MUTIARA KEHIDUPAN

header ads

Sikapmu Menentukan Kesuksesanmu

Teruslah belajar, bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan teknis, tapi agar bisa memiliki sikap yang lebih baik.

Jalan-jalan di kota Teknologi Shenzen, China

Perjalanan ke kota Teknologi Shenzen, China, 1 Mei 2019 dalam rangka Shenzen International Pet Fair.

Launching buku Menggali Berlian di Surabaya

Buku Menggali Berlian di Kebun Sendiri karya Bambang Suharno diluncurkan di acara Grand City Convex Surabaya, di tengah acara pameran internasional Indolivestock Expo.

Meraih sukses

Jika sukses harus diraih dengan kerja keras banting tulang siang malam, itu namanya sukses dengan mesin manual. Anda perlu belajar meraih sukses dengan mekanisme sukses otomatis (Suksesmatic.com).

Pengalaman Naik Kereta TGV di Perancis

Perjalanan ke Rennes Perancis dalam rangka menghadiri pameran internasional, naik kereta TGV dari Paris ke Rennes.

Tampilkan postingan dengan label kiat meraih keberuntungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kiat meraih keberuntungan. Tampilkan semua postingan

Beruntung dengan Ilmu Langit


Segala sesuatu di dunia ini terjadi karena keberuntungan “atas izin Tuhan”

Jika kita bekerja keras dan berhasil meraih target, kita mengatakan bahwa kita berhasil alias sukses. Jika kita bekerja biasa saja tapi mendapatkan suatu prestasi yang luar biasa, kita mengatakan itu faktor keberuntungan. Jika kita lahir keluarga kaya raya, itu disebut keberuntungan.
Apakah yang anda capai hari itu sebuah keberhasilan atau keberuntungan? Percayakah Anda pada faktor keberuntungan? Arvan Pradhiansyah , penulis buku The 7 Law of Happiness, baru-baru ini mendiskusikan perihal keberuntungan dan kesuksesan di radio Smart FM Jakarta, dengan kajian yang cukup menarik.
Ia mengatakan, ada tiga cara pandang (paradigma) manusia  mengenai keberuntungan. Ketiga paradigma ini dapat menggambarkan evolusi pemikiran manusia mengenai keberuntungan itu sendiri.
Paradigma tingkat pertama mengatakan, semua terjadi karena keberuntungan. Orang yang menganut paradigma ini percaya bahwa yang membuat sukses bukanlah usaha tetapi keberuntungan. Bukankah ada banyak sekali orang yang yang mendapatkan kekayaan karena terlahir sebagai anak orang kaya? Bukankah banyak orang yang sukses karena mereka cantik, tampan, pandai, terkenal dan termasyhur? Bukankah kepopuleran seringkali membuat orang lupa pada kualitas individu yang sesungguhnya?
Intinya adalah semua hal di dunia ini terjadi karena keberuntungan. “Paradigma ini tidak sepenuhnya salah, namun mengandung bahaya yang cukup besar. Orang yang percaya pada paradigma ini pasti tidak suka bekerja keras. Ini pada gilirannya hanya akan memperburuk pencapaian mereka,” kata Arvan.
Paradigma kedua adalah paradigma yang tidak percaya pada keberuntungan. Ini terbalik dari paradigma pertama. Penganut paradigma ini percaya bahwa keberuntungan itu berada di tangan mereka sendiri dan bisa diciptakan dengan usaha dan kerja keras.
Paradigma kedua percaya bahwa di dunia ini berlaku hukum sebab akibat.  Mereka yang rajin dan bekerja keras akan beroleh kesuksesan, sebaliknya orang-orang yang malas akan menemui kegagalan. Orang Amerika mengatakan, jika Anda miskin, itu salah Anda sendiri, pasti Anda malas bekerja. Ini pertanda bahwa mereka menganut paradigma kedua. Kepercayaan ini tentu saja membuat orang-orang ini berjuang keras untuk mencapai keberhasilan. Tak heran kalau mereka benar-benar mencapai apa yang mereka perjuangkan. Mereka percaya keberuntungan sepenuhnya ada di tangan mereka sendiri.
Apakah ini adalah paradigma yang terbaik yang dapat membuat kita benar-benar sukses? Sukses sejati, menurut Arvan, bukanlah karena paradigma ini. Ada paradigma yang lebih tinggi dan lebih indah lagi daripada ini. Yaitu paradigma ketiga yang berbunyi: segala sesuatu di dunia ini terjadi karena keberuntungan “atas izin Tuhan”. Saya sengaja pakai tanda kutip karena kalimat aslinya yang disusun Arvan sama persis dengan paradigma yang pertama.
Saya menyebut paradigma ketiga ini sebagai evolusi pemikiran dari paradigma pertama.Mereka yang menganut paradigma ketiga adalah orang-orang yang berusaha dan bekerja keras untuk mencapai keberhasilan. Tetapi mereka juga percaya bahwa “sebab” tidak selalu berkorelasi langsung dengan “akibat”. Antara sebab dan akibat ada satu kekuatan yang sungguh dahsyat. Kekuatan inilah yang disebut dengan: izin Tuhan.
Bukankah segala sesuatu di dunia ini terjadi karena izin Tuhan? Bukankah banyak upaya yang keras mengalami kegagalan – bukan karena kurangnya usaha – tetapi karena Tuhan memang belum mengizinkannya? Bukankah bahkan tidak ada jaminan bahwa kue yang sedang kita pegang bisa masuk ke dalam mulut kita dengan selamat tanpa izin Tuhan?
Orang yang memiliki cara pandang kelompok ketiga inilah yang terbaik dalam menyikapi kehidupan. Bekerja dan berusaha sebaik mungkin adalah kewajiban manusia, jika sudah berhasil namun Tuhan mengambilnya, itu kehendakNya yang mungkin menjadi rahasia yang akan terbuka di kemudian hari.
Dengan paradigma ketiga ini kita akan terus bekerja keras untuk mencapai keberhasilan, tetapi kita terhindar dari rasa angkuh, sombong dan membanggakan diri. Kita akan sadar bahwa segala sesuatu terjadi karena rahmat Tuhan .
Sebagaimana pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan Kemerdekaan Republik Indonesia itu “Atas Berkat Rakhmat Allah yang Maha Kuasa”. Ini menunjukkan bahwa para pendiri negeri ini tidak angkuh dengan mengatakan kemerdekaan hanya semata-mata karena kerja keras para pejuang kemerdekaan.
Jadi, paradigma ketiga ini adalah paradigma keberuntungan yang benar, yang tidak hanya berdasar pada ilmu logika, tapi juga berdasarkan pada “ilmu langit”. Dengan cara berpikir seperti ini maka hidup manusia akan menjadi lebih bahagia. Sementara paradigma kedua bisa membuat orang sukses sekaligus mudah membuat orang frustasi, karena mereka memandang segala hal adalah semata-mata karena manusia.
Bekerja keras adalah kewajiban kita , hasilnya adalah atas izin Tuhan. Apapun keputusan Tuhan, itulah yang terbaik.***

