MUTIARA KEHIDUPAN

header ads

Sikapmu Menentukan Kesuksesanmu

Teruslah belajar, bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan teknis, tapi agar bisa memiliki sikap yang lebih baik.

Jalan-jalan di kota Teknologi Shenzen, China

Perjalanan ke kota Teknologi Shenzen, China, 1 Mei 2019 dalam rangka Shenzen International Pet Fair.

Launching buku Menggali Berlian di Surabaya

Buku Menggali Berlian di Kebun Sendiri karya Bambang Suharno diluncurkan di acara Grand City Convex Surabaya, di tengah acara pameran internasional Indolivestock Expo.

Meraih sukses

Jika sukses harus diraih dengan kerja keras banting tulang siang malam, itu namanya sukses dengan mesin manual. Anda perlu belajar meraih sukses dengan mekanisme sukses otomatis (Suksesmatic.com).

Pengalaman Naik Kereta TGV di Perancis

Perjalanan ke Rennes Perancis dalam rangka menghadiri pameran internasional, naik kereta TGV dari Paris ke Rennes.

Tampilkan postingan dengan label inspirasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label inspirasi. Tampilkan semua postingan

Sikapmu Menentukan Kesuksesamu


Saya setuju bahwa kesuksesan bisa terlihat dari sikap apa yang dipilih oleh seseorang. Sikap itu menentukan sukses atau tidaknya kita. Beberapa sudah ditulis pada artikel sebelumnya. Positive doing. Seperti gambar di atas, fokus pada kalimat nya ya. Orang-orang sering bertanya padaku bagaimana aku bisa tetap bersikap positif setelah kehilangan kedua kakiku, dan aku pun sering bertanya balik pada mereka, bagaimana mereka masih tetap bersikap negatif dengan kaki sempurna mereka? - Johnny Joey Jones. Tentu anda sepakat.

Saya jadi teringat pak Chozin. Pak Chozin itu hebat menurut saya. Saya kalau berada di posisi beliau saat itu belum tentu memilih sikap seperti beliau. Pak Chozin sebenarnya bisa saja memilih sikap untuk tidak melakukan apa yang dianjurkan oleh dr. Sigit Setyawadi. Potensi untuk menolaknya sebenarnya bisa lebih besar karena belum ada bukti saat itu. Kalau saya bisa melihat pak Chozin sebagai tujuan, namun beliau? Maka tak diragukan lagi bahwa beliau saat ini menjadi Emerald namun penghasilannya Diamond. Bobot bisnisnya besar, ada 7 peringkat terlewati dalam satu tahun fiskal Amway. Ini luar biasa.

Perlu diingat kembali. Kita hanya jangan melihat pak Chozin saat ini, freedom, jalan-jalan tapi bisnisnya jalan, tapi lihatlah pak Chozin dulu ketika berjuang mengalahkan dirinya sendiri, melawan keraguan, menjalankan 3 sistem MSO dengan konsisten. Pilihan sikap seperti itu yang harus dicontoh dari pak Chozin.

Saya yakin ketika anda menduplikasi apa sikap pak Chozin dulu sehingga terbangun pribadi seperti saat ini, anda akan mendapatkan apa yang pak Chozin dapatkan. Pilihannya ada pada diri kita. Mau memilih sikap seperti halnya pak Chozin yang dapat dipastikan bahwa kesuksesan menghampiri anda atau malah sebaliknya. Mari bertumbuh dan menguat. Saya yakin anda pasti bisa hanya perlu terbiasa. Anda pasti bisa karena anda terpilih.

Semoga Hidup Makin Berkah Berlimpah Bahagia

RichAnton
Sumenep, 7/1/20. 20:15
Go Founders Crown Ambassador

BERPIKIR POSITIF

Saat kelas 2 SMP (1968), saya melihat di almari buku ayah saya, sebuah buku berjudul BERPIKIR POSITIF (Norman Vincet Peale). Buku itu saya baca, dan isi buku itu terus menjadi pedoman hidup saya sampai sekarang.

Sebenarnya buku itu terletak di "bagian terlarang" dari almari yg buku bukunya masih belum waktunya saya baca. Tetapi semakin dilarang semakin semangat dan ingin tahu isinya apa. Akhirnya buku itu diberikan ke saya.

Di bab awal dari buku itu diceriterakan, ada seorang pengusaha meminta ijin bertemu Peale setelah selesai memberi seminar. Pengusaha itu masuk ke kamar hotel dengan kepala tertunduk. Dengan sedih dia mengatakan bahwa hidupnya telah hancur. Perusahaan yg telah dia bangun selama puluhan tahun bangkrut. Hampir seluruh hartanya habis, tinggal rumah yg dia tempati.

Seperti biasa, di akhir cerita, pria tadi menanyakan _:"Apa yg harus saya lakukan ?"._

Peale menanyakan, bagaimana kesehatannya dan pria paro baya tadi menjawab dia sehat seperti kuda. Seminggu 3x dia lari 10 km. "Bagaimana kabar isterinya ? Apakah dia meninggalkan pria tadi setelah kebangkrutan ini ?". Pria tadi menjawab bahwa isterinya justru semakin dekat dengannya krn dia tidak sibuk lagi.

Begitulah satu persatu Vincent Peale menanyakan tentang temannya, anak dll. Setiap kali pria itu menjawab, biasanya diakhiri kalimat "Tetapi untuk apa ? Saya sdh tidak punya apa apa lagi. Perusahaan saya sdh bangkrut".

Kemudian Vincent Peale menyerahkan kertas yg sejak tadi ditulis sambil mewawancarai pria tadi. Kertas itu terbagi 2, disebelah kiri atas tertulis HAL HAL YANG SAYA PUNYAI.  Disana ada kesehatan prima, isteri setia, anak anak yg baik dan bersedia membantu, teman teman yg baik, kepercayaan dari bank, rumah, ilmu bisnis, ide ide cemerlang dan masih banyak lagi.

Di sisi kanan atas, tertulis HAL HAL YG HILANG. Hanya ada 1 kata, yaitu *Perusahaan.*

Peale mengatakan kepada pria itu _:"Anda masih memiliki jauh lebih banyak hal dibanding yg hilang."_ Pria itu menangis membaca daftar itu. Bukan tangisan sedih tetapi lebih pada perasaan sesal dan sekaligus bersyukur. Sama seperti bbrp orang yg bertemu dan mengeluh ke saya bahwa hidupnya sudah hancur dan dia tidak tahu lagi apa yg harus dilakukan. Umumnya menangis setelah sy tunjukkan kenyataan bahwa masih JAUH LEBIH BANYAK YG TERSISA DIBANDING YG HILANG.  Biasanya saya katakan _:"Bagaimana jika sisi kiri dan kanan itu ditukar ? Anda mendapatkan yg kanan tetapi kehilangan yg kiri ?"_  Selama ini tidak ada satupun yg mau.

Pria itu, seperti halnya pria dan wanita yg keluar dari rumah saya. Berjalan keluar dengan wajah cerah dan badan yg lebih tegak.

Syukurilah apa yg sudah Anda miliki saat ini. Itu akan membuat Anda lebih mudah mendapatkan apa yg  belum Anda miliki saat ini.

copast

Meningkatkan Plafon Rejeki

Pada tanggal 5 Mei 2019 saya mendapat pengetahuan baru, yakni tetang Plafon Rejeki atau Takaran Rejeki. Pengetahuan ini saya dapatkan dari seorang dokter, namanya dr Sigit Setyawadi SPoG, yang sejak beberapa tahun lalu sudah pensiun sebagai dokter dan menjadi seorang investor yang katanya hidup lebih santai dengan mendapatkan passive income yang besar.

Kata dokter Sigit, banyak orang hidupnya jungkir balik karena tidak mengerti hal ini. Mereka sudah bekerja keras seumur hidupnya untuk bisa meningkatkan taraf hidupnya. Tetapi nasib seperti selalu membawanya turun kembali.

Penyebabnya cuma satu, yaitu *Plafon Rejekinya yang rendah*.

"Saya dulu sama seperti yang lain, bekerja keras nyaris seumur hidup. Baru pada usia 49 tahun saya menemukan jalan dan dua tahun kemudian saya bisa pensiun dini dan sekaligus menutup tempat praktek saya," ujar dokter Sigit.
(tuh kan, banyak orang yang pengin banget jadi dokter agar hidupnya layak, ini kok dokter buru-buru pensiun supaya hidup lebih indah "hehe)

" Banyak orang yang menyayangkan hal itu, tetapi kalau saja mereka tahu apa yang saya tahu. Saya yakin mereka akan mengikuti jejak saya", tambahnya.

Jika sekarang ini banyak yang tidak kaya, berarti ada yang salah. Yang paling dominan dari orang kaya dibanding orang miskin adalah mereka (orang kaya) berorientasi pada hasil.

Mereka tidak peduli jenis bisnis atau pekerjaannya apa.

Sepanjang tidak bertentangan dengan agama dan hasilnya baik, maka akan dikerjakan.

Ini sangat berlawanan dengan rata rata orang pada umumnya yang lebih mengutamakan proses dibanding hasil.

Mereka memilih milih bisnis dan pekerjaan. Mereka mau menjadi tenaga honorer di sebuah kantor meskipun tidak digaji. Yang penting nampak keren.

Pekerjaan atau bisnis yang tidak bergengsi, umumnya ditolak. Dunia bekerja atas peniruan. Kita bisa berjalan dan berbicara karena meniru orang di sekitar kita.

Jika kita ingin kaya, maka tinggal meniru orang kaya. Bagaimana mereka berpikir dan bertindak. Tidak semua perantau kaya. Tapi hampir semua orang kaya adalah perantau.

Merantau itu untuk meningkatkan plafon rejeki/takaran rejekinya.

Dengan cara bergaul belajar dengan orang kaya.

Jika merantau kemudian tetap bergaul dengan orang yang tingkatannya sama, atau dekat orang kaya tetapi sudah menutup pikirannya, misalnya pembantu rumah tangga, maka tidak akan ada perubahan apa apa.

Penghasilan tergantung kepada plafon rejeki.

Penghasilan bisa naik sementara namun  kemudian diturunkan di bawah plafon rejeki oleh pikiran bawah sadar.

Agar penghasilan naik permanen, plafon rejeki harus dinaikkan terlebih dahulu.

Bagaimana caranya?

Contoh ilustrasi rejeki kita terpengaruh orang di sekitar kita yang mempengaruhi pola pikir kita.

Walaupun orang tidak tahu secara sadar penghasilan orang yang mengitarinya,

Tetapi "pikiran bawah sadar" tahu dan berusaha saling mencocokkannya. Penghasilan orang yang memiliki *plafon rejeki rendah selalu naik turun.*

Andaikata naik akan turun lagi di bawah plafon rejekinya. Terus menerus begitu.

Jika ingin penghasilannya tetap tinggi, maka *plafon rejekinya harus dinaikkan* dulu. Jika sudah naik plafon rejekinya maka dengan sendirinya kehidupan mengarah ke kehidupan yang dituju (misal memiliki penghasilan pasif 100 juta per bulan).*

Namun bukan tiba tiba.  Tetapi bertahap.

