menjadi lembaga profesional yang mensejahterakan masyarakat Desa.
Selamat bekerja Pak Eko Sandjojo. Semoga sukses. Aaamiin.
0 Comments:
Posting Komentar