MENGELOLA GAJI MENJADI BISNIS



Berapakah pendapatan anda saat ini? Berapapun yang anda peroleh, semuanya bisa berpotensi dilipat gandakan. Anda yang merasa berpenghasilan pas-pasan kemungkinan mengatakan, "mana mungkin saya bisa melipatgandakan penghasilan melalui bisnis, sedangkan setiap bulan saya harus pinjam sana sini untuk menutupi kekurangan biaya hidup?"

Wahai para pembaca yang budiman, bila anda masih bermental karyawan, berapapun uang yang anda peroleh, hutang anda akan bertambah banyak. Bila anda punya gaji satu juta rupiah, anda pasti kekurangan haji. Anda akan membayangkan bahwa gaji Rp 2 juta akan lebih baik. Ternyata, ketika gaji anda 2 juta, keinginan anda malah melebihi 2 juta. Anda harus membeli sepeda motor dengan cara kredit. Gaji anda naik lagi menjadi 3 juta, anda mulai ambil kredit rumah. Gaji naik 4 juta dan seterusnya, anda mulai membayar cicilan mobil tiap bulan. Semakin tinggi gaji anda, hutang pun semakin banyak. Itulah mental pegawai.
Sebuah survey menunjukan bahwa eksekutif yang gajinya 15-20 juta, terancam jatuh miskin karena pengeluaran konsumtifnya sangat tinggi. Bahkan 60% dari pendapatannya tersebut digunakan untuk membayar cicilan hutang. Hutang konsumtif pula. Mental pegawai identik dengan mental konsumtif.

Berapapun pendapatannya, akan digunakan untuk meningkatkan gaya hidup dimana semuanya memakan tambahan biaya berikutnya. Yang dibeli pegawai selalu meminta biaya. Semakin mahal mobil yang anda beli, semakin tinggi pula biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan. Beli rumah? Sama saja, makin mewah rumah yang anda beli, biaya pemeliharaannya juga semakin mahal. Lantas bagaimana sebaiknya mengelola penghasilan yang kita sebut gaji ?