Akan ditunjukkan jalannya dengan bertemu orang tepat yang mengajak ke arah tersebut.

Semua terjadi seperti kebetulan saja. Kehidupan sekarang adalah hasil pola pikir 5-10 tahun yang lalu.

Kehidupan 5 -10 tahun yang akan datang adalah hasil pola pikir sekarang.

Kehidupan kita tidak akan pernah berubah jika pola pikir kita tidak diubah.

Kita adalah robot.  Punya pola pikir sadar (10%) yang ingin kaya tapi dikuasai pola pikir di bawah sadar (90%) yang ingin miskin yaitu tidak punya uang. Sehingga terbentuk life map miskin.

Akibatnya tidak sinkron dan yang selaku menang adalah pola pikir bawah sadar (yang dianggap sebagai kebutuhan).

Sehingga kebutuhan adalah miskin dan bekerja keras mencari uang, dan sebanyak apapun uang diperoleh akan dihabiskan utk menikmati hidup.

Ini adalah hasil life map miskin. Dimana uang tidak mudah masuk atau jika mudah masuk juga mudah keluar.

Jika berbisnis sesuai *yang kita sukai (passion)* maka hanya akan merubah dari miskin tipe 1 menjadi miskin tipe 2.

Hal ini pula yang berperan membentuk kehidupan keuangan sekarang.

Jika mau berubah, maka harus mencari mentor dan mengikuti arahan mentor *melakukan hal hal yang tidak disukai.*

Merubah nasib dengan cara menghilangkan  life map miskin.

Ingat bahwa nasib tidak akan berubah jika kita tidak mau merubahnya sendiri.
Senjata rahasia agar bisa merubah life miskin dan meningkatkan plafon rejeki :*

1. Mendengarkan 2 ATBS (Audio Terapi Bawah Sadar)

2. Berkumpul dengan orang kaya melalui seminar inspirasi dan mendengarkan audio inspirasi.

Kalau jaman dulu kita harus merantau secara fisik kalau ingin menjadi orang kaya. Maka cara menjadi kaya zaman sekarang adalah merantau secara mental,  dengan merubah pola pikir kita.

Nampaknya mudah tetapi sebenarnya sulit, sehingga nabi saya mengatakan bahwa

Perang terbesar adalah melawan diri kita sendiri.

Kita perlu direnggangkan yaitu melakukan hal yang tidak kita sukai, melewati batas yang kita percayai selama ini (bekerja keras mencari uang).

*Diregangkan agar mendapatkan kekayaan (kemakmuran).*

Ketertarikan terhadap bisnis akan selalu sesuai dengan pola pikir atau program di pikiran bawah sadar kita.

Mereka yg memiliki pola pikir miskin dan bekerja keras mencari uang, akan tertarik kepada bisnis yg sifatnya bekerja mencari uang atau penghasilan aktif, yaitu kuadran E dan S.

*Sebaliknya mereka yg memiliki pola pikir kaya akan tertarik dengan bisnis yg sifatnya membangun aset, yaitu kuadran B dan I (lihat kecerdasan finansial).*

Kadang kadang ada ketertarikan semu atau palsu dari mereka yg memiliki pola pikir miskin pada bisnis yg sifatnya membangun aset.

Ini karena ajakan seseorang atau setelah ikut seminar tertentu.

Biasanya hanya bertahan sebentar saja karena tidak bisa bertahan dari

Tekanan bawah sadarnya sendiri

Untuk bisa mengerjakan bisnis yang sifatnya membangun aset, seseorang harus
dinaikkan dulu citra dirinya menjadi citra diri kaya atau memiliki program pikiran kaya.

Jika pola pikir bawah sadar berpenghasilan pasif 100jt per bulan sudah terinternalisasi menjadi program pikiran kita maka :

1. Jika punya mentor maka akan lurus ke tujuan.

2. Jika memakai cara sendiri maka akan zig zag mencapai tujuan

Jika tidak punya impian maka akan berputar putar seperti yang dulu.

Mau tahu cara meningkatkan Plafon rejeki secara gratis?  Silakan klik disini 
dan ketik plafon rejeki#sebut nama #kota anda

Balaslah Dengan kebaikan

Ada seorang petani mempunyai seorang tetangga yang berprofesi sebagai pemburu yang mempunyai anjing-anjing galak.

Anjing-anjing milik pemburu itu sering melompati pagar dan mengejar domba-domba petani. Demi menjaga domba-domba peliaharaanya, petani itu meminta sang pemburu untuk menjaga anjing-anjingnya, tapi ia tidak mau peduli.

Suatu hari anjing-anjing itu melompati pagar dan menyerang beberapa domba, sehingga terluka parah.

Petani itu merasa tak sabar, dan memutuskan untuk pergi ke kota untuk berkonsultasi pada seorang hakim yang dikenal adil dan bijaksana.

Hakim itu mendengarkan cerita petani itu dan  memberikan pernyataan yang menarik, "Saya bisa saja menghukum pemburu itu,  dia harus merantai dan mengurung anjing-anjingnya, tapi Anda akan kehilangan seorang sahabat dan mendapatkan seorang musuh. Mana yang kau inginkan, sahabat atau musuh yang jadi tetanggamu?”_

Petani itu menjawab dengan tegas bahwa ia sejatinya lebih suka mempunyai seorang tetangga yang bersahabat.

"Baik, saya akan menawari anda sebuah solusi yang mana anda harus menjaga domba-domba anda, supaya tetap aman dan ini akan membuat tetangga anda tetap sebagai teman”.

Mendengar solusi pak hakim, petani itu setuju.
Ketika sampai di rumah, petani itu segera melaksanakan solusi pak hakim.

Dia mengambil tiga domba terbaiknya dan menghadiahkannya kepada 3 anak tetangganya itu. Anak pemburu itu menerima dengan sukacita dan mulai bermain dengan domba-domba tersebut.

Untuk menjaga mainan baru anaknya, si pemburu itu mengkerangkeng anjing pemburunya. Sejak saat itu anjing-anjing itu tidak pernah mengganggu domba-domba petani.

Sebagai rasa terima kasih atas kedermawanan petani kepada anak-anaknya, pemburu itu sering membagi hasil buruan kepada petani.

Sebagai balasannya, petani mengirimkan daging domba yang sudah dimasak buatannya untuk tetangganya yang berprofesi sebagai pemburu.
Dalam waktu singkat tetangga itu menjadi Sahabat yang baik.

*****

Mutiara kehidupan dari kisah ini adalah tetaplah berbuat baik. Percayalah kebaikan akan menghasilkan kebaikan.
Jangan buru-buru emosi kepada sahabat apalagi tetangga. Selalulaj berpikir tentang bagaimana caranya agar selalu bisa bersaudara dengan tetangga.

Dimanakah Berlianmu?

Orang yang sukses “menggali berlian” telah berhasil menemukan jalur hidupnya yang cemerlang (kata mutiara kehidupan)

Alhamdulilah buku Menggali Berlian di Kebun Sendiri sudah resmi diluncurkan di acara seminar di Indolivestock Expo & Forum 4 Juli 2019. Istilah “menggali berlian” tiba tiba menjadi populer dalam beberapa perbincangan para peserta seminar. Terima kasih atas kehadiran para pimpinan asosiasi, sejumlah pelaku bisnis dan para pembaca buku saya.

Untuk Anda yang belum sempat membaca buku saya, dapat saya ringkas cerita seorang petani di Afrika di awal abad 20 yang sangat tergoda dengan kisah beberapa orang kaya mendadak gara-gara menemukan tambang berlian. Ia tertarik untuk menjadi penggali berlian, sehingga ia putuskan menjual tanah pertaniannya untuk biaya mengembara. Malangnya, dengan pengetahuan yang sangat minim, ia tak berhasil menemukan tambang berlian. Sementara itu orang yang membeli lahan pertaniannya justru mendapatkan berlian di tanah yang ia beli dengan harga murah.

Kisah tragis petani ini mengajarkan pada kita untuk lebih cermat mengamati apa yang ada di dalam diri kita atau lingkungan terdekat kita sebelum memutuskan untuk mencari sesuatu yang belum jelas dimana dan seberapa besar nilainya.
Kini pelajaran menggali berlian menjadi bahasan umum. Kita bisa melihat orang orang yang konsisten mampu menggali berlian di dalam perjalanan hidupnya.

Coba kita tanyakan, dimanakah berlian pak Jacob Utama? Sebagian besar dari kita tentu akan menjawab Kompas dan Gramedia. Meski dalam pengembangan bisnis, Jacob Otama kemudian masuk ke beberapa jenis bisnis lain, namun karya yang mencorong sekelas berlian adalah Kompas Gramedia.

Orang yang telah sukses menggali berlian adalah yang telah berhasil menemukan jalur hidupnya yang cemerlang. Mereka sudah pada point on no return, titik dimana mareka tidak akan putar balik, sepahit apapun situasinya.

Saya pernah menulis tentang Bangun Dioro, seorang anggota TNI yang di tengah tugasnya meluangkan waktu untuk beternak kambing. Ketika seorang perwira mendengar ada anak buahnya mengisi waktu beternak kambing, ia tidak marah, justru tertarik dengan kegiatan beternaknya. Mulai dari sini kisah berlian berkembang, Bangun dititipkan untuk magang dan belajar beternak di Balai Penelitian Peternakan (Balitnak) Bogor, hingga kemudian mendapat bimbingan langsung dari Prof Kusuma Diwyanto kepala Puslitbang Peternakan. Singkat cerita ia mendapat dukungan modal dari sang Jenderal hingga usaha peternakan kambingnya terus membesar. Saking majunya usaha ternak kambing, ia dijuluki “Sersan berpenghasilan Jenderal”. Seorang presiden SBY pun sempat mengunjungi peternakannya di Cijeruk Bogor.

Begitu mencintai kambing, kemanapun pergi selalu memikirkan pengembangan kambing. Sempat mendapat protes dari keluarga (dengan setengah bercanda) ketika berada di luar kota, setiap telepon ke rumah, yang pertama kali ditanya bukan tentang keluarganya melainkan tentang kambingnya.
Bagi Bangun Dioro, meskipun ia kemudian mengembangkan usaha lainnya, kambing tetaplah sebagai berlian baginya.

Keberhasilan menggali berlian  akan menjadi merek (brand) bagi pribadi yang hebat. Prof Muladno di tengah kesibukannya sebagai dosen dan aktivis beberapa organisasi, sekitar sepuluh tahun berinteraksi dengan peternak sapi. Ia mencari pola apa yang cocok untuk mengamalkan ilmunya khususnya bidang genetika dan pemuliaan ternak. Tidaklah mudah menerapkan ilmu genetika di peternakan sapi rakyat. Waktu demi waktu ia kemudian berhasil membina peternak sapi rakyat, yang selanjutnya dibuat lembaga bernama Sekolah Peternakan Rakyat (SPR).

Banyak yang mengira, SPR itu sekedar pembinaan dan penyuluhan cara beternak dengan sedikit modifikasi saja. Ternyata tidak. Pola SPR terus berkembang dengan melibatkan kampus dan Pemda. Ini semacam kawah untuk mensinergikan lembaga kampus, pemerintah, industri untuk bisa menyatu untuk memajukan peternak sapi rakyat, sekaligus ada unsur peningkatan mutu genetik ternak yang akan dilihat hasilnya dalam jangka panjang.

