Ingin tahu bagaimana rahasia meraih keberuntungan? Cobalah buka mesin pencari google di internet, dan ketiklah kata keberuntungan. Bukan main, ada begitu banyak informasi mengenai keberuntungan. Ini pertanda bahwa banyak orang mencari informasi keberuntungan, baik yang logis maupun tidak logis.
Di internet ada informasi yang menawarkan perhitungan angka keberuntungan melalui primbon, banyak pula juga petuah bijak perihal keberuntungan, ada diskusi keberuntungan VS kesialan. Dan di antara semua itu, yang paling populer adalah kegiatan Prof Richard Wiseman dari University of Hertfordshire Inggris. Dia adalah pakar yang sangat terkenal atas karyanya mengenai keberuntungan. Salah satu bukunya berjudul Luck Factor.
Di internet ada informasi yang menawarkan perhitungan angka keberuntungan melalui primbon, banyak pula juga petuah bijak perihal keberuntungan, ada diskusi keberuntungan VS kesialan. Dan di antara semua itu, yang paling populer adalah kegiatan Prof Richard Wiseman dari University of Hertfordshire Inggris. Dia adalah pakar yang sangat terkenal atas karyanya mengenai keberuntungan. Salah satu bukunya berjudul Luck Factor.
Professor ini rupanya menyadari bahwa masyarakat haus akan informasi mengenai keberuntungan. Dan hebatnya, dia memberanikan diri untuk meneliti bagaimana perbedaan orang yang beruntung dan orang sial alias malang. Dari penelitian ini, kemudian ia mendirikan sekolah keberuntungan (luck school). Muridnya adalah orang-orang yang sering merasa dirinya sial dalam hidup. Ada-ada saja profesor yang satu ini!
Di Indonesia, hasil karya Wiseman menjadi referensi penting oleh penulis-penulis motivasi Indonesia, antara lain Bong Chandra, Ahmad Faiz dan Fauzirahmanto. Penelitian Wiseman yang terkenal adalah ketika dia merekrut sekelompok orang yang merasa hidupnya selalu untung (si untung), dan sekelompok lain yang hidupnya selalu sial (si malang). Dari sini dia dapat menyimpulkan bahwa ternyata dalam kehidupan sehari-hari si untung melakukan respon yang berbeda dengan si malang terhadap segala sesuatu yang dialaminya. Respon itulah yang menyebabkan dia beruntung atau sebaliknya.
Misalnya, dalam salah satu penelitian, Wiseman memberikan tugas untuk menghitung berapa jumlah foto dalam koran yang dibagikan kepada dua kelompok tadi. Orang-orang dari kelompok si Malang memerlukan waktu rata-rata 2 menit untuk menyelesaikan tugas ini. Sementara kelompok si Untung hanya perlu beberapa detik saja!
Ya, karena pada halaman ke dua Wiseman telah meletakkan tulisan yang tidak kecil berbunyi “berhenti menghitung sekarang! ada 43 gambar di koran ini”. Kelompok si Malang melewatkan tulisan ini ketika asyik menghitung gambar, bahkan tak percaya dengan kalimat itu. Memang benar-benar sial.
Singkat kata, selanjutnya Wiseman menemukan 4 faktor yang membedakan si untung dan si malang.
Pertama, lebih terbuka terhadap peluang. Si Untung lebih peka terhadap adanya peluang, pandai menciptakan peluang, dan bertindak ketika peluang datang. Si Untung juga memiliki sikap yang lebih rileks dan terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru. Mereka lebih terbuka terhadap interaksi dengan orang-orang yang baru dikenal. Si Malang lebih tegang sehingga tertutup terhadap kemungkinan-kemungkinan baru.
Sebagai contoh, ketika Barnett Helzberg seorang pemilik toko permata di New York hendak menjual toko permatanya, tanpa disengaja sewaktu berjalan di depan Plaza Hotel, dia mendengar seorang wanita memanggil pria di sebelahnya: “Mr. Buffet!”