Sebagaimana yang saya sampaikan di buku saya "Langkah Jitu Memulai Bisnis dari Nol", orang bermental entrepreneur berbeda dengan orang yang bermental pegawai dalam hal cara mengeluarkan uang. Orang bermental pegawai selalu mengeluarkan uang untuk kepentingan konsumtif, sedangkan orang bermental entrepreneur selalu berusaha agar uang yang keluar bisa kembali lagi dalam jumlah yang lebih banyak. Dengan demikian orang bermental entrepreneur uangnya selalu diupayakan untuk produktif, karena pengeluaran konsumtif sebenarnya hanya meliputi sandang (pakaian), pangan dan papan (tempat tinggal).
Orang bermental pegawai selalu bekerja keras untuk mencari uang dan menghabiskannya untuk belanja barang konsumtif. Sedangkan orang bermental entrepreneur selalu berusaha sebagian uangnya bisa menjadi uang lagi. Orang bermental pegawai semua hutangnya dibayar dengan gaji, karena hutangnya berupa hutang konsumtif, sedangkan orang bermental entrepreneur boleh punya hutang, tapi hutangnya berupa hutang produktif, yakni hutang yang dibayar dari hasil bisnis.

Misalnya, hutang ke bank untuk membeli ruko, selanjutnya ruko digunakan untuk bisnis yang dapat menghasilkan sehingga dapat membayar cicilan hutang ke bank.Bagaimana caranya agar anda yang terbiasa hidup dengan pengeluaran yang konsumtif menjadi produktif?

Ikuti langkah berikut ini: 1. Disiplin untuk menyisihkan penghasilan anda, minimal 10%. Lakukanlah sekarang. Sisihkan setiap anda menerima gaji dengan memasukkan pada tabungan. Kebanyakan orang mau berniat menabung apabila ada sisa uang. Kenyataannya hampir tidak mungkin ada sisa uang yang bisa ditabung. Cara berpikirnya harus dibalik, sisihkan dulu uang untuk ditabung, barulah sisanya digunakan untuk kebutuhan harian.

2. Carilah peluang usaha yang memungkinkan anda tidak perlu mengelolanya setiap hari. Anda bilang sulit? Ya, sulit itu artinya pasti ada solusinya. Maka, carilah ilmu kepada orang yang berpengalaman mengelola bisnis tanpa harus mengelolanya setiap hari. Bacalah media tentang wirausaha, baca iklan peluang bisnis, ikuti seminar wirausaha. Kelak anda akan bertemu dengan banyak orang punya bisnis yang bisa membantu kesulitan anda.

3. Bergaullah dengan orang-orang yang telah memiliki mental entrepreneur. Dengan bergaul dengan orang bermental entrepreneur, anda akan mudah untuk mengembangkan mental entrepreneur, yakni mental untuk membuat orang menjadi produktif.

4. Sedekahlah. Sumbangan merupakan wujud atau bukti bahwa anda memiliki rasa syukur atas rejeki yang anda peroleh. Sedekah juga membuat anda merasa punya kelebihan dibanding orang lain, dan kelak akan membuat anda lebih mudah dan bersemangat menggali penghasilan baru. Percaya atau tidak, lakukanlah, kelak anda akan merasakan banyak manfaatnya.

Banyak orang yang mendambakan pendapatan pasif dengan cara deposito di bank. Ini bisa dilakukan oleh orang-orang yang sudah terlanjur "kaya"sejak kecil. Bagi anda yang memulai karir dengan kondisi pas-pasan dan tidak mendapat warisan yang pantas didepositokan, tak perlu memikirkan cara menabung untuk mendapatkan passive income deposito.Karena berdasarkan perhitungan bunga bank normal, katakanlah 8% per tahun, maka untuk mendapatkan bunga deposito sebesar gaji anda sekarang, anda butuh waktu untuk menabung selama 25 tahun lebih dengan menyisihkan 20% penghasilan anda setiap bulan.
Apakah anda sanggup menyisihkan 20% gaji anda setiap bulan selama 25 tahun tanpa pernah diambil serupiahpun? Kemungkinannya sangat kecil bukan? Maka sebagaimana disebut di muka, anda harus disiplin menyisihkan uang penghasilan anda, yang kelak dapat digunakan untuk membuka bisnis. Itulah jalan terbaik untuk melipatgandakan penghasilan anda saat ini***


PELAJARAN DARI DORAEMON


Aku ingin begini, aku ingin begitu,
Ingin ini itu banyak sekali......
Semua semua semua dapat dikabulkan, dapat dikabulkan dengan kantong ajaib
Aku ingin terbang bebas......di angkasa.....
...................................................................................

Anda yang sering nonton televisi pasti tidak asing dengan lagu ini. Tayangan serial anak-anak produksi Jepang yang berjudul Doraemon ini sangat populer di berbagai negara termasuk Indonesia.
Doraemon adalah judul sebuah komik jepang (manga) populer yang dikarang oleh Fujiko F. Fujio sejak tahun 1969.  Berkisah tentang kehidupan seorang anak pemalas kelas 5 SD yang bernama Nobi Nobita  yang suatu hari didatangi oleh sebuah robot kucing bernama Doraemon yang datang dari abad ke-22. Dia dikirim untuk menolong Nobita agar keturunan Nobita kelak dapat menikmati kesuksesannya, bukan menderita terbeban hutang finansial yang disebabkan karena kebodohan Nobita.