Dari konsep SPR inilah konon yang membuat Muladno lolos seleksi Dirjen PKH tahun 2015. Tatkala jabatan Dirjen di tangannya, SPR dikembangkan lagi. Namun itu tidak lama, karena jabatan Dirjen hanya 13 bulan saja ia pegang.
Dirjen boleh berganti, namun SPR tidak boleh mati. SPR justru makin bersinar. Ia bahkan diundang ke Austria untuk menyampaikan konsepnya di forum internasional. Juga karena SPR-lah Muladno dilantik menjadi anggota AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia), sebuah lembaga bergengsi yang isinya para peneliti papan atas yang jumlahnya tidak banyak.

Dalam acara launching buku Karya Prof Muladno yang berjudul “Realitas Di Luar Kandang jilid III” beberapa waktu lalu, saya menyampaikan dengan penuh keyakinan bahwa berlian milik Prof Muladno adalah SPR.
Kini makin mudah kita melihat berlian para tokoh populer. Ary Ginanjar Agustian konsep  ESQnya,  Kak Seto Mulyadi dengan dunia anak-anaknya, Habibie dengan konsep teknologi pesawat terbangnya, Rudi Hadisuwarno dengan dunia tata riasnya, Bob Sadino dengan konsep jadi cara goblok jadi pengusaha, Mohamad Ali dengan dunia tinjunya, Rudi Hartono yang melegenda dengan bulu Tangkisnya.

Mereka adalah yang orang-orang yang mengasah berlian hingga bersinar, dalam waktu lama dan jangkauan yang terus meluas. Mereka tidak tiba-tiba menjadi hebat, tapi melalui proses pencarian dan penggalian yang panjang dan sangat menantang.

Dimanakah berlianmu?***

Artikel ini dimuat di rubrik Refleksi Majalah Infovet edisi Agustus 2019

Singkatan yang Sulit Dihafal (HPDKI, SNMPTN, PPVPP, KPBP2SI dll)

Nama adalah brand alias merek. Itu sebabnya kalau ada nama yang sulit dilafalkan dan dihafalkan, secara reflek saya sering memberi komentar. Itu adalah bentuk kepedulian saya.

Di lembaga pemerintah banyak nama yang aneh-aneh dan sangat menyulitkan masyarakat untuk mengingatnya.
Di era kepemimpinan menteri Anton Apriantono, Kementerian Pertanian mendirikan Pusat Perizinan dan Investasi, disingkat PPI. Beberapa tahun lalu ini nama ini "disempurnakan" menjadi Pusat Perlindungan Varietas dan Perizinan Pertanian, disingkat PPVPP. Sejauh mana Anda mampu mengingat-ingat singkatan tersebut? Sampai hari ini saya masih sering sulit mengingatnya. Tak sedikit juga wartawan yang salah ketik.  Kenapa?

Karena secara umum otak manusia mudah mengingat singkatan yang terdiri dari 2 atau 3 huruf. Kita mudah mengungat SD, SMP, SMA, ITB, IPB. Tapi coba perubahan nama UMPTN, SNMPTN, SBMPTN  dan sebagainya. sulit kan?

Maka nama partai pun jarang yang terdiri dari 4 huruf. Mereka tampaknya paham, singkatan nama partai harus mudah diingat. Rata-rata 3 huruf saja, misalkan PPP, PKB, PBB, PAN, PKS, PDI (sekarang PDI-P), Jika sulit menyingkat dengan huruf, dibuat akronim berupa kata baru, Gerindra, Nasdem.

Di bidang peternakan, banyak organisasi masyarakat yang singkatannya 4 huruf, misalnya GPMT, GPPU, PDHI, ISPI. Yang menyulitkan adalah PPSKI (Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia) , HPDKI (Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia). Dua yang saya sebut terakhir seringkali menyulitkan masyarakat. bahkan sesama asosiasi peternakan yang sering ketemu saja, masih banyak yang salah ucap.

Di pemerintahan, ketika sebuah lembaga berubah status, singkatan nama juga ikut berubah. Ini juga merepotkan publik untuk menghafalkannya. Hal ini menyebabkan jika ada surat dari swasta yang salah ketik dalam menulis nama, surat  bisa dikembalikan oleh pejabat pemerintah yang merasa berkuasa.

Sebuah lembaga milik Kementerian Pertanian di Gunung Sindur Bogor dulu namanya Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan , disingkat BPMSOH. Nama ini susah dihafal kan? Lantas status Balai ini berubah menjadi Balai Besar.
Menurut saya, singkatannya tak harus diubah, tetap BPMSOH, singkatan dari Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan. Namun pemerintah punya aturan sendiri, sehingga  harus berubah menjadi BBPMSOH. Nah tambah susah kan menghafalnya ? Kalau Anda ke Gunung Sindur, tanya ke masyarakat dimana letak kantor BBPMSOH, hampir pasti warga setempat kebingungan, itu nama apa kok panjang banget. Tapi kalau anda tanya dimana "Laborat" hampir semua warga tahu lokasinya.

Ini karena warga sejak awal sulit menyebut BPMSOH (apalagi BBPMSOH). Lebih praktis sebut saja Laborat. Repot amat sih.

Begitu pula Balai Penelitian Veteriner singkatannya Balitvet, sekarang menjadi Balai Besar Penelitian Veteriner disingkat BBalitvet.
Kalau saya teruskan beberapa contoh, anda akan pusing dengan berbagai singkatan milik pemerintah.

Repotnya orang swasta tanpa sengaja bikin singkatan yang tak kalah menyulitkan. Coba Anda masuk ke facebook, disana banyak komunitas yang membuat singkatan yang sulit dihafal. Ada Komunitas Peternak Bebek Petelur dan Pedaging Seluruh Indonesia, disingkat KPBP2SI (Mudah-mudahan saya nggak salah tulis hehe).

Ada juga Komunitas Peternak Bebek Petelur dan Pedaging Seluruh Nusantara, disingkat KPBP2SN (buat anggota komunitas, saya minta maaf kalau salah ketik).
Ada lagi Komunitas Peternak Bebek Seluruh Nusantara Indonesia, disingkat KPB-SNI. (yang ini masing mending, disingkat, dipenggal jadi dua, saya lebih mudah menghafalnya)

Terus terang saya menjadi peduli dengan singkatan dan akronim , karena bagi saya, menyingkat itu ditujukan untuk memudahkan. Faktanya banyak menyulitkan. Padahal kalau kita salah tulis mereka marah atau tersinggung.
Singkatan yang menyulitkan, tentunya berdampak banyak. Para wartawan misalnya, akan sangat berhati-hati dalam menulis. Kalau sedang dikejar deadline, dia akan memilih sebuah penjelasan semampunya daripada menulis singkatan tapi salah. Atau lebih memilih tidak menulis sama sekali.

Nah, omong-omong soal singkatan dan akronim, saya mengenal Dr. Soehadji (alm), Dirjen Peternakan era order baru. Ia sangat kreatif membuat akronim sehingga sampai sekarangpun saya masih hafal, Ketika ada kemarau panjang tahun 1990an, ia mengusulkan ke Presiden Operasi Penanggulangan Dampak Kekeringan, disingkat Operasi Pendekar. Konon karena namanya keren begini, Presiden Soeharto langsung setuju dengan operasi tersebut. Soehadji juga membuat program Gerakan Pembangunan Sentra Perbibitan Pedesaan alias Gerbang Serba Bisa dan berbagai ide kreatif dalam menjalankan ide pembangunan peternakan.

Coba bandingkan singkatan program pemerintah sekarang, Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab). Hanya karena sudah berulang-ulang saja sehingga saya sudah hafal dan tidak salah ketik. Anda yang baru dengar mungkin sulit juga menghafalnya.

Akronim tidaklah harus persis menyingkat beberapa kata, tapi memudahkan kita menyebutnya. Tahun 2010, saya dan beberapa media peternakan mendirikan organisasi atau forum media media peternakan. Saya mengusulkan namanya jangan AMPI (Asosiasi Media Peternakan Indonesia) atau singkatan lainnya , tapi FORMAT (Forum Media Peternakan). Mudah diingat dan mencerminkan istilah media.

Anak-anak muda sekarang tampaknya lebih kreatif dalam membuat singkatan dan akronim. Alun Alun Kidul (Jogja) disingkat Alkid. Komunitas Pencinta dan Pemerhati Motor, disingkat Kompetitor.
Banyak juga akronim sekaligus plesetan sehingga kita lebih mudah kita menghafalnya. Misalkan Kejora (Kelompok Jomblo Ceria), Ijo Tomat (Ikatan Jomblo Terhormat), Gunawan (Gundul Namun Menawan), Titi DJ Dedi Dores (Hati Hati di Jalan, Dengan Disertai  Doa dan restu), Antapani (Antara Cinta Tapi Tue Wani) hehehe


Sekian dulu ya.

Bambang Suharno
Pengamat Peternakan
Ketua Umum Forum Media Peternakan (Format) tahun 2010-2016
Pengelola MajalahInfovet.com dan Agribiznetwork.com

PIKIRANMU ADALAH OBAT BAGI SAKITMU

Buku ini bisa dibeli di Bukalapak
Filsuf Plato pernah mengatakan, hati-hati dengan pikiranmu. Kekuatan pikiran mampu menjadi obat sekaligus racun. Jika dilandasi dengan serakah, benci, dan iri, ia adalah racun. Sebaliknya jika dilandasi dengan cinta, ia adalah obat yang paling manjur.

Kata-kata bijak tersebut saya kutip dari tulisan pak Andrie Wongso, Motivator nomor satu Indonesia,  dalam buku saya yang berjudul "Menggali Berlian di Kebun Sendiri," Ia menulis itu sebagai kalimat endorsement untuk buku saya.

Kata Pak Andrie Wongso, buku Menggali Berlian di Kebun Sendiri memberikan pencerahan bagi kita untuk mengelola kekuatan pikiran dan tindakan dengan sebaik-baiknya.

Wah, senang dan bangga mendapat pujian seperti itu dari motivator nomor satu Indonesia.

Tapi tulisan ini bukan bercerita tentang buku saya, melainkan tentang seorang dokter yang memberi nasihat kesehatan yang berbeda dengan dokter pada umumnya. Hampir semua nasihatnya adalah tentang bagaimana kita mengelola pikiran agar kita menjadi sehat. Bahkan, katanya, pikiran itu mampu menjadi obat bagi bermacam penyakit. persis sama dengan kata Filsuf Plato dan Andrie Wongso, Yuk kita simak ceritanya.


Kami sedang antri periksa kesehatan. Dokter yang kami kunjungi ini termasuk dokter sepuh –berusia sekitar tujuh puluhan- spesialis penyakit...
“Silakan duduk,” sambut dr.Paulus.
Aku duduk di depan meja kerjanya, mengamati pria sepuh berkacamata ini yang sedang sibuk menulis identitasku di kartu pasien.

“Apa yang dirasakan, Mas?”