Ini hanya kejadian sekilas yang mungkin akan dilewatkan kebanyakan orang yang kurang beruntung. Tapi Helzber secara reflek berpikir, mungkin pria di sebelahnya adalah Warren Buffet, salah seorang investor terbesar di Amerika. Maka Helzberg langsung menyapa pria itu, siapa tahu ia memang Warren Buffet. Ternyata betul! Perkenalan pun terjadi dan setahun kemudian Buffet membeli jaringan toko permata milik Helzberg. Oh, Barnett betul-betul beruntung!
Kedua, Si Untung bisa mengambil keputusan yang baik tanpa berpikir panjang. Mereka pandai menggunakan intuisi, sepertinya tahu kapan mengambil keputusan yang baik dan kepada siapa ia harus percaya atau tidak percaya. Sementara sebaliknya, si Malang justru cenderung berpikir rumit dan ragu mengambil keputusan.
Bagi si Untung, analisa angka-angka sangat membantu, tapi final decision umumnya berasal dari intuisi yang baik. Yang barangkali sulit bagi si Malang adalah bisikan hati nurani tadi akan kurang bisa didengar jika otak pusing dengan penalaran yang tak berkesudahan. Makanya Si Untung umumnya memiliki metoda untuk mempertajam intuisi mereka, misalnya melalui meditasi yang teratur. Pada kondisi mental yang tenang, dan pikiran yang jernih, intuisi akan lebih mudah diakses. Dan makin sering digunakan, intuisi akan semakin tajam.
Ketiga, selalu berpikiran baik bahwa kebaikan pasti datang. Si Untung selalu ge-er terhadap kehidupan. Mereka berprasangka baik bahwa kebaikan akan datang kepadanya. Dengan sikap mental demikian, mereka lebih tahan terhadap ujian, dan lebih positif dalam berinteraksi dengan orang lain. Coba saja kita tanya ke si Untung, bagaimana prospek bisnis tahun depan. Seberapa beratpun situasinya, si Untung akan menceritakan optimisme dan harapan. Hal sebaliknya kalau kita tanya ke si Malang. Ia akan bicara tentang kesulitan dan ancaman kesengsaraan. Yah, namanya juga si Malang.
Keempat, mengubah hal yang buruk menjadi baik. Si Untung selalu bijak dalam menghadapi situasi buruk, lantas merubahnya menjadi kebaikan. Bagi mereka setiap situasi selalu ada sisi baiknya. Dalam salah satu tes nya Prof Wiseman meminta peserta untuk membayangkan sedang pergi ke bank dan tiba-tiba bank tersebut diserbu kawanan perampok bersenjata. Dan peserta diminta mengutarakan reaksi mereka. Reaksi si Malang adalah: “wah sial bener ada di tengah-tengah perampokan begitu”. Sementara reaksi Si Untung, misalnya adalah, “ini sejarah hidup yang tak terlupakan, saya bisa menuliskan pengalaman saya untuk media”. Apapun situasinya si Untung pokoknya untung terus.
Sementara si malang hanya bisa menggerutu dan meratap ketika menghadapi sebuah kejadian buruk.
Ada cara untuk merubah si Malang menjadi si Untung, yaitu dengan menjadi murid Prof Wiseman di Luck School. Di sekolah ini Wiseman memberikan tugas ke si Malang untuk membuat Luck Diary, buku harian keberuntungan. Setiap hari, si Malang harus mencatat hal-hal positif atau keberuntungan yang terjadi.
Mereka dilarang keras menuliskan kesialan mereka. Awalnya terjadi kesulitan, tapi begitu mereka bisa menuliskan satu keberuntungan, hari berikutnya semakin mudah dan semakin banyak keberuntungan yg mereka tuliskan.
Ya, seperti juga kata motivator dunia Anthony Robbin, kita adalah sutradara bagi kehidupan kita sendiri. Semakin positif kita bereaksi, semakin baik pula jalan kehidupan kita. Demikian halnya dengan hukum pikiran Law of Attraction (Rhonda Byrne), bahwa segala hal yang terjadi berawal dari pikiran kita. Tak jauh beda pula dengan kata pak Ustad, semakin kita pandai menyukuri nikmat yang kita terima, Tuhan akan menambah (keberuntungan) lebih banyak lagi.
Tinggal pilih, Anda mau jadi Si Untung atau Si Malang?***
Bambang Suharno
ok siip
BalasHapusTekasih
BalasHapus