Di hampir setiap kisahnya, setiap kali Nobita gagal dalam ulangan sekolahnya atau setelah diganggu oleh Giant dan Suneo, Nobita mendatangi Doraemon untuk meminta bantuannya. Doraemon biasanya membantu Nobita dengan menggunakan peralatan-peralatan canggih dari kantong ajaibnya. Peralatan yang sering digunakan misalnya "baling-baling bambu" dan "Pintu ke Mana Saja". Sering kali, Nobita berbuat terlalu jauh dalam menggunakan peralatan dari Doraemon dan malah terjerumus ke dalam masalah yang lebih besar.

Kita menginginkan banyak hal dan ketika Tuhan memberi kemudahan, kita dengan gampang menyalahgunakannya sehingga kemudian terjerumus ke masalah yang lebih besar. Itulah kira-kira pesan yang hendak disampaikan oleh Fuiko F Fujio, sang pencipta Doraemon.
Dalam bahasa ekonomi keinginan dibedakan dengan kebutuhan, bahkan ada istilah populer untuk orang marketing yaitu need and want (kebutuhan dan keinginan). Kita membutuhkan kendaraan yang bisa mempermudah transportasi dari rumah ke kantor. Ini disebut kebutuhan. Kalau disebut keinginan adalah ingin mobil yang bagus seharga satu miliar lebih, meskipun kantong masih cekak. Strategi memasarkan produk untuk memenuhi kebutuhan (need) masyarakat tentunya berbeda dengan memasarkan produk keinginan (want).

Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Abraham Maslow dengan cerdas membuat kirarki kebutuhan, yang dikenal sebagai teori Maslow. Menurutnya, kebutuhan terbagi menjadi 4 yaitu kebutuhan fisik/dasar, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Teori ini digambarkan dalam bentuk piramida dimana bagian dasarnya adalah kebutuhan fisik dan bagian puncaknya adalah kebutuhan aktualisasi diri. Pada umumnya, semakin mapan ekonomi seseorang, kebutuhannya bukan lagi fisik melainkan kebutuhan aktualisasi diri. Demikian masyarakat menterjemahkan teori Maslow. Dengan teori ini, masyarakat berloma-lomba memenuhi kebutuhan fisik yang merupakan kebutuhan dasar manusia berupa pakaian, makanan dan tempat tinggal atau dalam bahasa pembangunan orde baru dikenal sandang, pangan dan papan .

Banyak orang yang kemudian merasa lelah untuk hanya sekedar memenuhi kebutuhan fisik, mereka merasa seumur hidup bekerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar saja. Seorang kawan yang jeli belum lama ini menyampikan teori piramida terbalik. Melalui teori ini, kawan tadi menyarankan jangan bersikeras memenuhi kebutuhan fisik saja karena sejatinya Tuhan sudah dengan otomatis menyediakannya. Mulailah dengan berusaha memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam arti positif. Kembangkan kemampuan dan minat, mengabdi kepada masyarakat dengan tulus ikhlas, sisihkan sebagian pendapatan untuk bersedekah, maka kebutuhan fisik otomatis akan terpenuhi. Memberilah, maka akan menerima, demikian pesan bijaknya.

Kembali soal keinginan. Keinginan telah membuat banyak orang rela menyisihkan sebagian penghasilan untuk membayar cicilan hutang yang melampaui batas kemampuan. Keinginan yang berlebihan menyebabkan banyak orang bergaji tinggi sangat konsumtif dalam mengelola hidupnya. Sebuah survey yang dilakukan oleh Citibank tahun 2007 menyebutkan bahwa rata-rata para eksekutif bergaji Rp 20an juta/bulan  dapat terancam jatuh miskin akibat cara mengelola uangnya yang lebih mementingkan keinginan.

Pada awal karirnya mereka bergaji satu jutaan, ketika meningkat menjadi dua juta, mulai berhutang ke bank untuk membeli sepeda motor. Tatkala naik gaji lagi, hutangnya bertambah lagi untuk mencicil rumah, naik gaji lagi untuk membayar cicilan peralatan rumah tangga, dan demikian seterusnya. Survey Citibank menunjukan mereka yang gajinya Rp 20an juta, sebanyak 60% dari gajinya itu untuk membayar cicilan hutang konsumtif. Saya bisa menebak, itu adalah akibat dari keinginan, bukan kebutuhan.
Apakah keinginan selaku buruk? Tidak juga. Tuhan menciptakan “keinginan” hakekatnya untuk menguji kita, kata pak ustad. Apakah dengan keinginan itu kita bertambah jauh atau bertambah dekat padaNya? Itulah sebabnya kita perlu pandai-pandai mengatur keinginan. “Milikilah keinginan yang membuat kita lebih dekat padaNya,” pesan pak Ustad

Keinginan telah membuat orang menjadi lebih kreatif. Anda ingin terbang di angkasa? Ingin ke bulan? Ingin ke planet lain? Keinginan-keinginan yang pada jaman dulu dianggap dongeng, kini sebagian sudah dapat menjadi kenyataan karena makin banyak ahli yang mampu memenuhi keinginan manusia. Ini terjadi bukan atas bantuan robot kucing dari abad 22 yang bernama Doraemon, melainkan dari karya manusia sendiri. Dan semua keinginan yang menjadi kenyataan, senantiasa disertai pesan, “jangan menyalahgunakannya, karena kelak engkau akan menemui masalah yang lebih besar”.