Aku pun bercerita tentang apa yang kualami sejak 2013 hingga saat ini. Mulai dari awal merasakan sakit maag, peristiwa-peristiwa kram perut, ambruk berkali-kali, gejala dan vonis tipes, pengalaman opnam dan endoskopi, derita GERD, hingga tentang radang duodenum dan praktek tata pola makan Food Combining yang kulakoni.

“Kalau kram perutnya sudah enggak pernah lagi, Pak,” ungkapku, “Tapi sensasi panas di dada ini masih kerasa, panik juga cemas, mules, mual. Kalau telat makan, maag saya kambuh. Apalagi setelah beberapa bulan tata pola makan saya amburadul lagi.”

“Tapi buat puasa kuat ya?”

“Kuat, Pak.”

“Orang kalau kuat puasa, harusnya nggak bisa kena maag!”

Aku terbengong, menunggu penjelasan.

“Asam lambung itu,” terang Pak Paulus, “Diaktifkan oleh instruksi otak kita. Kalau otak kita bisa mengendalikan persepsi, maka asam lambung itu akan nurut sendiri. Dan itu sudah bisa dilakukan oleh orang-orang puasa.”

“Maksudnya, Pak?”

“Orang puasa ‘kan malamnya wajib niat to?”

“Njih, Pak.”

“Nah, niat itulah yang kemudian menjadi kontrol otak atas asam lambung. Ketika situ sudah bertekad kuat besok mau puasa, besok nggak makan sejak subuh sampai maghrib, itu membuat otak menginstruksikan kepada fisik biar kuat, asam lambung pun terkendali. Ya kalau sensasi lapar memang ada, namanya juga puasa. Tapi asam lambung tidak akan naik, apalagi sampai parah. Itu syaratnya kalau situ memang malamnya sudah niat mantap. Kalau cuma di mulut bilang mau puasa tapi hatinya nggak mantap, ya tetap nggak kuat. Makanya niat itu jadi kewajiban, ‘kan?”

“Iya, ya, Pak,” aku manggut-manggut nyengir.

“Manusia itu, Mas, secara ilmiah memang punya tenaga cadangan hingga enam puluh hari. Maksudnya, kalau orang sehat itu bisa tetap bertahan hidup tanpa makan dalam keadaan sadar selama dua bulan. Misalnya puasa dan buka-sahurnya cuma minum sedikit. Itu kuat. Asalkan tekadnya juga kuat.”

Aku melongo lagi.

“Makanya, dahulu raja-raja Jawa itu sebelum jadi raja, mereka tirakat dulu. Misalnya puasa empat puluh hari. Bukanya cuma minum air kali. Itu jaman dulu ya, waktu kalinya masih bersih. Hahaha,” ia tertawa ringan, menambah rona wajahnya yang memang kelihatan masih segar meski keriput penanda usia.

Kemudian ia mengambil sejilid buku di rak sebelah kanan meja kerjanya. Ya, ruang praktek dokter dengan rak buku. Keren sekali. Aku lupa judul dan penulisnya. Ia langsung membuka satu halaman dan menunjukiku beberapa baris kalimat yang sudah distabilo hijau.

“Coba baca, Mas: ‘mengatakan adalah mengundang, memikirkan adalah mengundang, meyakini adalah mengundang’. Jadi kalau situ memikirkan; ‘ah, kalau telat makan nanti asam lambung saya naik’, apalagi berulang-ulang mengatakan dan meyakininya, ya situ berarti mengundang penyakit itu. Maka benar kata orang-orang itu bahwa perkataan bisa jadi doa. Nabi Musa itu, kalau kerasa sakit, langsung mensugesti diri; ah sembuh. Ya sembuh. Orang-orang debus itu nggak merasa sakit saat diiris-iris kan karena sudah bisa mengendalikan pikirannya. Einstein yang nemuin bom atom itu konon cuma lima persen pendayagunaan otaknya. Jadi potensi otak itu luar biasa,” papar Pak Paulus.

“Jadi kalau jadwal makan sembarangan berarti sebenarnya nggak apa-apa ya, Pak?”

“Nah, itu lain lagi. Makan harus tetap teratur, ajeg, konsisten. Itu agar menjaga aktivitas asam lambung juga. Misalnya situ makan tiga kali sehari, maka jarak antara sarapan dan makan siang buatla sama dengan jarak antara makan siang dan makan malam. Misalnya, sarapan jam enam pagi, makan siang jam dua belas siang, makan malam jam enam petang. Kalau siang, misalnya jam sebelas situ rasanya nggak sempat makan siang jam dua belas, ya niatkan saja puasa sampai sore. Jangan mengundur makan siang ke jam dua misalnya, ganti aja dengan minum air putih yang banyak. Dengan pola yang teratur, maka organ di dalam tubuh pun kerjanya teratur. Nah, pola teratur itu sudah bisa dilakukan oleh orang-orang yang puasa dengan waktu buka dan sahurnya.”

“Ooo, gitu ya Pak,” sahutku baru menyadari.

“Tapi ya itu tadi. Yang lebih penting adalah pikiran situ, yakin nggak apa-apa, yakin sembuh. Allah sudah menciptakan tubu kita untuk menyembuhkan diri sendiri, ada mekanismenya, ada enzim yang bekerja di dalam tubuh untuk penyembuhan diri. Dan itu bisa diaktifkan secara optimal kalau pikiran kita optimis. Kalau situ cemas, takut, kuatir, justru imunitas situ turun dan rentan sakit juga.”

Pak Paulus mengambil beberapa jilid buku lagi, tentang ‘enzim kebahagiaan’ endorphin, tentang enzim peremajaan, dan beberapa tema psiko-medis lain tulisan dokter-dokter Jepang dan Mesir.

“Situ juga berkali-kali divonis tipes ya?”

“Iya, Pak.”

“Itu salah kaprah.”

“Maksudnya?”

“Sekali orang kena bakteri thypoid penyebab tipes, maka antibodi terhadap bakteri itu bisa bertahan dua tahun. Sehingga selama dua tahun itu mestinya orang tersebut nggak kena tipes lagi. Bagi orang yang fisiknya kuat, bisa sampai lima tahun. Walaupun memang dalam tes widal hasilnya positif, tapi itu bukan tipes. Jadi selama ini banyak yang salah kaprah, setahun sampai tipes dua kali, apalagi sampai opnam. Itu biar rumah sakitnya penuh saja. Kemungkinan hanya demam biasa.”

“Haah?”

“Iya Mas. Kalaupun tipes, nggak perlu dirawat di rumah sakit sebenarnya. Asalkan dia masih bisa minum, cukup istirahat di rumah dan minum obat tipes. Sembuh sudah. Dulu, pernah di RS Sardjito, saya anjurkan agar belasan pasien tipes yang nggak mampu, nggak punya asuransi, rawat jalan saja. Yang penting tetep konsumsi obat dari saya, minum yang banyak, dan tiap hari harus cek ke rumah sakit, biayanya gratis. Mereka nurut. Itu dalam waktu maksimal empat hari sudah pada sembuh. Sedangkan pasien yang dirawat inap, minimal baru bisa pulang setelah satu minggu, itupun masih lemas.”

“Tapi ‘kan pasien harus bedrest, Pak?”

“Ya ‘kan bisa di rumah.”

“Tapi kalau nggak pakai infus ‘kan lemes terus Pak?”

“Nah situ nggak yakin sih. Saya yakinkan pasien bahwa mereka bisa sembuh. Asalkan mau nurut dan berusaha seperti yang saya sarankan itu. Lagi-lagi saya bilang, kekuatan keyakinan itu luar biasa lho, Mas.”

Dahiku berkernyit. Menunggu lanjutan cerita.

“Dulu,” lanjut Pak Paulus, “Ada seorang wanita kena kanker payudara. Sebelah kanannya diangkat, dioperasi di Sardjito.
Nggak lama, ternyata payudara kirinya kena juga. Karena nggak segera lapor dan dapat penanganan, kankernya merembet ke paru-paru dan jantung. Medis di Sardjito angkat tangan.

Dia divonis punya harapan hidup maksimal hanya empat bulan.”

“Lalu, Pak?” tanyaku antusias.

“Lalu dia kesini ketemu saya. Bukan minta obat atau apa.
Dia cuma nanya; ‘Pak Paulus, saya sudah divonis maksimal empat bulan.

Kira-kira bisa nggak kalau diundur jadi enam bulan?’

Saya heran saat itu, saya tanya kenapa.

Dia bilang bahwa enam bulan lagi anak bungsunya mau nikah, jadi pengen ‘menangi’ momen itu.”

“Waah.. Lalu, Pak?”

“Ya saya jelaskan apa adanya. Bahwa vonis medis itu nggak seratus persen, walaupun prosentasenya sampai sembilan puluh sembilan persen,
tetap masih ada satu persen berupa kepasrahan kepada Tuhan yang bisa mengalahkan vonis medis sekalipun.
Maka saya bilang; sudah Bu, situ nggak usah mikir bakal mati empat bulan lagi.
Justru situ harus siap mental, bahwa hari ini atau besok situ siap mati.
Kapanpun mati, siap!
Begitu, situ pasrah kepada Tuhan, siap menghadap Tuhan kapanpun. Tapi harus tetap berusaha bertahan hidup.”

Aku tambah melongo. Tak menyangka ada nasehat macam itu.
Kukira ia akan memotivasi si ibu agar semangat untuk sembuh, malah disuruh siap mati kapanpun.
O iya, mules mual dan berbagai sensasi ketidaknyamanansudah tak kurasakan lagi.

“Dia mau nurut. Untuk menyiapkan mental siap mati kapanpun itu dia butuh waktu satu bulan.
Dia bilang sudah mantap, pasrah kepada Tuhan bahwa dia siap.
Dia nggak lagi mengkhawatirkan penyakit itu, sudah sangat enjoy.
Nah, saat itu saya cuma kasih satu macam obat. Itupun hanya obat anti mual biar dia tetap bisa makan dan punya energi untuk melawan kankernya.

Setelah hampir empat bulan, dia check-up lagi ke Sardjito dan di sana dokter yang meriksa geleng-geleng. Kankernya sudah berangsur-angsur hilang!”

“Orangnya masih hidup, Pak?”

“Masih. Dan itu kejadian empat belas tahun lalu.”

“Wah, wah, wah..”

“Kejadian itu juga yang menjadikan saya yakin ketika operasi jantung dulu.”

“Lhoh, njenengan pernah Pak?”

“Iya.
Dulu saya operasi bedah jantung di Jakarta. Pembuluhnya sudah rusak. Saya ditawari pasang ring.

Saya nggak mau. Akhirnya diambillah pembuluh dari kaki untuk dipasang di jantung.

Saat itu saya yakin betul sembuh cepat. Maka dalam waktu empat hari pasca operasi, saya sudah balik ke Jogja, bahkan dari bandara ke sini saya nyetir sendiri.
Padahal umumnya minimal dua minggu baru bisa pulang.
Orang yang masuk operasi yang sama bareng saya baru bisa pulang setelah dua bulan.”

Pak Paulus mengisahkan pengalamannya ini dengan mata berbinar. Semangatnya meluap-luap hingga menular ke pasiennya ini. Jujur saja, penjelasan yang ia paparkan meningkatkan harapan sembuhku dengan begitu drastis.

Persis ketika dua tahun lalu pada saat ngobrol dengan Bu Anung tentang pola makan dan kesehatan. Semangat menjadi kembali segar!

“Tapi ya nggak cuma pasrah terus nggak mau usaha.
Saya juga punya kenalan dokter,” lanjutnya,
“Dulu tugas di Bethesda, aslinya Jakarta, lalu pindah mukim di Tennessee, Amerika.

Di sana dia kena kanker stadium empat. Setelah divonis mati dua bulan lagi, dia akhirnya pasrah dan pasang mental siap mati kapanpun.

Hingga suatu hari dia jalan-jalan ke perpustakaan, dia baca-baca buku tentang Afrika.
Lalu muncul rasa penasaran, kira-kira gimana kasus kanker di Afrika.
Dia cari-cari referensi tentang itu, nggak ketemu. Akhirnya dia hubungi kawannya, seorang dokter di Afrika Tengah.

Kawannya itu nggak bisa jawab.
Lalu dihubungkan langsung ke kementerian kesehatan sana. Dari kementerian, dia dapat jawaban mengherankan, bahwa di sana nggak ada kasus kanker.
Nah dia pun kaget, tambah penasaran.”

Pak Paulus jeda sejenak. Aku masih menatapnya penuh penasaran juga, “Lanjut, Pak,” benakku.

“Beberapa hari kemudian dia berangkat ke Afrika Tengah.
Di sana dia meneliti kebiasaan hidup orang-orang pribumi. Apa yang dia temukan?
Orang-orang di sana makannya sangat sehat.
Yaitu sayur-sayuran mentah, dilalap, nggak dimasak kayak kita.

Sepiring porsi makan itu tiga perempatnya sayuran, sisanya yang seperempat untuk menu karbohidrat. Selain itu, sayur yang dimakan ditanam dengan media yang organik. Pupuknya organik pake kotoran hewan dan sisa-sisa tumbuhan.

Jadi ya betul-betul sehat.
Nggak kayak kita, sudah pupuknya pakai yang berbahaya, eh pakai dimasak pula. Serba salah kita.

Bahkan beras merah dan hitam yang sehat-sehat itu, kita nggak mau makan.
Malah kita jadikan pakan burung, ya jadinya burung itu yang sehat, kitanya sakit-sakitan.”

Keterangan ini mengingatkanku pada obrolan dengan Bu Anung tentang sayur mayur, menu makanan serasi, hingga beras sehat. Pas sekali.

“Nah dia yang awalnya hanya ingin tahu, akhirnya ikut-ikutan.

Dia tinggal di sana selama tiga mingguan dan menalani pola makan seperti orang-orang Afrika itu.”

“Hasilnya, Pak?”

“Setelah tiga minggu, dia kembali ke Tennessee.

Dia mulai menanam sayur mayur di lahan sempit dengan cara alami.
Lalu beberapa bulan kemudian dia check-up medis lagi untuk periksa kankernya,”

“Sembuh, Pak?”

“Ya! Pemeriksaan menunjukkan kankernya hilang.
Kondisi fisiknya berangsur-angsur membaik. Ini buki bahwa keyakinan yang kuat, kepasrahan kepada Tuhan, itu energi yang luar biasa.

Apalagi ditambah dengan usaha yang logis dan sesuai dengan fitrah tubuh.

Makanya situ nggak usah cemas, nggak usah takut..”

Takjub, tentu saja.

Pada momen ini Pak Paulus menghujaniku dengan pengalaman-pengalamannya di dunia kedokteran, tentang kisah-kisah para pasien yang punya optimisme dan pasien yang pesimis.

Aku jadi teringat kisah serupa yang menimpa alumni Madrasah Huffadh Al-Munawwir, pesantren tempatku belajar saat ini.

Singkatnya, santri ini mengidap tumor ganas yang bisa berpindah-pindah benjolannya.

Ia divonis dokter hanya mampu bertahan hidup dua bulan. Terkejut atas vonis ini, ia misuh-misuh di depan dokter saat itu.
Namun pada akhirnya ia mampu menerima kenyataan itu.

Ia pun bertekad menyongsong maut dengan percaya diri dan ibadah. Ia sowan ke Romo Kiai, menyampaikan maksudnya itu.

Kemudian oleh Romo Kiai, santri ini diijazahi (diberi rekomendasi amalan)
Riyadhoh Qur’an, yakni amalan membaca Al-Quran tanpa henti selama empat puluh hari penuh, kecuali untuk memenuhi hajat dan kewajiban primer.

Riyadhoh pun dimulai. Ia lalui hari-hari dengan membaca Al-Quran tanpa henti.

Persis di pojokan aula Madrasah Huffadh yang sekarang. Karena merasa begitu dingin, ia jadikan karpet sebagai selimut.

Hari ke tiga puluh, ia sering muntah-muntah, keringatnya pun sudah begitu bau.

Bacin, mirip bangkai tikus,kenang narasumber yang menceritakan kisah ini padaku. Hari ke tiga puluh lima, tubuhnya sudah nampak lebih segar, dan ajaibnya; benjolan tumornya sudah hilang.

Selepas rampung riyadhoh empat puluh hari itu, dia kembali periksa ke rumah sakit di mana ia divonis mati.

Pihak rumah sakit pun heran.
Penyakit pemuda itu sudah hilang, bersih, dan menunjukkan kondisi vital yang sangat sehat!

Aku pribadi sangat percaya bahwa gelombang yang diciptakan oleh ritual ibadah bisa mewujudkan energi positif bagi fisik.

Khususnya energi penyembuhan bagi mereka yang sakit.

Memang tidak mudah untuk sampai ke frekuensi itu, namun harus sering dilatih. Hal ini diiyakan oleh Pak Paulus.

“Untuk melatih pikiran biar bisa tenang itu cukup dengan pernapasan.

Situ tarik napas lewat hidung dalam-dalam selama lima detik, kemudian tahan selama tiga detik. Lalu hembuskan lewat mulut sampai tuntas. Lakukan tujuh kali setiap sebelum Shubuh dan sebelum Maghrib.

Itu sangat efektif. Kalau orang pencak, ditahannya bisa sampai tuuh detik.
Tapi kalau untuk kesehatan ya cukup tiga detik saja.”

Nah, anjuran yang ini sudah kupraktekkan sejak lama. Meskipun dengan tata laksana yang sedikit berbeda.

Terutama untuk mengatasi insomnia. Memang ampuh. Yakni metode empat-tujuh-delapan.

Ketika merasa susah tidur alias insomnia, itu pengaruh pikiran yang masih terganggu berbagai hal.

Maka pikiran perlu ditenangkan, yakni dengan pernapasan.
Tak perlu obat, bius, atau sejenisnya, murah meriah.

Pertama, tarik napas lewat hidung sampai detik ke empat, lalu tahan sampai detik ke tujuh, lalu hembuskan lewat mulut pada detik ke delapan. Ulangi sebanyak empat sampai lima kali.

Memang iya mata kita tidak langsung terpejam ngantuk, tapi pikiran menadi rileks dan beberapa menit kemudian tanpa terasa kita sudah terlelap.
Awalnya aku juga agak ragu, tapi begitu kucoba, ternyata memang ampuh. Bahkan bagi yang mengalami insomnia sebab rindu akut sekalipun.

“Gelombang yang dikeluarkan oleh otak itu punya energi sendiri, dan itu bergantung dari seberapa yakin tekad kita dan seberapa kuat konsentrasi kita,” terangnya,

“Jadi kalau situ sholat dua menit saja dengan khusyuk, itu sinyalnya lebih bagus ketimbang situ sholat sejam tapi pikiran situ kemana-mana, hehehe.”

Duh, terang saja aku tersindir di kalimat ini.

“Termasuk dalam hal ini adalah keampuhan sholat malam.

Sholat tahajud. Itu ketika kamu baru bangun di akhir malam, gelombang otak itu pada frekuensi Alpha. Jauh lebih kuat daripada gelombang Beta yang teradi pada waktu Isya atau Shubuh.
Jadi ya logis saja kalau doa di saat tahajud itu begitu cepat ‘naik’ dan terkabul. Apa yang diminta, itulah yang diundang.
Ketika tekad situ begitu kuat, ditambah lagi gelombang otak yang lagi kuat-kuatnya, maka sangat besar potensi terwujud doa-doa situ.”

Tak kusangka Pak Paulus bakal menyinggung perihal sholat segala. Aku pun ternganga. Ia menunjukkan sampul buku tentang ‘enzim panjang umur’.

“Tubuh kita ini, Mas, diberi kemampuan oleh Allah untuk meregenerasi sel-sel yang rusak dengan bantuan enzim tertentu, populer disebut dengan enzim panjang umur. Secara berkala sel-sel baru terbentuk, dan yang lama dibuang.
Ketika pikiran kita positif untuk sembuh, maka yang dibuang pun sel-sel yang terkena penyakit.

Menurut penelitian, enzim ini bisa bekerja dengan baik bagi mereka yang sering merasakan lapar dalam tiga sampai empat hari sekali.”

Pak Paulus menatapku, seakan mengharapkan agar aku menyimpulkan sendiri.

“Puasa?”
“Ya!”
“Senin-Kamis?”

“Tepat sekali! Ketika puasa itu regenerasi sel berlangsung dengan optimal.

Makanya orang puasa sebulan itu juga harusnya bisa jadi detoksifikasi yang ampuh terhadap berbagai penyakit.”

Lagi-lagi,aku manggut-manggut.

Tak asing dengan teori ini.

“Pokoknya situ harus merangsang tubuh agar bisa menyembuhkan diri sendiri.

Jangan ketergantungan dengan obat. Suplemen yang nggak perlu-perlu amat,nggak usahlah. Minum yang banyak, sehari dua liter, bisa lebih kalau situ banyak berkeringat, ya tergantung kebutuhan.

Tertawalah yang lepas, bergembira, nonton film lucu tiap hari juga bisa merangsang produksi endorphin, hormon kebahagiaan. Itu akan sangat mempercepat kesembuhan.

Penyakit apapun itu! Situ punya radang usus kalau cemas dan khawatir terus ya susah sembuhnya.

Termasuk asam lambung yang sering kerasa panas di dada itu.”

Terus kusimak baik-baik anjurannya sambil mengelus perut yang tak lagi terasa begah. Aneh.

“Tentu saja seperti yang saya sarankan, situ harus teratur makan, biar asam lambung bisa teratur juga.

Bangun tidur minum air hangat dua gelas sebelum diasupi yang lain.

Ini saya kasih vitamin saja buat situ, sehari minum satu saja. Tapi ingat, yang paling utama adalah kemantapan hati, yakin, bahwa situ nggak apa-apa. Sembuh!”

Begitulah. Perkiraanku yang tadinya bakal disangoni berbagai macam jenis obat pun keliru.

Hanya dua puluh rangkai kaplet vitamin biasa, Obivit, suplemen makanan yang tak ada ?;kaitannya dengan asam lambung apalagi GERD.

Hampir satu jam kami ngobrol di ruang praktek itu, tentu saja ini pengalaman yang tak biasa. Seperti konsultasi dokter pribadi saja rasanya.