Ayo kita bernyanyi lagi: Aku ingin begini, aku ingin begitu.......ingin ini ingin itu banyak sekali..........***

Filosofi Kematian Dari Steve Jobs



Jika kita hidup setiap hari seperti hari terakhir bagi kita, maka kita akan menciptakan sesuatu yang benar-benar besar. (Steve Jobs).
Dunia baru saja kehilangan seorang legenda teknologi computer bernama  Steve Jobs. Seingat saya, baru kali ini kematian seorang pengusaha diberitakan sedemikian heboh dan menginspirasi.

Ini membuat saya penasaran ingin tahu riwayat hidup Steve Jobs. Banyak orang mengelu-elukannya dan menyebutnya sebagai seorang penemu, pebisnis dan inspirator dunia modern.
Di antara berbagai artikel mengenai Steve Jobs, ada  dua tulisan yang sangat bagus yaitu pidato Steve Jobs di acara Wisuda Universitas Stanford  tahun 2005, dan artikel biografi singkat yang ditulis oleh Davit Putra (davitputra.net).

Steve Jobs lahir dari rahim seorang mahasiswi muda yang hamil di luar nikah dengan seorang lelaki yang tidak tamat SMA.  Steve Jobs kecil diadopsi seorang pengacara hingga kemudian dapat menikmati bangku kuliah yang cukup bergengsi, di Reed College.

Selama kuliah 6 bulan, Steve Jobs tidak merasa tenang hatinya karena telah menghabiskan uang tabungan orang tua angkatnya untuk bisa kuliah di Perguruan Tinggi mahal. Ia kemudian memutuskan keluar dari bangku kuliah dan mengambil jalur non formal di kampus yang sama, yaitu kursus kaligrafi selama 18 bulan. Steve Jobs rela hidup prihatin dengan tidur di lantai asrama teman-temannya, menukarkan botol cola agar mendapatkan 5 sen untuk membeli makanan, dan berjalan sejauh 10 km seminggu sekali untuk memperoleh makanan yang baik di Candi Hare Krishna.

Di depan mahasiswa Stanford, Steve Jobs mengaku, ketika belajar kaligrafi, ia tidak memiliki pikiran bahwa suatu saat ilmu ini akan bermanfaat bagi perjalanan karirnya. Akan tetapi sepuluh tahun kemudian, ketika ia mendesain komputer Macintosh pertama, ilmu kaligrafi yang didalaminya seperti datang kembali kepadanya untuk memberikan gagasan baru mengenai komputer. Komputer itu merupakan komputer pertama yang didesain dengan tipografi yang indah.  

Saya baru ingat sekarang bahwa sekitar 10 tahun lalu para praktisi disain grafis sering membangga-banggakan komputer machintosh (Mac) yang harganya selangit  dan dapat menghasilkan disain dengan tipografi yang sangat bagus. Waktu itu para desainer grafis merasa ketinggalan jika komputer yang dipakai adalah PC biasa yang harganya murah. Belakangan saya baru tahu bahwa itu adalah karya Steve Jobs.  

“Jika saya tidak pernah mengambil kursus kaligrafi sewaktu drop out di kampus, komputer Mac mungkin tidak mempunyai beragam tipe huruf atau spasi huruf-huruf yang proporsional dan indah,” ujar Steve Jobs dalam pidatonya.

Steve Jobs berpendapat bahwa menghubungkan beberapa momen kehidupan sangat penting dalam mengambil keputusan. Contoh kongkritnya adalah mempelajari kaligrafi dengan mengembangkan teknologi computer, dua hal yang dulunya dianggap tak berhubungan sama sekali.

Ketika Apple menjadi perusahaan besar beromset $2 miliar dengan 4000 pekerja, Steve Jobs dipecat oleh CEO atas persetujuan Dewan Direksi. Kedengarannya aneh bahwa ada pendiri perusahaan yang dipecat oleh CEO nya sendiri karena perbedaan pandangan ke depan. Tapi itulah kenyataannya. 