Padahal saat keluar, kulihat masih ada dua pasien lagi yang kelihatannya sudah begitu jengah menunggu.

“Yang penting pikiran situ dikendalikan, tenang dan berbahagia saja ya,” ucap Pak Paulus sambil menyalamiku ketika hendak pamit.

Dan jujur saja, aku pulang dalam keadaan bugar, sama sekali tak merasa mual, mules, dan saudara-saudaranya.

Terima kasih Pak Paulus.

Cerita tentang dokter Paulus di atas dicopy oleh Wiwiet Prawitasari di group wa fapet Unsoed 85, dengan sumber dari wordpress GUBUGREOT

keyword : kata-kata bijak terbaru 2018
bambang suharno, andrie wongso

Belajar dari Banyuwangi (Dahlan Iskan)

Ada satu kelompok orang miskin yang tidak mungkin dientas. Mereka janda, atau duda. Sudah tua. Tidak punya keluarga. Rumah juga tiada.
Diberi modal pun tiada guna. Apalagi diberi penataran. kata mutiara kehidupan

Perkiraan saya jumlahnya 5 juta. Di seluruh Indonesia.

Bagi kelompok ini, yang penting adalah jaminan bisa makan. Setidaknya dua kali sehari. Kalau sakit bisa berobat. Gratis. Punya baju meski tidak baru. Punya selimut. Atau sarung yang multi guna.

Tapi yang terpenting sebenarnya keperluan jenis ini: teman bicara. Teman ngobrol. Teman curhat.

Inilah sebenarnya tujuan panti jompo. Agar punya banyak teman sebaya. Tapi dari namanya saja sudah begitu menghina. Siapa yang mau terhina tinggal di sana.

Di Banyuwangi saya melihat contoh ideal. Saat saya ke sana. Sabtu-Minggu kemarin. Bupati Banyuwangi Azwar Anas sudah punya datanya: 2.000 sekian. Lengkap dengan nama dan alamatnya.

Anas juga punya solusi: kirim makanan dua kali sehari. Tiap kali satu rantang berisi tiga.

Dia tahu birokrasi tak akan mungkin menanganinya. Maka dia tunjuk warung-warung terdekat.

Misalnya warung bu Fatimah. Saat saya ke warung itu rantang sedang dipersiapkan. Ada warna merah dan hijau. Untuk pengiriman sore.

Untuk makan malam. Bu Fatimah punya dua ‘loper’. Yang mengantar rantang itu. Sekaligus mengambil rantang kosong.

Setiap bulan Bu Fatimah menerima pembayaran dari Pemda. Serantang Rp 18.000. Juga bertanggungjawab atas mutu makanan.

Sore itu saya kunjungi Bu Tampani. Seorang janda. Umur 80 tahun. Punya tiga anak. Tapi semua meninggal sebelum umur dua tahun.

Suaminya, seorang nelayan, juga sudah meninggal. Lebih dari 40 tahun lalu.

Tapi fisik Bu Tampani cukup baik. Pendengarnya masih ok. Ingatannya masih segar. Bicaranya masih jelas. Tidak pikun. Tidak tremor.

Dialah salah satu penerima rantang itu. Kebetulan tetangga-tetangganya masih sering mengajak dia ngobrol.

Saya yakin ada Pemda lain yang memiliki program seperti Banyuwangi. Hanya saja saya tidak tahu.

Tapi Pemda yang melakukannya seperti tidak mendapat nama. Seolah kurang berhasil dalam menangani kemiskinan.

Meski telah tertangani, tetap saja mereka masuk kelompok miskin. Mereka tidak menjadi faktor pengurang angka kemiskinan.

Mungkin ada baiknya dilakukan begini: mereka yang sudah tertangani dari kelompok ini dikeluarkan dari angka kemiskinan. Bikinkan kategori khusus.

Mereka memang tidak mungkin dientas. Dalam pengertian dibuat kaya. Yang penting kebutuhan mereka terpenuhi.

Banyuwangi memang punya ribuan terobosan. Salah satunya pembentukan ‘smart kampung’. Anas melakukan revolusi digital mulai dari kampung.

Inilah kabupaten yang majunya sangat nyata. Dulu Banyuwangi sulit maju karena jauh dari mana-mana.

Anas bangun bandara. Kini sudah ada penerbangan langsung Jakarta-Banyuwangi. Tiga kali sehari. Juga dari Surabaya. Tak lama lagi dari Singapura dan Kualalumpur.

Banyuwangi yang bisa berbuat begini. Ekonominya tumbuh 6,7 persen. Angka yang sulit dicapai nasional. Bupati memang juga harus pabrik ide. Dan CEO yang handal.

Bahkan hal sepele pun dia perhatikan. Misalnya omongan yang bersifat tahayul. Tapi meluas. Menjadi kepercayaan umum. Merusak mental. Maklum Banyuwangi juga dikenal sebagai ibukota santet nasional. Dulu. Tidak pernah damai. Kisruh terus. Demo terus.

Masyarakat sudah sampai tingkat percaya Banyuwangi sulit maju. Kantor bupatinya saja menghadap makam besar. Taman makam pahlawan. Di halaman makam itu ada patung pedang dan tombak. Itu yang membuat kabupaten berdarah-darah.

Tentu Anas tidak percaya yang begituan. Tapi meluasnya kepercayaan seperti itu harus dibasmi. Bukan dengan khotbah atau kecaman. Tapi tindakan.

Patung senjata itu dia bongkar. Halaman makam itu dia mundurkan. Menjadi luas. Lalu dia hutankan. Dengan pohon sawit. Rapat. Rindang. Dia buat plaza di bawahnya. Dia pasangi wifi.

Kini makam itu tidak terlihat dari luar. Yang tampak adalah hutan sawit yang rimbun dan indah. Anak-anak muda berwifi ria di naungannya.

Belum cukup. Dua kanon meriam dia pasang di depan kantor kabupaten. Meriam besar. Menghadap makam. Senjata yang lebih besar untuk menangkis pedang dan tombak yang sudah tidak ada.

Sudah tujuh tahun tidak ada demo di Banyuwangi.

Bukan karena makamnya sudah ditutup hutan sawit. Tapi Anas membuat masyarakat sibuk berkarya.

Lebih 150 festival dia buat setiap tahun. Mulai dari tari ‘gandrung seribu’ sampai lari ke gunung Ijen.

Aneh sekali kalau kawasan Toba tidak bisa bangkit seperti Banyuwangi. Bandara Silangit harus bisa jadi bandara Banyuwangi. Tapi memang. Memang. Harus ada Azwar Anas di sana.

Itu pula yang membuat saya menyarankan pada bupati Sambas, Kalbar, H Atbah Romin Suhaili LC.

Saat beliau ke rumah saya. Mencari cara membangun Sambas. Yang begitu jauh. Yang bertetangga dengan Serawak.

Bangunlah bandara. Manfaatkan nilai jual tetangga: kota Singkawang.

Bekerjasamalah dengan walikota Singkawang. Jangan bersaing. Apalagi bertengkar. Hanya demi gengsi.

Begitu banyak orang ingin ke Singkawang. Apalagi saat Cap Go Meh. Atau Imlek. Atau ceng beng. Terlalu tersiksa untuk ke Singkawang. Harus lewat Pontianak.

Banyuwangi literatur hidup untuk semua itu.*** Kata mutiara kehidupan

Sang Guru Pembuka Jalan Masa Depan



Satu langkah kecil dari seorang manusia (pemimpin), dapat menjadi satu lompatan besar bagi kemanusiaan (Neil Amstrong 19302012)


Siang itu sepulang dari kantor, pak Rusdi tiba-tiba berhenti di depan rumahku dan bercakap-cakap dengan bapakku yang sedang menyapu halaman di depan rumah. Demikian Ayo Sugiryo alias Suryo, seorang guru SMA Internasional di Purwokerto , memulai tulisannya yang berjudul “Sang Guru Penyelamat” dalam sebuah buku “Mimpi-mimpi Kecil dan Seribu Kemarau

Berikut saya kutip sebagian kisahnya .
Sebagai anak kampung kelas VI SD, melihat seorang kepala sekolah mampir ke rumah, aku lari ketakutan hingga menyelinap di kamar ruang depan sambil berusaha menguping percakapan dua orang dewasa itu. Antara Bapak dan Pak Rusdi, kepala sekolah SD. Ada apa Pak Rusdi tiba-tiba mampir ke rumahku? Saat itu saya kelas 6 SD di sekolah yang dipimpin Pak Rusdi.

“Beneran lho kang. Jangan sampai Suryo tidak lanjut SMP. Kasihan anak lanang satu-satunya. Pinter lagi sekolahnya.” Pak Rusdi tiba-tiba menasehati bapak. Bapak kelihatan semakin tidak mengerti maksud Pak Rusdi. Untuk apa dia merayu-rayu anaknya untuk lanjut sekolah?



Nuwunsewu (mohon maaf-red) Pak Kepala. Biaya dari mana untuk si Suryo sekolah SMP? SMP itu kan biayanya secikrak (satu keranjang sampah-red). Mau jual apa saya Pak?” Jawab Bapak  jujur. Saat itu, jenjang sekolah tingkat SMP sudah luar biasa di desaku dan luar biasa mahalnya menurut ukuran orang tuaku dan orang tua teman-temanku yang sebagian besar penghasilannya dari  usaha tani yang lahannya tidak seberapa luas.

Dari balik dinding bambu kamar, aku memejam-mejamkan mata dan melebar-lebarkan daun telinga untuk dapat konsentrasi penuh dengan percakapan mereka. Hatiku berdebar-debar mendengarkan percakapan mereka yang menggosip tentang diriku. Sungguh saya sangat terharu, rupanya Pak Rusdi sebegitu perhatian terhadapku. Sampai-sampai menginginkanku harus lanjut ke SMP. Dalam benakku, apakah semua bapak teman-temanku juga didatangi dan ditanyai seperti itu? Ah, aku tidak tahu. Yang aku tahu hanyalah bahwa Pak Rusdi benar-benar baik dan dia sedang memperjuangkan masa depanku. Ya Allah! Terimakasih engkau telah mengirimkan malaikat terbaik untukku!

“Kang Maryo apa tidak kasihan sama Suryo. Suryo itu anaknya rajin. Di sekolah kerjaannya baca buku di perpustakaan. Dia itu nggak pernah ke warung depan sekolahan pas istirahat. Apa kang Maryo ndak tahu kalau  si Suryo itu seneng belajar ? Seneng baca buku?” begitu pak Rusdi terus merayu dengan menyampaikan fakta-fakta tentangku.

Aku pun bingung. Dari mana Pak Rusdi sebagai Kepala Sekolah tahu kalau aku suka membaca dan belajar? Dari mana Pak Rusdi tahu kalau aku ingin sekolah terus? Aku tak habis pikir mengapa pak Rusdi yang sangat memahami aku dan mengerti keinginanku. Ah, bagiku Pak Rusdi itu seorang guru yang hebat yang menginginkan anak didiknya tak berhenti hingga sekolah dasar. Dia bagaikan sang penyelamat bumi masa depanku yang hampir kiamat.