Beberapa bulan setelah dipecat Steve tidak tahu harus berbuat apa. Untunglah ada satu hal yang dia ingat, yaitu ia masih mencintai bidang pekerjaannya. Karena masih sangat mencintai bidangnya, maka pelan-pelan bangkit kembali dan mendirikan perusahaan baru, NeXT Computer dan Pixar Animation. Pixar menghasilkan karya besar berupa film animasi komputer pertama yang sukses—Toys  Story, dan menjadi studio animasi film terbaik di dunia saat itu. Apple kemudian membeli  Perusahaan NeXT dan Steve Jobs kembali lagi ke Perusahaan Apple. Teknologi yang dikembangkan di NeXT Computer kemudian menjadi jantung teknologi Apple.
Dari sini Steve Jobs sempat berujar dalam pidatonya , “Saya yakin semua tidak akan pernah terjadi jika saya tidak dipecat oleh Apple. Ini merupakan obat mujarab yang sangat pahit, tapi saya pikir setiap pasien membutuhkannya. Kadang-kadang kehidupan menghancurkan anda dengan amat kejam. Janganlah hilang kepercayaan. Saya yakin bahwa satu hal yang bisa membuat saya bertahan adalah bahwa saya mencintai apa yang saya lakukan. Kita harus mencari apa yang sebenarnya kita cintai”.

Di sini kelihatan bahwa seburuk apapun yang menimpa dirinya, Steve Jobs tak kehilangan energi positif untuk menyikapi semuanya..

Ada satu pesan penting dari Steve Jobs yang sangat berharga bagi siapapun. Yaitu soal kematian. Setiap kita pasti takut kalau bicara kematian. Namun yang pasti kematian adalah hal yang akan dialami setiap makhluk hidup. Apa yg akan kita lakukan jika Malaikat memberi tahu bahwa esok hari nyawa kita akan dicabut? Tentu kita akan melakukan hal yang terbaik dalam hidup.

Filosofi  kematian inilah yg dianut oleh Steve Jobs. Setiap pagi ia berdiri di depan cermin dan bertanya pada diri sendiri , “Jika hari ini adalah hari terakhir saya, apakah saya akan melakukan apa yang seharusnya saya lakukan?” Ketika jawabannya ‘tidak’, ia tahu bahwa ada sesuatu yang harus ia rubah.

Steve Jobs pernah divonis dokter terserang kanker pankreas dan diprediksi dapat bertahan hidup hanya 6 bulan. Ternyata selama 8 tahun ia masih bertahan dan tetap menghasilkan karya-karya besar.  Produk-produk iPhone, iPod Touch, iPad, Macbook Air, dirancang dan digarap saat ia telah didiagnosa mengidap kanker pankreas.
Pesan Steve Jobs tentang kematian sangat jelas dan menyentuh hati para pengagumnya, yaitu, “Jika kita hidup setiap hari seperti hari terakhir bagi kita, kita akan menciptakan sesuatu yang benar-benar besar di kemudian hari.”
Selamat jalan Steve Jobs.
Kami mengenang karya dan petuahmu.***


Kemanakah Uang Mengalir?


Ya, kemanakah uang mengalir? Tepatnya, kemanakah uang “halal” mengalir? Pertanyaan ini barangkali sering anda lupakan. Kita yang bergulat dengan kewirausahaan terus menerus belajar, membaca buku, mendengarkan radio, ikut training, seminar, pameran dimana sebagian besar tujuannya untuk menambah penghasilan. Penghasilan adalah aliran rejeki, dan sebagian rejeki berupa uang.

Maka, sebelum belajar lebih jauh mengenai kiat sukses mendapatkan kekayaan, mendapatkan passive income atau apapun namanya, kita perlu terlebih dahulu memahami dari mana dan kemana uang mengalir. Dengan pemahaman ini kita akan lebih mudah mengelola kiat meningkatkan penghasilan. Berikut pendapat saya mengenai aliran uang.

Pertama, uang halal mengalir kepada mereka yang selalu berusaha mengalirkan uang ke orang yang membutuhkan. Pernahkah anda menemukan pengusaha bangkrut karena bersedekah? Saya percaya tidak ada. Mental entrepreneur hakekatnya adalah mental “tangan di atas” alias mental memberi. Dalam keseharian mental ini terlihat dari cara-cara mengelola uang. Mereka yang bermental “tangan di bawah” sering bangga apabila mendapat sesuatu secara gratis. Mereka bangga jika ditraktir makan, bangga dikasih kaos gratis, bangga diberi hadiah, bantuan atau apapun yang gratis. Sebaliknya mental entrepreneur akan merasa bangga bila sudah mentraktir makan, memberi sumbangan, memberi hadiah.

Orang-orang yang selalu berusaha memberi akan mencari cara supaya dapat terus memberi. Alhasil secara logis, anda yang suka memberi akan selalu berusaha memiliki, dan dampaknya tentu saja akan dialiri rejeki yang tak terbatas. Maka, sedekahlah. Jangan tunggu kaya baru sedekah. Justru karena masih susah mendapatkan uang, mulailah menyisihkan uang untuk diberikan ke orang lain. Niscaya kelak akan banyak uang mengalir ke kantong anda. Teruslah perbanyak sedekah, rejeki akan terus mengalir. Begitu kita bersedekah, mental kita berubah menjadi ”tangan di atas”, dan pada saat yang sama kita menjadi bermental kaya.