Bapakku tampak manggut-manggut, mungkin otaknya sedang berfikir keras terkena hasutan malaikat pencatat kebaikan. Antara bisa dan tidak untuk melanjutkan anak lelaki satu-satunya ke jenjang pendidikan SMP. Waktu itu anak-anak desa Tlaga, Kecamatan Gumelar (berjarak 40 km dari Kota Purwokerto Jawa Tengah)  yang sekolah SMP hanya berkisar anaknya pegawai tingkat desa seperti anak mantri puskesmas, anak guru, anak mandor perhutani, dan anak lurah. Untuk anak petani biasa seperti aku, lulus SD harus siap dengan segala konsekuensi masyarakat kalangan bawah. Hanya ada dua pilihan; tetap tinggal di desa dan siap membantu orang tua bertani atau pergi merantau ke Ibukota.
Dan sekarang aku akhirnya benar-benar bertengger di atas bukit impianku, melanjutkan sekolah di SMP. Terima kasih Bapak, terimakasih Pak Rusdi!

***
Silaturahmi dengan keluarga di Purbalingga

Saya ikut terharu membaca kisah hidup Suryo . Gara-gara perhatian seorang Pak Rusdi, orang tuanya berjuang keras mencari nafkah untuk menyekolahkan Suryo hingga SMP. Bahkan kemudian dengan berbagai upaya, ia mampu melanjutkan hingga pendidikan tinggi.  Ia menceritakan sebuah ketulusan dan kejujuran seorang guru yang berdampak sangat besar bagi muridnya. Seorang Rusdi baginya bukan sekedar guru namun pembuka jalan masa depan yang semula gelap.

Berkumpul keluarga besar di kala lebaran (2015)
Mungkin bagi Pak Rusdi, pekerjaan bernegosiasi dengan orang tua murid hanyalah langkah kecil saja. Karena dalam jiwanya sudah tertanam untuk mengabdi sebagai pendidik secara total, bukan sekedar mengajar di kelas. Jika ada anak membolos beberapa hari saja, tak segan-segan ia datangi rumahnya untuk mencari informasi penyebab nya. Dan sebaliknya jika ada anak yang pintar, ia berjuang agar orang tuanya berjuang untuk menyekolahkan anaknya.

Apa yang dilakukan Rusdi adalah tindakan seorang pemimpin, yang melihat dimana ada benih potensial untuk masa depan. Ia juga berperan sebagai motivator untuk para orang tua agar memperjuangkan anaknya untuk bisa mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Maklum, ia mendapat tugas di daerah terpencil dimana para petani pada umumnya tidak berhasrat menyekolahkan anaknya, yang penting bisa baca tulis saja.

Kehadiran Rusdi yang disebut sebagai sang guru penyelamat telah membuat nasib seorang suryo yang semula hampir senasib dengan teman seusianya menjadi petani atau buruh tani, berubah seketika menjadi siswa SMP dan kemudian bisa melanjutkan hingga sarjana.

Ketika terdengar kabar bahwa Bapak Rusdi meninggal dunia tanggal 21 Januari 2019, Suryo memposting copy buku dan mengucapkan, terima kasih yang tak terhingga dan Selamat Jalan untuk Pak Rusdi. “Saya kehilangan sosok seorang pendidik seperti Pak Rusdi, Sang Guru Penyelamat” kata Suryo.

Rusdi Hadiyuwono kelahiran Purbalingga, Jawa Tengah, 18 September  1938. Lulus dari Sekolah Guru Atas (SGA) di Purwokerto, ia mendapat tugas ke pelosok desa terpencil tahun 1956. Di saat itu di Gumelar sedang berkecamuk perang melawan DI/TII. Konon saat pamit mengemban tugas, orang tuanya menangis agar jangan berangkat. Namun Rusdi muda tetap berangkat menjalankan tugas negara merintis sekolah dasar mulai dengan pinjam rumah penduduk sebagai kelas, hingga pemerintah membangunkan bangunan SD yang terbuat dari kayu dan bambu.

Penghayatannya sebagai guru di desa terpencil merupakan bagian terbesar dari perjalanan pengabdiannya . Ia selalu hafal dengan murid-muridnya bahkan dengan para orang tua muridnya.

Dan saya pun sangat terharu membaca tulisan yang diposting di facebook oleh Ayo Sugiryo (Suryo), karena yang ditulis itu adalah ayah saya sendiri yang berpulang 21 Januari 2019 lalu.  Ia hanya seorang Guru SD, bukan tokoh nasional, namun ternyata apa yang dilakukan ayah saya begitu dikenang oleh muridnya hingga namanya diabadikan dalam sebuah buku.

Betul kata mutiara kehidupan dari Neil Amstrong, Satu langkah kecil dari seorang manusia (pemimpin), dapat menjadi satu lompatan besar bagi kemanusiaan

Selamat Jalan Ayah.
Kami sangat bangga dan bersyukur menjadi anakmu.
Engkau telah tiada, tapi keteladanmu tetap hidup.
Semoga pengabdianmu tak sia-sia di hadapan Allah SWT.
Amien Ya Robbal Alamin.***


Tulisan ini saya susun untuk mengenang Ayah Kami Tercinta H. Rusdi Hadiyuwono (1938-2019) dan sebagai ucapan terima kasih kepada pak Sugiryo penulis buku "Mimpi-mimpi Kecil dan Seribu Kemarau" serta terima kasih kepada para guru dimanapun berada yang telah mengabdi dengan  tulus ikhlas .

Kami juga mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Saudara, sahabat, tetangga, handai taulan yang telah memberikan bantuan dan perhatian begitu besar serta doa yang tulus. Antara lain kepada :
1. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Bapak Dr. Drh. I. Ketut Diarmota MP, beserta jajaarannya
2. Pengurus Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI)
3. Keluarga besar PT Medion
4. Komisaris, Direksi dan Karyawan PT Gallus Indonesia Utama
5. Bapak Roni Fadillah ketua Keluarga Alumni Fakultas Peternakan (Kafapet Unsoed) Jabodetabek  dkk 
6. Bapak Bambang Rijanto Japutra (BRJ) Ketua Kafapet Pusat dan tim.
7. Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia )
8. Forum Media Peternakan (Format)
9. Sahabat yang hadir sebagai pribadi maupun mewakili organisasi antara lain  Pak Bambang Basuki Catur, Pak Dwi Suranto, Pak Kuntoro , Pak Sugeng Arief , Pak  Isro Suhadi (Kafapet angkatan 85), Bu Tarti, Pak Agus Ponco Sugiono (alumni SMA 1 Purwokerto), Pak  Lukman dkk (alumni SMP 1 Ajibarang), , Bambang Rijanto Japutra (BRJ) dan Arief Aceh (Kafapet Pusat), Kohar dan Rizky Yunandi (PT Gallus) dan lain-lain yang tidak bisa saya sebut satu per satu.










Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang terbaik. Amien YRA. 

Bambang Suharno dan keluarga

Bahasa Positifnya, Politik Itu Sangat Dinamis

Tulisan ini untuk Anda yang berusia di bawah 40 tahun agar mengerti apa itu perilaku Politikus di tanah air Indonesia. Saya kutip dari sebuah broadcast melalui whatsapp. Saya tidak tahu siapa yang menulis.  Buat Anda yang menulis ini, saya mengucapkan terima kasih, karena datanya lengkap dan mencerminkan orang yang cermat mengamati kejadian politik di negeri ini. Saya memberi judul tulisan ini dengan bahasa positif "Politik Itu Sangat Dinamis" hehe



Fakta data : Pemilih terbanyak usianya di bawah 40 tahun pada saat pilpress dan pileg di 2019 dan dari data 60% adalah di usia ini. Makin kebawah usianya makin banyak hal yang mereka kurang informasi akan perilaku politikus sebelumnya.

Berbeda dengan yang di atas 55 tahun dimana mereka kenal 6 jaman, jaman Soeharto, Habibie, Gusdur, Mmegawati, jaman SBY dan jaman Jokowi.

Kita refresh mengingatkan sedikit :
Fadli Zon yang sering dihujat oleh pengemar pak Jokowi itu juru kampanye pemenangan Pak Jokowi dan Pak Ahok dengan baju kotak-kotak nya di pilgub DKI 2012.

Pak Anies baswadan itu tim sukses Jokowi-JK plus mantan Menteri Pendidikan kabinet Kerja. sebelumnya Pak Anies juga peserta capres versi konvensi Partai Demokrat. Anies Baswedan sekarang dekat dengan Jk dan nempel sama Pak Prabowo dan PKS. Padahal dulu Anies sering dituding Syiah oleh PKS. Masih ingat khan semua ini?

Di tahun 2012, Ahok itu yang menjadikan wakil gubernur adalah Gerindra  berpasangan dengan Jokowi. Ahok yang kemudian ditahun pilgub 2017 oleh pasukan 212 di Serang, didukung Gerindra juga 212 nya.  2012 disayang, 2017 diserang.

Kita lanjut.

SBY  bagaimana? SBY itu mantan Menterinya Megawati  maju nyapres di tahun 2004 bareng pak JK yang juga menteri  Megawati, didukung Pak Surya Paloh. Sekarang Surya Paloh dan JK dekat sekali dengan Ibu Mega. 2004 saling serang 2014 saling dukung JK sama megawati.

Tentang Prabowo, dulu adalah calon Wapres pasangan Bu Mega ketika Pilpres 2009 berseberangan dengan SBY.

Pilpres 2009  Pak JK  juga nyapres bareng Pak Wiranto melawan Pak SBY dan Pak Boediono yang di dukung Aburizal Bakrie . Lalu kemana Pak Aburizal Bakrie setelah 2014? Sekarang Aburizal temenan sama Pak Prabowo yang dulu kompetitornya di pilpres 2009.

Kalau Amien Rais.? Ini aneh lagi. Menggulingkan Gus Dur sehingga Bu Mega naik padahal sebelumnya paling tidak sudi Bu Mega jadi Presiden. Dia berusaha keras agar Gus Dur jadi Presiden mengantikan Habibie di rapat MPR tahun 1999 pokoknya bukan Megawati. Eh lalu digulingkan Gusdur  setelah 1 tahun sebelum nya digadang-gadang oleh Amien Rais dan naikin Megawati. Yang setahun sebelumnya Amien alergi sama Mega.

Kalo di pikir-pikir Bu Mega itu  memiliki hutang besar atas jasa Amein Rais menjadikannya presiden Indonesia ke 5.

Pilpres berikutnya Amien Rais  melawan SBY. Amien juga berseberangan dengan Prabowo di Pilpres 2004 dan 2009. Sekarang Pak Amien Rais akrab dengan Pak Prabowo di kubu oposisi. Padahal dalam agenda tahun 1998 Pak Amien ini target Letnan Jenderal Prabowo untuk“diamankan”. Sekali lagi, prabowo “meng-aman kan” amien!.

Kalau  PKS? Semua juga udah tahu ceritanya.Para kadernya menyerang dengan “black campaign”  menjatuhkan Pak Prabowo di pilpres 2009 dan Pilkada DKI 2012. Lalu sekarang? Berteman akrab sama Gerindra yang selama jaman Pak SBY, PKS adalah musuh bebuyutan Gerindra.

Di jaman SBY  PDIP & Gerindra oposisi,sementara PKS masuk koalisi di Satgab jaman SBY. Sekarang di “klaim” Gerindra PKS mitra lama.  Bingung ngak tuh?

Sekarang di 2018 penulis fatwa MUI menjadi calon wapres yang tadinya seakan berada di kubu berseberangan sekarang menjadi satu perahu. Bahkan para pihak sudah menganggap selesai masa lalu (Ahok 2017) , sekarang sudah saling memaafkan antara pak Ahok dan pak Ma’ruf. Dan hal seperti ini biasa saja di dunia politik.

Ikut angin lalu ubah layar dan “Miring” ke yang lagi akan menang menurut “feeling”nya mereka itu hal biasa. Tadinya lawan karena kepentingan jadi kawan itu biasa. Tadinya saling serang kemudian saling rangkul itu biasa.

Yang kasihan kan para fans,  para kaum yang saling serang dengan memberi label seperti cebonger dan kampreter. Mereka sering jadi  bingung dengan drama apa di mainkan para elite dari tahun ke tahun ini.

Para fans jadi emosional menjadi murka begitu pujaannya “tidak punya marah yang sama” dengan diri mereka. Para fans masih menggenggam marah, para elite sudah “cikar kanan” vaya con dios cari laen (posisi).

Sebel sama putusan Jokowi ambil pak Makruf yang fatwanya menjerujikan Ahok, namun tak lama kemudian logika otak mencari pembenaran mulai muncul setelah minum kopi. Akhirnya menemukan lagi alasan untuk membela pujaan dan mencari lagi bahan untuk mencela lawannya. Mulai saling serang lagi.

Karena dasarnya punya marah jadi otak harus terus cari alasan untuk bisa menyerang. Dan nanti kira-kira setelah pilpres baru nyahok. Baru nyadar, oh ternyata pujaannya kalah dan gabung dengan lawan juga dari pada ngak ada jatah.

Lucu khan? Para fans saling serang tetapi  elite bisa salaman dan ketawa ketiwi seperti di acara ulang tahun Akbar tanjung kemarin Om sandiaga bergandengan akrab dengan Airlangga dan petinggi golkar. Memang tidak ada apa-apa di acara tersebut. Tapi disini melihatkan, begitu ada angin salah satu menang. Maka kepentingan mulai main. Ikut angin!

Sandiaga menang, golkar merapat ke pemerintahan baru. Minta posisi.  Koalisi menang om sandiaga jangan kaget ditawari menteri peridustrian?. Terus kita harus marah gitu? Harus kecewa gitu?

Begitulah sedikit info wahai sahabat muda yang usianya di bawah 40 tahun yang merasa pujaannya akan selalu sama memiliki “rasa” seperti kalian. Jawabnya TIDAK.

Begitu TGB pujaan kalian memiliki pendapat yang berbeda dengan “marah” kalian, langsung memaki pujaan tersebut. Lah yang aneh siapa ya? Jangan pernah berharap pujaan hati kita akan selalu memiliki “marah” yang sama dengan kita.

Misalnya marahnya saya kepada Rinso dan kesalnya saya pada pejabat yang setuju hutang China Tiongkok adalah marahnya saya pribadi. Dengan alasan pribadi. Jadi jangan terkaget-kaget kalau saya ditawari kredit tanpa bunga 10 triliun agar saya diam tidak nulis di FB saya terima. Atau nanti FPI 212 mendukung pak Jokowi. Jangan kaget lho ya?.

Kalau nanti LBP tetap tetap menjabat Menko ketika Prabowo presiden jangan misuh-misuh loh ya?  Om Sandiaga jadi menteri pak Jokowi kalau menang dua putaran jangan kecewa loh ya.

Kita  rakyat yang di bawah sudah terlalu sering di obok obok perasaannya persis seperti sapi tiap hari susunya di peres-peres tapi “ngak di kawin-kawin”  coba bayangin. Pada ngerti ya sekarang. ***

Tafsir Wapres untuk Nasib Sendiri

Anda pasti tahu siapa Dahlan Iskan. Sebagai penulis hebat, kita perlu menyimak opininya.
Berikut opini Dahlan yang menginspirasi kita perihal cawapres.


Sabtu pon 11 Agustus 2018

Multi tafsir. Mengapa Jokowi pilih Ma'ruf Amin. Dan mengapa Prabowo pilih Sandiaga Uno.

Tafsir 1:
Dua-duanya percaya diri. Berani tidak ambil tokoh dengan rating tinggi.
Jokowi mungkin percaya omongan ini: disandingkan dengan sandal jepit pun akan menang.

Pasangan yang dipilih tidak harus yang bisa menambah suara. Yang penting tidak mengurangi suara.

Itu mirip dengan posisi Pak SBY. Di periode kedua. Yang memilih Pak Budiono. Sebagai cawapres: tua, nurut, tidak mbantahan, tidak menjadi matahari kembar, tidak punya potensi menjadi presiden berikutnya.

Dengan pasangan seperti itu Pak Jokowi berharap bisa jadi satu-satunya matahari.

Pertanyaan: benarkah Kyai  Ma'ruf Amin tidak mengurangi suara Jokowi?

Bagaimana dengan banyaknya  Ahoker yang bukan Jokower?  Tentu mereka kecewa. Kyai Ma'ruf Amin adalah tokoh yang membuat Ahok masuk penjara.
Sebaliknya sebagai tokoh sentral 212 bisa jadi Kyai Ma'ruf menambah suara. Dari kalangan Islam. Meski sejak awal tagline 212 adalah ganti presiden.

Tinggal hitung-hitungan. Lebih banyak Ahoker yang kecewa atau 212 yang batal ganti presiden.

Prabowo juga percaya diri. Tidak ambil ulama. Justru ambil anak muda. Tidak takut 212 lari ke sana.

Tasfir 2:
Jokowi tidak menyiapkan calon presiden periode berikutnya. Tidak bisa dipungkiri. Posisi wakil presidennya Jokowi nanti punya potensi jadi the next presiden.

Mestinya Jokowi memilih wakil yang khusus: yang bisa diharapkan menjadi the next yang kapabel.

Kalau kelak Jokowi yang terpilih terulanglah sejarah: persaingan lima tahun berikutnya sangat terbuka. Untuk siapa saja.

Kalau kelak Prabowo yang terpilih ada dua kemungkinan: Prabowo maju lagi. Atau Sandi yang ditampilkan.

Tafsir 3:
Partai koalisi Jokowilah yang tidak mau ada orang kuat. Di sebelah Jokowi. Bisa merepotkan Jokowi. Dan menghambat partai-partai itu. Itulah sebabnya orang seperti pak Mahfud terpental. Di detik terakhir.

Sebaliknya Prabowo bisa di atas partai-partai pendukungnya. Dengan tidak menggandeng ulama. Termasuk ulama yang diusulkan PKS.

Kini rasanya lebih seimbang.

Kebetulan saya kenal dua calon Wapres ini.

Dengan Kyai Ma'ruf Amin saya kenal sejak tahun 1990-an. Ketika Gus Dur minta saya menyelamatkan Bank Nusumma. Milik NU. Setelah bank itu ditinggal bangkrut Bank Summa. Milik pengusaha Edward Soeryajaya.

Mula-mula Gus Dur minta saya menaruh uang di Nusumma. Lalu menjadi pemegang saham mayoritas. Lantas menjadi direktur utama.

Permintaan terakhir itu saya sanggupi. Asal Gus Dur sendiri yang menjadi komisaris utamanya.

Jadilah saya Dirut Nusumma. Gus Dur preskomnya. Kyai Ma'ruf Amin komisarisnya. Sampai beberapa tahun kemudian. Sampai menjelang Gus Dur jadi presiden.

Menjelang Pak Harto jatuh Gus Dur minta saya menyerahkan kembali saham itu. Untuk diberikan ke Edward lagi. Dibayar dengan cek. Yang ditandatangani oleh Edward sendiri. Di depan saya.
Sampai sekarang cek itu masih ada. Tidak bisa diuangkan. Kosong.

Waktu saya menjabat menteri pun sering sekali bertemu Kyai Ma'ruf Amin. Beliau menjadi anggota dewan pertimbangan presiden. Sering duduk bersama. Di sidang kabinet.

Di NU Kyai Ma'ruf dikenal sebagai ulama garis lurus. Prinsipnya: 'tidak' atau 'ya'. Tidak ada prinsip 'atau'.

Itu berbeda dengan ulama NU lainnya. Seperti Kyai Aqil Siraj. Yang berprinsip: di antara 'ya' atau 'tidak' ada kemungkinan 'atau'.

Saya pernah menerbitkan koran di Mekah. Ketika masih muda dulu. Saya minta dibantu dua mahasiswa S3. Yang asal Indonesia. Sebagai redaktur tamu. Yang lebih paham situasi Arab Saudi.

Yang satu: mahasiswa S3 asal Lombok. Namanya: Suwardi Al Ampenani.

Yang satu lagi: mahasiswa S3 asal Cirebon. Namanya: Said Aqil Siraj.

Setelah bermingu-minggu bergaul kami pun tahu. Keduanya ternyata berbeda sikap. Dalam hal keagamaan.

Kami tidak akan bertanya pada Suardi tentang boleh atau tidak menghidupkan tv di kantor kami. Kami sudah tahu jawabnya: tidak boleh. Haram.

Maka kami menanyakan itu kepada Said Aqil Siraj. Kami sudah tahu jawabnya. Boleh.
Seperti itu pula bedanya antara  Said Aqil Siraj dengan Ma'ruf Amin.

Maka ada guyonan di kalangan NU. Kalau mau bertanya yang tidak boleh tidak boleh bertanyalah ke Kyai Ma'ruf Amin. Kalau mau bertanya yang boleh-boleh bertanyalah ke Kyai Said Aqil Siraj.

Itu pula sebabnya Kyai Ma'ruf Amin di kubu 212. Sedang Kyai Said Aqil Siraj di luarnya.

Akan hal Sandiaga Uno saya kenal lama juga. Dalam kaitan dengan bisnis. Saya di bisnis tradisional. Ia di bisnis modern. Saya bisnis bumi. Ia bisnis langit.

Kalau ada kesulitan di bumi minta tolongnya ke langit.

Sandi menawarkan pertolongan itu. Dengan otak cerdasnya. Ia masih sangat muda. Saat itu. Belum 30 tahun.

Sejak itu saya kagum pada anak muda. Siapa saja. Yang ternyata lebih pinter dari yang tua. Tapi Sandi bukan orang sombong. Di mana-mana ia bilang: bisnisnya mulai berkembang setelah bertemu saya itu.

Tentu Sandi hanya merendah. Kenyataannya ia memang lebih sukses.

Jadi, saya akan mendukung siapa?

Lho. Mengapa ada pertanyaan seperti itu?

Memangnya Pilpresnya besok pagi?

Saya sebaiknya memutuskan untuk bekerja seperti biasa. Tidak ada yang memikirkan nasib kita lebih dari kita sendiri. (dahlan iskan)

Kata mutiara kehidupan