Kedua, uang mengalir kepada para pencipta atau kreator. Anda yang pandai menciptakan sesuatu, akan lebih mudah mendapatkan uang. Menciptakan yang dimaksud bukan selalu yang tampak canggih seperti mesin mobil hemat energi, mobil berbahan bakar air atau lainnya, tapi juga menciptakan sistem dalam bisnis, menciptakan standar tertentu, program komputer tertentu, menulis buku dan sebagainya. Pencipta akan selalu dikenang sebagai pemenang. Dalam bisnis, kita boleh meniru pada awalnya, sedangkan untuk berkembang perlu melakukan inovasi.

Ketiga, uang mengalir kepada yang menciptakan nilai tambah. Jika anda punya warung makan bersebelahan dengan warung makan lain yang lebih laris, anda wajib melihat nilai tambah yang dia miliki. Begitu anda memiliki nilai tambah dibanding warung lain, anda akan tenang karena rejeki akan mengalir ke kantong anda.

Keempat, uang mengalir kepada yang pintar meningkatkan produktivitas uang. Saya menyebutnya mental entrepreneur, yakni mental mengeluarkan uang untuk menjadi uang yang lebih banyak. Robert T Kiyosaki memperkenalkan istilah ”uang bekerja untuk kita” bukan kita bekerja untuk uang. Pesan saya, jika rekening anda ada tambahan uang, mulailah berpikir kemana uang tersebut akan dialirkan. Sebagian untuk sedekah, sebagian untuk pengembangan usaha, sebagian untuk investasi, sebagian lagi untuk keperluan konsumtif. Sebagian dari kita, jika mendapatkan uang langsung berpikir yang konsumtif seperti membeli mobil baru, motor baru dan hal-hal lain yang justru menimbulkan pengeluaran baru.

Beberapa waktu lalu saya pergi ke daerah pemukiman transmigrasi di Lampung. Mereka mulai menghuni di sana sejak tahun 1983, dimana pemerintah menyediakan 2 Ha lahan dan biaya hidup untuk 1,5 tahun. Apa yang terjadi 20 tahun kemudian? Ternyata kepemilikan lahan sudah berubah total. Ada yang sudah memiliki 10 Ha, ada juga yang lahannya dijual dan dia sebagai petani penggarap. Hal ini terjadi karena sebagian ada yang produktif mengelola uang, sebagian lagi lebih memilih menjual tanah untuk memperbaiki rumah atau beli kendaraan, dimana dalam beberapa tahun kemudian mereka mengalami kesulitan pendapatan.

Perhatikanlah, uang tidak berhenti bergerak. Ia terus mengalir dari satu tempat ke tempat lain. Entrepreneur bukanlah yang menumpuk uang, melainkan mengalirkan uang. Jika anda punya restoran, anda bekerja dengan cara membeli bahan baku, mengolah menjadi masakan, lantas masakan dijual, beli bahan baku lagi, dan begitu seterusnya, dimana jika aliran lancar maka aliran uang akan semakin besar.

Maka pahamilah kemana uang mengalir.

Salam sukses.
Note: telah dimuat di majalah Pebisnis

Keputusan Setengah Hati (Bambang Suharno )


Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih
Jika tidak (mengalir), kan keruh menggenang.
……………(Imam Syafii)

Saya baru saja selesai membaca sebuah novel best seller berjudul Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi yang konon kabarnya akan segera diangkat ke layar lebar.  Kalimat indah di atas saya kutip dari salah satu halaman di buku tersebut.

Novel yang berbasis pada kisah nyata ini, berkisah tentang Alief Fikri, seorang anak baru lulus Madrasah Negeri setingkat SMP di sebuah desa di Maninjau, Sumatera Barat. Ia lulus dengan nilai terbaik di sekolahnya. Nilai yang diraihnya adalah tiket untuk mendaftar ke SMA terbaik di Bukittinggi. Tiga tahun ia diperintahkan orang tuanya untuk sekolah agama, sudah waktunya baginya untuk masuk ke jalur non agama. Setelah selesai SMA ia berniat meneruskan ke UI atau ITB dan selanjutnya ke Jerman seperti Habibie. Kala itu tahun 1980an Habibie adalah idola anak muda. Habibie adalah “motivator” bagi anak-anak muda untuk tidak kalah cerdas dengan bangsa lain.


Di saat impian masuk SMA Negeri terbaik sudah ada di genggaman tangan, orang tuanya yang juga seorang guru, bersikeras meminta Alief meneruskan ke sekolah agama. “Engkau harus menjadi tokoh agama yang hebat seperti Buya Hamka,” ujar ibundanya.

“Tapi saya tidak berbakat dengan ilmu agama. Saya ingin menjadi insinyur dan ahli ekonomi,” tangkis Alief sengit. Mukanya merah dan matanya terasa panas. Hari itu adalah pertama kalinya Alief bersitegang dengan orang tua yang disayanginya. Selama ini ia sangat patuh pada Ibundanya.

“Menjadi pemimpin agama lebih mulia daripada insinyur nak,” tegas Ibunya.
“Tapi aku tidak mau,” Alief bersikeras.
“Pokoknya Ibu tidak rela Alief masuk SMA,” ibunya tak kalah keras.
Ketegangan makin memuncak.

Anak yang menginjak remaja ini pada posisi yang tanpa pembela. Ayahnya tidak ikut bersitegang, tapi secara halus menyarankan agar menuruti saja apa maunya ibunda. Alief masuk kamar dan membanting pintu. Selama tiga hari ia mogok bicara.

Beberapa hari kemudian datanglah surat dari paman Gindo yang sedang menuntut ilmu di Timur Tengah. Selama ini Paman Gindo adalah salah satu yang sering memberi banyak pengetahuan dan wawasan padanya.
“Saya punya banyak teman di Mesir yang lulusan Pondok Madani di Jawa Timur. Mereka pintar pintar. Bahasa Inggris dan Arabnya sangat fasih.  Di Pondok Madani itu mereka tinggal di asrama dan  diajarkan disiplin untuk bisa berbahasa asing tiap hari.  Kalau tertarik, mungkin sekolah ke sana bisa menjadi pertimbangan………”

Entah kenapa, dalam kegalauan pikiran, Tuhan sepertinya mengirimkan jalan tengah. Usul paman Gindo di Timur Tengah sama dengan kehendak Ibundanya, masuk sekolah agama. Bedanya, ini harus merantau ke Jawa dan mempelajari bahasa asing yang sangat menarik baginya.

Alief memberanikan diri keluar dari kamar. “Ibu, kalau memang harus sekolah agama, saya ingin masuk ke Pondok di Jawa saja. Saya tidak mau di Bukittinggi atau Padang.”

Kedua orang tuanya yang berada di ruang tamu menoleh. Sejenak timbul keheningan.

“Apa sudah dipikirkan masak –masak?” tanya ayahnya menyelidik. Sepertinya dia terkejut mendengar keputusan anak belianya  yang sangat dramatis; merantau ke Pulau Jawa. Padahal selama ini perjalanan paling jauh hanya ke Kota Padang.

“Sudah ayah”.

“Kalau itu memang maumu, kami lepas dengan berat hati,”

Mendengar persetujuan orang tuanya, bukannya gembira, tapi ada rasa nyeri yang aneh bersekutu di dadanya. Ini bukan pilihan utama. Bahkan sesungguhnya ia sendiri belum yakin betul dengan keputusan itu. Ini keputusan setengah hati.
***

Ya, keputusan setengah hati. Dalam saat tertentu, kadang kita perlu mengambil keputusan dalam suasana batin yang ragu. Itu sebabnya cerita ini saya kutip. Setidaknya untuk pelajaran dari kita mengenai makna sebuah keputusan.

Dalam hidup ini, tidak selamanya kita dapat mengambil keputusan dalam suasana batin dan pikiran yang tenang. Yang terjadi adalah situasi serba mengkhawatirkan dan kita dituntut mengambil keputusan segera. Bagi saya, keputusan Alief dalam novel ini sangat bermakna. Secara tidak sengaja ia mengurung diri di kamar, yang sejatinya mencoba mencari ketenangan. Dalam situasi ini, apa yang akan terjadi dapat memberi inspirasi untuk mengambil keputusan.

Saat dalam kesulitan itu, Tuhan mengirim bantuan. Antara lain datangnya surat Paman Gindo di Timur Tengah. Dan Bismillah, keputusan pun ia ambil.

Dalam novel ini, keputusan setengah hati untuk pergi menuntut ilmu ke “negeri seberang” di kemudian hari sangat ia syukuri, karena di pondok Madani itulah ia mendapatkan pengalaman belajar yang sangat luar biasa, yang kemudian membawa kesuksesan bagi Alief, si tokoh utama. Seakan-akan petuah “merantau” yang saya kutip di awal tulisan ini telah ia laksanakan dengan baik.

Mari kita renungkan, betapa banyak calon mahasiswa harus memilih jurusan yang bukan impiannya, yang kemudian ternyata itulah yang membawanya pada dunia sukses. Tak sedikit pula, keputusan untuk mengambil pekerjaan tertentu dalam keadaan bimbang, tapi kemudian ternyata itulah yang terbaik.

Jika anda pernah mengambil keputusan bimbang, ambillah tanggungjawab atas keputusan itu. Kelak kemudian hari, anda akan bersyukur atas apa yang telah anda putuskan. ***